bom manusia


Bom manusia adalah bom yang dikenakan oleh mujahid, diantaranya dengan dililitkan ditubuhnya, kemudian mujahid tersebut menghambur ke objek serangan semisal kerumunan musuh, tank dan lainnya untuk menghancurkannya. Dengan dengan kemungkinan besar tidak selamat, akan tetapi dapat memberi manfaat besar bagi kaum muslimin.

Penggunaan istilah ''bom bunuh diri'' untuk menyebut salah satu tehnik bangsa Paletina dalam melawan jagal Israel tentu sangat tidak tepat. Karena penggunaan istilah itu sendiri adalah bagian dari propaganda Israel dalam menghancurkan mentalitas saudara kita di sana. Lebih tepatnya disebut sebagai bom syahid, bukan bom bunuh diri, apa ada perbedaan antara keduanya. Perbedaannya tentu sangat jelas, bunuh diri adalah cara mati yang hina,sedangkan mati syahid adalah cara mati yang sangat mulia,yang diimpikan oleh setiap muslim yang hanif.
Adapun pembatasan pengertian bom syahid dengan bom pejuang palestina yang memang jelas tujuan dan objek sadarannya, adalah untuk membedakan bom yang digunakan oleh Amrozi, nurdin M. Top dkk. Agar kita tidak rancu sehingga menyamakan semua jenis pemboman.
Mari kita simak penjelasan tentang masalah ini yang akan kita bagi dalam dua bahasan :
1. Bagaimana pendapat para ulama beserta dalil-dalilnya mengenai hukum bom manusia, baik yang melarang maupun yang membolehkan ?
2. Manakah pendapat yang rajih (kuat) dari dua pendapat itu menurut kaidah-kaidah tarjih dalam disiplin ilmu ushul fiqih ?
Pendapat Ulama
Secara garis besar terdapat dua pendapat ulama dalam masalah aksi bom manusia tersebut. Jumhur ulama’ bersepakat tentang bolehnya menggunakan tehnik yang dinamakan bom manusia untuk perjuangan suci (jihad). Dan ada sebagian ulama’ yang mengharamkannya.

Ulama yang mengharamkan dan dalil-dalilnya.
Syaikh Nashiruddin Al-Albani ketika ditanya hukum aksi bom manusia, beliau menjawab bahwa aksi bom manusia dibenarkan dengan syarat adanya pemerintahan Islam yang berlandaskan hukum Islam, dan seorang tentara harus bertindak berdasarkan perintah pemimpin perang (amirul jaisy) yang ditunjuk khalifah. Jika tidak ada pemerintahan Islam di bawah pimpinan khalifah, maka aksi bom manusia tidak sah dan termasuk bunuh diri.
Beliau juga mengatakan : Aksi bunuh diri dimasa kini, semuanya tidak sesuai dengan syari’at Islam. Semua cara itu haram. Ada sebagian cara itu akan menyebabkan pelakunya kekal dalam neraka.
Adapun kalau dianggap aksi bunuh diri dianggap sebagai suatu amalan taqarrub kepada Allah pada hari ini yang mana seseorang menggunakannya ketika berperang untuk tanah airnya atau negaranya, aksi bunuh dirinya ini tidak sesuai dengan Islam secara mutlak.
Contohnya, ada beberapa orang mendaki ke bukit dan pergi menuju pasukan Yahudi kemudian meledakkan dirinya dan membunuh beberapa orang yahudi dan juga sekaligus membunuh dirinya, maka apa faedah aksi ini? Ini sikap pribadi yang akibatnya tidak baik bagi dakwah Islam secara mutlak.1
Syaikh Sholih Bin Fauzan Al Fauzan
Beliau ditanya : Apakah boleh melakukan aksi bunuh diri dan apakah disana ada syarat-syarat agar aksi ini benar?
Beliau menjawab : Laa hawla wala quwwata illa billah, Kenapa harus bunuh diri? Sedangkan Allah telah berfirman: “Dan janganlah kalian bunuh diri kalian, sesungguhnya Allah menyayangi kalian. Barangsiapa yang melakukan itu dengan permusuhan dan melampaui batas, maka akan kami masukkan kedalam neraka dan itu mudah bagi Allah.” (An Nisa’; 29-30)
Tidak boleh bagi manusia untuk membunuhdirinya, bahkan dia harus menjaganya dengan sebaik-baik penjagaan dan jangan sampai juga penjagaan terhadap dirinya membuatnya tidak berjihad dan berperang di jalan Allah….
Kenapa dia masuk neraka, padahal dia berperang dengan demikian hebatnya?! Karena dia membunuh dirinya dan tidak bersabar. Maka tidak boleh bagi setiap orang untuk membunuh dirinya dan membahayakan kehidupan kaum muslimin.
Nabi di Makkah 13 tahun, disana beliau dan para sahabatnya disakiti dengan gangguan yang hebat, tetapi betiau tidak ada menyuruh seorangpun sahabatnya untuk melakukan tindakan penculikan orang kafir yang menyakiti mereka dan juga tidak ada menyuruh untuk menghancurkan fasilitas mereka. Karena tindakan itu akan menimbulkan bahaya bagi kaum muslimin yang bahaya itu lebih parah dari yang dialami kaum kafir. (Al Fatawa Al Muhimmah hal.79-80) 2
Syaikh Shaleh Al-Utsaimin beliau berkata bahwa bom manusia adalah bunuh diri. Pelakunya akan diazab dalam neraka Jahannam dengan cara yang sama yang digunakan untuk bunuh diri di dunia, secara kekal abadi. Beliau berdalil dengan firman Allah SWT yang melarang bunuh diri : “Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29)3


Ulama’ yang membolehkan dan dalil-dalilnya
Ini adalah pendapat jumhur ulama’ dan kaum muslimin, diantaranya isntitusi islam dan ulama’ yang menyuarakan bolehnya bom amnusia/bom syahid adalah :
1. Rabithah ‘Ulama Filisthin, mereka mengatakan : “Sesungguhnya kami ini hidup berdampingan dengan Baitul Maqdis dan lebih tahu dengan segala yang terjadi di dalamnya..”4

2. Institusi danUlama’ Al Azhar - Mesir 5
3. Para Ulama Jordania diantaranya Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaili, Prof.Dr. Wahbah Az-Zuhaili, Dr. Muhammad Said Ramadhan Al-Buthi, Syaikh Ali Muhammad ash Shawwa, Syaikh Qurra Asy-Syam Asy-Syaikh Muhammad Karim Rajih, Dr. Ali Ash-Shawi, Dr. Syaraf Al-Qadah, dan lainnya. 6
4. Majelis Ulama Indonesia.7
5. Nahdhatul Ulama.8
6. Majma’ al Fiqh al islami di Sudan
7. Syaikh Abdullah bin Abdirrahman al Jibrin (anggota Hai’ah Kibaril ‘Ulama Saudi Arabia)
8. Syaikh Abdullah bin Mani’ (anggota Hai’ah Kibaril Ulama Saudi Arabia)
9. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy Syaikh (manta mufti Saudi Arabia, gurunya Syaikh bin Baz)
10. Syaikh Sulaiman bin Nashir al Alwan (ulama berpengaruh di Saudi Arabi, hafal Sembilan kitab hadits)
11. Syaikh Salman bin Fahd al ‘Audah (ulama Saudi Arabia)
12. Syaikh Safar bin Abdirrahman al Hawali (Ketua Jurusan Aqidah Universitas Ummul Qurra – Mekkah))
13. Syaikh Abdul Karim al Khudhair (Dosen Universitas Imam Muhamad bin Su’ud, Saudi Arabia)
14. Syaikh Muhammad bin Abdillah As Saif (Mufti para mujahidin Chechnya)
15. Syaikh Jabir As Sa’idi (ulama Syam)
16. Syaikh Ajil Jasim An Nasymi (ulama Kuwait)
19. Syaikh Hasan Ayyub (Mesir)
20. Syaikh Abdullah bin Hamid (Mantan Hakim Agung Makkah Al-Mukarramah).
Dan masih banyak lagi institusi dan para ulama’ yang menyatakan bolehnya bom manusia.
Dalil-Dalil Yang Membolehkan
Al-Qadah dalam kitabnya Al-Mughamarat bi An-Nafsi fi Al-Qital wa Hukmuha fi Al-Islam telah menyebutkan sekitar 20 dalil syara’ yang mendasari bolehnya melakukan aksi bom manusia, yang dihimpunnya dari pendapat-pendapat ulama yang membolehkan aksi bom manusia ini. Kita akan sebutkan diantaranya saja :
1. Firman Allah SWT : “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri, dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur`an.” (QS At-Taubah : 111)
Al-Qadah mengatakan bahwa wajhud dalalah (segi pemahaman dalil) dari ayat ini adalah, bahwa perang di jalan Allah mempunyai resiko besar berupa kematian (wa yuqtalun “dan mereka terbunuh”). Padahal kematian ini merupakan sesuatu yang kemungkinan besar atau pasti akan terjadi pada aksi bom manusia. Akan tetapi meski demikian, Allah SWT tetap memerintahkannya dan memberikan pahala surga bagi yang melaksanakannya. Perintah Allah SWT ini menunjukkan izin dari Allah untuk melaksanakannya.
2. “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Baqarah : 195).
Dalam tafsir Qurthubi diriwayatkan dari Aslam bin Imran, ’Kami berperang melawan pasukan Konstantinopel dan pasukan saat itu dipimpin oleh Abdurrahman bin Al-Walid. Pada waktu itu orang-orang Romawi telah merapat pada benteng kota. Kemudian seseorang maju ke tengah barisan musuh. Ketika itu orang-orang berkata,’Laa ilaaha illallah, ia menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan.’ Maka berdirilah Abu Ayyub Al-Anshari seraya berkata,’Subhanallah, Allah telah menurunkan ayat ini pada kami sekalian orang Anshar. Ketika Allah telah menolong Nabi-Nya dan menampakkan agama-Nya, kami orang Anshar berkata,’Kita akan diam (tidak berperang) dan akan mengurus harta-harta kami. Kemudian turunlah firman Allah “maka belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS Al-Baqarah : 195). Dan yang dimaksud dengan menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan adalah kesibukan kami mengurus harta dan meninggalkan jihad.”
Firman Allah SWT :“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya namun Allah mengetahuinya.” (QS At Taubah : 97)
Yusuf Al-Qaradhawi mengatakan bahwa aksi-aksi bom manusia termasuk dalam bentuk jihad yang paling besar. Aksi ini termasuk dalam aksi-aksi teror (irhab) sebagaimana yang tertera dalam ayat di atas.
Tarjih (pemilihan pendapat terkuat)
Dengan mendalami pendapat masing-masing baik yang membolehkan maupun yang mengharamkan aksi bom manusia, maka yang paling kuat (rajih) adalah pendapat yang membolehkan aksi bom manusia. Aksi bom manusia bukanlah tindakan bunuh diri dan dengan demikian pelakunya insya Allah akan mendapatkan surga, bukan neraka.
Parameter untuk menilai pendapat yang lebih kuat adalah ketepatan penggunaan dalil terhadap fakta yang menjadi permasalahan. Hal ini sangat penting mengingat salah satu langkah penting dalam proses istinbath hukum adalah fahmul waqi’ , atau memahami fakta yang menjadi sasaran penerapan hukum. Untuk dapat menerapkan suatu ketentuan fiqih secara tepat, seorang faqih harus mengetahui fakta yang akan dihukumi. Yusuf Al-Qaradhawi berkata, di antara sebab-sebab kesalahan fatwa adalah ketidakpahaman tentang masalah yang ditanyakan, sehingga keliru menerapkan nash-nash syara’ yang dimaksud dengan kejadian yang sebenarnya.
Berdasarkan hal ini, maka ketidaktepatan memahami fakta permasalahan, akan dapat menimbulkan kekeliruan penerapan nash-nash syara’ yang pada gilirannya akan mengakibatkan kekeliruan fatwa atau ijtihad. Berkaitan dengan pendapat ulama yang mengharamkan aksi bom manusia, kita dapati mereka kurang cermat memahami fakta yang akan menjadi objek hukum ini, yaitu tidak dapat membedakan secara jernih aktivitas bom manusia dengan aktivitas bunuh diri. Padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar. Al-Qadah menjelaskan perbedaan bunuh diri dan aksi bom manusia dalam 3 (tiga) aspek berikut :
Motivasi. Motivasi orang yang melakukan aksi bom manusia adalah keinginan untuk menegakkan kalimat Allah SWT. Sedangkan orang yang bunuh diri, jelas tidak punya keinginan untuk menegakkan kalimat Allah, melainkan ingin mengakhiri hidup karena berbagai kesulitan duniawi yang tidak sanggup lagi dipikulnya.
Akibat di akhirat. Orang yang mati syahid dengan cara aksi bom manusia, buahnya adalah surga, sebagaimana janji Allah dalam banyak ayat Al Quran. Sedangkan akibat di akhirat bagi orang yang bunuh diri, jelas bukan surga, karena yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya adalah adzab di neraka.
Dampak duniawi. Orang yang melakukan aksi bom manusia dalam rangka jihad, dampaknya adalah dapat mengguncang musuh, menanamkan ketakutan pada hati musuh, atau melemahkan mental mereka dalam peperangan,sedang orang yang bunuh diri dampaknya hanyalah menimbulkan kesedihan dan kepedihan keluarga.
Adapun pendapat Syaikh Al-Albani yang mensyaratkan bahwa jihad secara umum dan aksi bom manusia secara khusus wajib di bawah kepemimpinan khalifah, menurut pandangan penulis, bukan pendapat yang kuat. Hal ini karena dua alasan berikut : Pertama, nash-nash yang mewajibkan jihad bersifat mutlak, tidak bersifat muqayyad, dalam arti tidak disyaratkan jihad wajib dilakukan bersama seorang khalifah. Misalnya firman Allah SWT : “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang ada di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa.” (QS At-Taubah : 123)
Ayat ini merupakan perintah melakukan jihad yang bersifat mutlak. Tidak ada persyaratan bahwa jihad wajib dilaksanakan di bawah kepemimpinan khalifah. Jadi keberadaan khalifah bukan syarat kewajiban jihad. Jihad tetap fardhu baik ketika khalifah ada maupun tidak ada. Hal ini disebabkan nash-nash yang bersifat mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang menunjukkan taqyidnya, sebagaimana kaidah ushul : “Lafazh mutlak tetap dalam kemutlakannya selama tidak ada dalil yang membatasinya (taqyid).
Kedua, ada nash-nash hadits yang secara khusus mewajibkan jihad dalam segala keadaan, baik kaum muslimin berada di bawah pemimpin yang adil maupun yang fajir (fasik). Misalnya sabda Nabi SAW :
“Jihad itu tetap wajib atas kalian bersama setiap pemimpin, yang baik maupun yang jahat. [Sebagaimana] shalat juga tetap wajib atas kalian di belakang seorang muslim, yang baik ataupun yang jahat, sekali pun dia mengerjakan dosa-dosa besar.” (HR. Abu Dawud dan Abu Ya’la)
Atas dasar hadits ini, maka jihad tetap wajib dilaksanakan meskipun pemimpin umat Islam adalah pemimpin yang zalim, termasuk di dalamnya pemimpin yang bukan khalifah.
Maka jelaslah, pandangan Al-Albani yang mensyaratkan jihad harus di bawah pimpinan khalifah, adalah pandangan yang lemah dan tidak dapat diterima. Sebagai implikasinya, aksi bom manusia saat ini yang dilakukan di Palestina, pada saat khalifah kaum muslimin tidak ada semenjak runtuhnya Khilafah di Turki tahun 1924, tetap sah dan pelakunya tidak berdosa melakukannya.
Berikut ini beberapa riwayat dari para sahabat yang memperkuat bolehnya menggunakan sarana bom syahid dalam amaliyah jihad di jalan Allah SWT :
1. Amaliyah yang dilakukan oleh Bara bin Malik dalam pertempuran di Yamamah. Ketika itu ia diusung di atas tameng yang berada di ujung-ujung tombak, lalu dilemparkan ke arah musuh, diapun berperang (di dalam benteng) sehingga berhasil membuka pintu Benteng. Dalam kejadian itu tidak seorangpun sahabat r.a menyalahkannya. Kisah ini tersebut dalam Sunan Al-Baihaqi, dalam kitab As-Sayru Bab At-Tabarru’ Bit-Ta’rudhi Lilqatli (9/44), tafsir Al-Qurthubi (2/364), Asaddul Ghaabah (1/206), Tarikh Thabari.
2. Operasi yang dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa dan Al-Ahram Al-Asadi, dan Abu Qatadah terhadap Uyainah bin Hishn dan pasukannya. Dalam ketika itu Rasulullah s.a.w memuji mereka, dengan sabdanya: “Pasukan infantry terbaik hari ini adalah Salamah” (Hadits Muttafaqun ‘Alaihi /Bukhari-Muslim).
3. Ibnu Nuhas berkata : Dalam hadits ini telah teguh tentang bolehnya seorang diri berjibaku ke arah pasukan tempur dengan bilangan yang besar, sekalipun dia memiliki keyakinan kuat bahwa dirinya akan terbunuh.Tidak mengapa dilakukan jikan dia ikhlas melakukannya demi memperoleh kesyahidan sebagaimana dilakukan oleh Salamah bin Al-’Akwa, dan Al-Akhram Al-Asaddi. Nabi s.a.w tidak mencela, sahabat r.a tidak pula menyalahkan operasi tersebut. Bahkan di dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa operasi seperti itu adalah disukai, juga merupakan keutamaan. Rasulullah s.a.w memuji Abu Qatadah dan Salamah sebagaimana disebutkan terdahulu.Dimana masing-masing dari mereka telah menjalankan operasi Jibaku terhadap musuh seorang diri (Masyari’ul Asywaq 1/540)
4. Apa yang dilakukan oleh Hisyam bin Amar Al-Anshari, ketika dia meneroboskan dirinya di antara Dua pasukan, menerjang musuh seorang diri dengan bilangan musuh yang besar, waktu itu sebagian kaum Muslimin berkata: Ia menjerumuskan dirinya dalam kebinasaan, Umar bin Khaththab r.a membantah klaim sebagian kaum Muslimin tersebut, begitu juga Abu Hurairah r.a, lalu keduanya membaca ayat: “Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya demi mencari keridhaan Allah…” (Al-Baqarah 207 )
5. Al-Mushannif Ibnu Abi Syaibah (5/303,222), Sunan Al-Baihaqi (9/46). Abu hadrad Al-Aslami dan Dua orang sahabatnya menerjangkan diri ke arah pasukan besar, tidak ada orang ke-empat selain mereka bertiga, akhirnya Allah memenangkan kaum Muslimin atas kaum Musyrikin. Ibnu Hisyam menyebut riwayat ini dalam kitab sirahnya. Ibnu Nuhas menyebutnya dalam Al-Masyaari’ (1/545).
6. Operasi yang dilakukan oleh Abdullah bin Hanzhalah Al-Ghusail, ketika ia berjibaku menerjang musuh dalam salah satu pertempuran, sedangkan baju besi pelindung tubuhnya sengaja ia buang, kemudian kaum kafir berhasil membunuhnya. Disebutkan oleh Ibnu Nuhas dalam Al-Masyari’ (1/555).
7. Imam Al-Baihaqi dalam As-Sunan (9/44) menukil tentang seorang lelaki yang mendengar sebuah hadits dari Abu Musa :”Jannah (syurga) itu berada di bawah naungan pedang” Lalu lelaki itu memecahkan sarung pedangnya, lantas menerjang musuh seorang diri, berperang sampai ia terbunuh.
8. Kisah Anas bin Nadhar dalam salah satu pertempuran Uhud, katanya: “Aku sudah terlalu rindu dengan wangi jannah (syurga)” kemudian ia berjibaku menerjang kaum Musyrikin sampai terbunuh. (Muttafaqun ‘Alaihi).


Kesimpulan
Dalil-dalil ulama yang membolehkan aksi bom manusia lebih kuat daripada yang mengharamkan, dengan pertimbangan bahwa ulama yang membolehkan mempunyai pemahaman fakta yang lebih jeli, dan dalil-dalilnya lebih sesuai untuk fakta yang dimaksudkan serta didukung oleh riwayat-riwayat shahih yang menguatkan hal tersebut. Sedang dalil-dalil ulama yang mengharamkan tidak sesuai dengan fakta permasalahan yang ada. Karena ada perbedaan yang jelas antara aksi bom manusia dan tindakan bunuh diri, baik dari segi motivasi, akibat di akhirat, dan dampaknya di dunia. Wallahu’alam.


1. Dikutip dari Buletin Islamy Al-Minhaj, Edisi VI/Th.I Sumber : www.darussalaf.com.
2. Dikutip dari Buletin Islamy Al-Minhaj, Edisi VI/Th.I
4. Fatwa 11 Shafar 1422H – 5 Mei 2001M)… Lihat Selengkapnya :
5. Majalah Filisthin Al Muslimah, hal. 24-25, edisi 5, tahun 14, Dzulhijjah 1416H-Mei 1996
6. Harian As Sabil, edisi 121, th. III, 18 Maret 1996 M
7. Tempo Interaktif, 16 desember 2003M, berjudul ‘MUI Dukung Aksi Bom Syahid.
8. Hasil Munas Alim Ulama NU di Asama Haji Pondok Gede, 25-28 Juli 2002.

0 comments

Post a Comment