masalah gambar, baik itu hasil lukisan atau fotografer,ulama saling berbeda pendapat.
Ada sebagian ulama yang mengharamkan semua jenis gambar, baik itu lukisan,
kartun, foto atau film. Bagi mereka, apapun yang berbau gambar, lepas
dari apa tujuan, madharat, manfaat dan fungsinya, hukumnya haram. Dan
pelakunya masuk neraka.
Namun kelompok ulama yang seperti ini
berhadapan dengan para ulama lain yang lebih moderat. Mereka tidak
menelan mentah-mentah begitu saja hadits-hadit yang terkait dengan
haramnya gambar, setidaknya tidak memahami hadits dengan apa yang
tersurat, tetapi memahami lebih jauh dan mendalam.
Sebenarnya perbedaan pendapat di
antara mereka dipicu dari cara memahami nash-nash yang mereka sepakati
keshahihannya, namun tidak mereka sepakati pengertian dan maksudnya.
Nash Tentang Gambar
Kami akan sebutkan nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya, antara lain:
Hadits Pertama
Dari Ibnu, dia berkata,
“Rasulullah Saw bersabda, "Siapa yang menggambar suatu gambar dari
sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan
ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa
untuk meniupkannya.’” (HR Bukhari).
Hadits Kedua
Seorang laki-laki datang kepada
Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar
ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu,
“Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya.
Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang
itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya
di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu
apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw
bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan
dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu
akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi,
“Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang
tidak bernyawa.” (HR Muslim).
Kedua hadits di atasjelas sekali
keshahihannya, karena diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab
shahihnya, dan juga oleh Al-Imam Muslim di dalam kitab shahihnya juga.
Namun di balik dari keshahihan
sanadnya, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana memahami hukum
yang terkandung di dalamnya.
Kelompok Pertama
Dengan hadits-hadits semisal dua
hadits di atas, para ulama yang bergaya tekstual mengharamkan semua
bentuk gambar, apa pun jenisnya, termasuk komik, ilustrasi, kartun,
bahkan wayang kulit, wayang golek dan semua yang sekiranya termasuk
gambar.
Bahkan di tengah mereka, berkembang
kalangan yang lebih ekstrim lagi, karena merekamemasukkan gambar yang
dibuat dengan kamera foto juga termasuk gambar yang diharamkan.
Sehingga mereka tidak mau berfoto dan mengatakan bahwa kamera adalah
benda najis yang haram, karena menghasilkan citra gambar. Dan otomatis,
televisi, video player, kameravideo, tustel dan apapun yang terkait
dengannya, juga haram hukumnya karena merupakan media untuk melihat
gambar.
Jangan kaget kalau menemukan tulisan
yang agak ''keras'', baik di buku-buku atau di beberapa situs. Memang
begitulah pendapat mereka dan cara mereka memahami nash-nash tentang
haramnya gambar. Kita wajib menghormati pendapat mereka.
Kelompok Kedua
Sedangkan ulama lain yang lebih
moderat memahami hadits ini sebagai larangan untuk membuat patung, buka
sekedar gambar di atas media gambar. Gambar yang dalam bahasa arabnya
disebut dengan istilah shurah, mereka pahami sebagai bentuk
patung tiga dimensi. Sehingga dalam pandangan mereka, hadits ini
diterjemahkan menjadi demikian, "Siapa yang membuat patung dari
makhluk bernyawa di dunia ini, maka dia akan diminta untuk meniupkan
ruhnya kepada patung itu di hari akhir."
Pendapat kelompok kedua ini didasari
dengan konsideran hadits di atas dengan hadits berikut ini yang berisi
perintah Rasulullah SAW untuk menghacurkan patung-patung.
Dari ‘Ali ra, ia berkata,
“Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah
di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan
satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan
kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia
melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali
berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat,
kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku
biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan
kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’.
Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari
yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang
diturunkan kepada Muhammad SAW.’” (HR Ahmad dengan isnad hasan).
Sedangkan lukisan di atas kanvas,
kertas, kain dan semua yang dua dimensi, tidak termasuk yang diharamkan
oleh hadits ini, dalam pandangan kelompok ini.
Pendapat ini pun berkembang di tengah
para ulama muslim dunia, dan pendapat ini tentu berbeda dengan
pandangan kelompok ulama yang pertama. Jadi memang sekali lagi kita
menemukan para beberapa titik ada perbedaan dalam memahami nash-nash
yang mereka sepakati keshahihannya.
Kesimpulan Hukum Gambar dan Yang Menggambar
Dapat kami simpulkan hukum masalah gambar dan yang
menggambar sebagai berikut:
- Macam-macam gambar yang sangat diharamkan ialah
gambar-gambar yang disembah selain Allah, seperti Isa
al-Masih dalam agama Kristen. Gambar seperti ini dapat
membawa pelukisnya menjadi kufur, kalau dia lakukan hal
itu dengan pengetahuan dan kesengajaan.
Begitu juga pemahat-pemahat patung, dosanya akan sangat besar apabila dimaksudkan untuk diagung-agungkan dengan cara apapun. Termasuk juga terlibat dalam dosa, orang-orang yang bersekutu dalam hal tersebut. - Termasuk dosa juga, orang-orang yang melukis sesuatu yang tidak disembah, tetapi bertujuan untuk menandingi ciptaan Allah. Yakni dia beranggapan, bahwa dia dapat mencipta jenis baru dan membuat seperti pembuatan Allah. Kalau begitu keadaannya dia bisa menjadi kufur. Dan ini tergantung kepada niat si pelukisnya itu sendiri.
- Di bawah lagi patung-patung yang tidak disembah, tetapi termasuk yang diagung-agungkan, seperti patung raja-raja, kepala negara, para pemimpin dan sebagainya yang dianggap keabadian mereka itu dengan didirikan monumen-monumen yang dibangun di lapangan-lapangan dan sebagainya. Dosanya sama saja, baik patung itu satu badan penuh atau setengah badan.
- Di bawahnya lagi ialah patung-patung binatang dengan tidak ada maksud untuk disucikan atau diagung-agungkan, dikecualikan patung mainan anak-anak dan yang tersebut dari bahan makanan seperti manisan dan sebagainya.
- Selanjutnya ialah gambar-gambar di pagan yang oleh pelukisnya atau pemiliknya sengaja diagung-agungkan seperti gambar para penguasa dan pemimpin, lebih-lebih kalau gambar-gambar itu dipancangkan dan digantung. Lebih kuat lagi haramnya apabila yang digambar itu orang-orang zalim, ahli-ahli fasik dan golongan anti Tuhan. Mengagungkan mereka ini berarti telah meruntuhkan Islam.
- Di bawah itu ialah gambar binatang-binatang dengan tidak ada maksud diagung-agungkan, tetapi dianggap suatu manifestasi pemborosan. Misalnya gambar gambar di dinding dan sebagainya. Ini hanya masuk yang dimakruhkan.
- Adapun gambar-gambar pemandangan, misalnya pohon-pohonan, korma, lautan, perahu, gunung dan sebagainya, maka ini tidak dosa samasekali baik si pelukisnya ataupun yang menyimpannya, selama gambar-gambar tersebut tidak melupakan ibadah dan tidak sampai kepada pemborosan. Kalau sampai demikian, hukumnya makruh.
- Adapun fotografi, pada prinsipnya mubah, selama tidak mengandung objek yang diharamkan, seperti disucikan oleh pemiliknya secara keagamaan atau disanjung-sanjung secara keduniaan. Lebih-lebih kalau yang disanjung-sanjung itu justru orang-orang kafir dan ahli-ahli fasik, misalnya golongan penyembah berhala, komunis dan seniman-seniman yang telah menyimpang.
- Terakhir, apabila patung dan gambar yang diharamkan itu bentuknya diuubah atau direndahkan (dalam bentuk gambar), maka dapat pindah dari lingkungan haram menjadi halal. Seperti gambar-gambar di lantai yang biasa diinjak oleh kaki dan sandal.
Wallahu a''lam bishshawab.
sumber Eramuslim,mafahim.
0 comments
Post a Comment