Hukum Bermuamalah dengan Bank Konvensional dan Hukum Bekerja di dalamnya

Bank konvensional atau bank-bank sejenisnya yang mu’amalahnya ribawi meski berlabelkan syariah, sebaiknya dijauhi, karena secara hukum jumhur ulama’ telah menyatakan keharamannya. Termasuk bekerja di dalamnya dan gajinya pun haram. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, bahwa Nabi SAW melaknat orang yang memakan harta riba dan melaknat orang yang memberinya. (HR Muslim dari Ibnu Mas’ud RA).

Hanya saja masalah riba pada bank konvensional sesungguhnya tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw : “Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia akan terkena debunya”(HR Abu Daud dan Ibnu Majah)

Dalam menyikapi problematika ribawi yang sudah menggurita ini,dibutuhkan kearifan. Kondisi seperti ini sebenarnya tidak dapat diubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat diubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat Islam.

  • Menyikapi masalah bagaimana kita bermuamalah dengan bank konvensional dan apakah boleh kita bekerja di dalamnya? berikut ini ringkasan penjelasan yang bisa kami sampaikan :
Pertama : Bila antum adalah orang yang tidak memiliki ikatan dengan bank konvensional (semisal bukan karyawannya) berarti antum telah selamat dari satu keburukan yang wajib antum syukuri. Bila mampu jauhi segala muamalah yang melibatkan bank dengan usaha kita dan jangan berfikir untuk meiliki usaha semisal itu. Jangan sekali-kali mendekati bank apalagi membuka usaha yang mengandung unsur ribawi. Ini jika kita mampu. Tetapi hal ini hampir dapat dikatakan mustahil, karena dizaman sekarang, tidak akan manusia yang bisa selamat dari transaksi dengan bank konvensional.
 
Jika masalahnya hanya menabung, pekerjaan, dana sumbangan dll. mungkin kita bisa menghindar dan punya alternatif lain. Tetapi dalam hal lain seperti jasa tranfer bank hampir mustahil kita hindari. Maka, dalam hal ini berlakulah rukhsyah (keringanan) karena kita memang hampir tidak punya pilihan lain. Allah SWt berfirman : “Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”(QS Al-Baqarah: 173).

Dan rukhsyah seorang dengan yang lainnya akan berbeda sesuai dengan kadar tingkat kesulitan pilihan yang dihadapi. Tentu tidak bisa disamakan rukhsyah seorang petani kecil yang bekerja hanya untuk makan dengan seorang bisnisman atau usahawan. Mungkin saja bagi seorang bisnisman memiliki tabungan bahkan sampai menyimpan sejumlah uang di bank ribawi adalah rukhsyah (keringanan) baginya, tapi bagi petani sekedar memiliki rekening bank saja bukan rukhsyah baginya.
 
Kedua : Jika antum adalah karyawan bank, maka bersiaplah dengan persiapan secukupnya, dan segera keluar segera dari praktik ribawi ini, inilah langkah paling hanif dan jalan terbaik. Karena sungguh tempat ribawi adalah tempat yang dikutuk Allah dan rasul-Nya. Rasulullah shallahu ‘alahi wasallam bersabda : "Allah melaknat orang yang memakan riba, orang yang memberi riba, dua orang saksi dan pencatat (dalam transaksi riba), mereka itu sama saja”. (HR. Muslim dan Ahmad)

Teguhkan hati anda untuk menuju keridhaan Allah dalam mengais rizki, karena Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik darinya." (HR Muslim).

Demikian saudaraku, penejelasan tentang hukum bermu’amalah dan berkerja di bank. Sangat mungkin ada pendapat lain yang berbeda dengan kami dalam masalah ini. Dan memang itulah adanya fiqih yang memang memberikan ruang kita untuk berbeda melalui proses ijtihad. Jika benar mendapat pahala dua, jika salah mendapat pahala satu. Wallahu’alam.

0 comments

Post a Comment