Mengenai
amalan setelah shalat (setelah mengucapkan salam berarti shalat sudah selesai)
diantaranya yang menjadi amalan umat muslim ialah sunah menyapu muka, mengenai
hal penjelasannya adalah sebagai berikut :
Syaikh
Daud bin ‘Abdullah al-Fathoni, yang menyebut dalam kitabnya “Munyatul Musholli”
halaman 18, antara lain: …Adapun termasuk sunnah yang dikerjakan ketika
shalat, adalah bahwa Nabi SAW apabila selesai daripadanya
maka beliau lalu menyapu
dengan tangannya di atas kepalanya dan dibacanya: “Dengan nama Allah yang tiada tuhan selain Dia yang Maha Pemurah lagi
Maha Pengasih. Ya Allah, hilangkanlah daripadaku segala kebingungan (stress)
dan kedukaan.”
Amalan
ini bukanlah amalan yang sengaja dibuat-buat oleh para ulama sebagaimana
yang sering dituduhkan golongan wahabi ekstrim. Tetapi ada hal ini bersandar kepada hadits Rasulullah SAW.
Sunnahnya menyapukan tangan ke wajah setelah selesai
shalat berdasarkan hadits-hadits
yang diriwayatkan oleh
Imam Ibnus Sunni, al-Bazzar dan Ibnu ‘Adi. Berikut kulian
hadits-hadits tersebut :
1.
Riwayat
Ibnus Sunni dalam “‘Amalul Yawm wal Lailah” halaman 35, yang meriwayatkan bahwa
Anas bin Malik r.a. berkata :
“Adalah
Rasulullah SAW
apabila selesai daripada sholat, baginda menyapu dahinya dengan tangan kanan
sambil mengucapkan: “Aku bersaksi
bahwasanya tiada tuhan yang disembah selain Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Pengasih. Ya Allah, hilangkanlah daripadaku segala kegundahan dan kedukaan.”
2.
Dalam
“Bughyatul Mustarsyidin“, kitab masyhur himpunan Sayyid ‘Abdur Rahman bin
Muhammad bin Husain bin ‘Umar Ba ‘Alawi, Mufti Hadhramaut, pada halaman 49
dinyatakan: Ibnu Manshur telah meriwayatkan bahwasanya Nabi SAW apabila selesai sholatnya, beliau menyapu dahinya dengan tapak tangan
kanannya, kemudian ke wajah beliau
sehingga sampai ke janggut baginda yang mulia, sambil membaca:
“Dengan nama Allah yang tiada tuhan selainNya,
yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Maha Pemurah, Maha Pengasih. Ya
Allah, hilangkanlah daripadaku segala kegundahan, kesedihan dan kekesalan. Ya
Allah, dengan pujianMu aku berpaling dan dengan dosaku aku mengaku. Aku
berlindung denganMu dari kejahatan apa yang aku lakukan dan aku berlindung
denganMu dari kepayahan bala` dunia dan azab akhirat.“
3.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika mengangkat kedua tangannya untuk berdo’a,
tidaklah menurunkannya kecuali beliau mengusapkannya terlebih dahulu ke
mukanya.Diriwayatkan oleh At Tirmidzi (2/244), Ibnu ‘Asakir (7/12/2).
4.
‘Apabila Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berdo’a dan mengangkat kedua tangannya, maka beliau mengusap
wajahnya dengannya”.Diriwayatkan
oleh Abu Dawud (1492) dari Ibnu Lahi’ah dari Hafsh bin Hisyam bin ‘Utbah bin
Abi Waqqash dari Sa’ib bin Yazid dari ayahnya.
5.
”Jika kamu berdo’a kepada
Allah,kemudian angkatlah kedua tanganmu (dengan telapak tangan diatas), dan
jangan membaliknya,dan jika sudah selesai (berdo’a) usapkan (telapak tangan)
kepada muka”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (1181,
3866), Ibnu Nashr dalam Qiyaamul-Lail (m/s. 137),Ath Thabarani dalam Al-Mu’jam
al-Kabir (3/98/1) & Hakim (1/536), dari Shalih ibn Hassan dari Muhammad ibn
Ka’b dari Ibnu ‘Abbas radiallaahu ‘anhu (marfu’)
6.
Hadits dari Ibnu Abbas diatas juga
diriwayatkan oleh Abu Dawud (1485), dan Bayhaqi (2/212), melalui jalur ‘Abdul
Malik ibn Muhammad ibn Aiman dari ‘Abdullah ibn Ya’qub ibn Ishaq dari seseorang
yang meriwayatkan kepadanya dari Muhammad ibn Ka’b, dengan matan sebagai
berikut : ”Mintalah kepada Allah dengan
(mengangkat) kedua telapak tanganmu,dan minta pada-Nya dengan membaliknya, dan
jika kau selesai, maka usaplah mukamu dengannya”.
Begitulah,
ikhwah fillah
sandaran kita untuk beramal dengan menyapu muka selepas salam sholat. Oleh karena
itu, jangan mudah gusar
melihat yang melakukannya. Kalau kita tidak suka, maka bagi kita amalan kita
dan bagi mereka amalan mereka, karena hal ini ternyata bukan bid’ah sebagaimana yang
dituduhkan oleh mereka, tetapi memiliki landasan dalil.
Mereka membantah : bagaimana kedudukan hadits –hadits
tersebut ?
Kita jawab : Menerima
dan mengamalkan hadis
Dhoif dalam segala jenis amalan yang berbentuk menganjurkan, mengancam (Fadhilah), dalam soal adab,
sejarah, ketatasusilaan, kisah tauladan, manaqib (biodata seseorang), sejarah
peperangan, dan seumpamanya adalah diHaruskan (dibolehkan). Perkara ini telah
disepakati (Ijmak) oleh para ulama’
seperti yang dinukilkan oleh Imam al-Nawawi, Ibn Abdul Barr dan selain mereka.
Malah Imam al-Nawawi menukilkan pandangan ulama’ bahwa dalam hal-hal tersebut
disunatkan beramal dengan hadis Dhoif. Lagi pula hadits-hadits diatas
sebagian adalah hasan dan hadits –hadits dho’ifnya bisa naik derajat menjadi
hasan li ghairihi.
Bahkan, Sesungguhnya
para Ulama’
menukilkan daripada Imam Ahmad bin Hanbal bahwa dalam soal hukum-hakam, beliau
berpegang dengan hadis yang Dhoif (jika ditampung keDhoifan tersebut dengan
kemasyhuran hadis terbabit). Beliau juga mengutamakan hadis Dhoif dari
pandangan akal. Beliau mengambil hadis-hadis Dhoif pada perkara-perkara halus
(seperti akhlak) dan fadhoil. Seperti itu juga Ibnu Mubarak, al-Anbari, Sufiyan
al-Thawri dan di kalangan pemuka-pemuka umat r.ahum. Wallahu’alam.
(rujukan : : AL Majmu’ Juz 4 hal 81 Atahdzir
wattanwir Juz 11 hal 318 Al Mughniy Juz 1 hal 278 Bughyatul Mustarsyidin“,
kitab masyhur himpunan Sayyid ‘Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin ‘Umar
Ba ‘Alawi, halaman 49,
Fathul Mu’in,
Fathul Bari, Imam Ibn Rajab Kitabusshalat Juz 7 hal 178 dan hal 201 Ibbanatul
Ahkam: Imam Alwi bin Abbas al maliki Jawaban Habib Munzir Almusawa tentang Fiqh
Shalat Munyatul Musholli, halaman 18, Syaikh Daud bin ‘Abdullah al-Fathoni
Mukhtasar Harari, 17 rukun shalat, hal 17 Shahih muslim Shahih Bukhari Sunan
Imam Baihaqi Alkubra Juz 2 hal 211 Bab Raf’ul yadayn filqunut Sunan Imam
Baihaqi ALkubra Juz 3 hal 41 Syarh Nawawi Ala shahih Muslim Bab Dzikr Nida Juz
3 hal 324, dan banyak lagi Syarah Shahih Bukhari li Ibn Batthal Juz 3 hal 424
Syarah Safinatunnajah Sifat salat nabi, syaikh nasiruddin albany)
0 comments
Post a Comment