Taubatan nashuha (taubat bersungguh-sungguh)


Taubat nashuha (taubat yang sungguh-sungguh) ialah kembalinya seorang hamba kepada Allah Ta’ala dari dosa yang pernah dia lakukan baik karena sengaja atau lupa dengan kembali secara benar, ikhlas, percaya, dan berhukum dengan ketaatan yang akan menghantarkan hamba tersebut kepada kedudukan golongan orang-orang yang dicintainya.
Di antara hal yang memperkuat akan wajibnya taubat nashuha untuk dilakukan secara berkelanjutan dan secepat mungkin adalah bahwa manusia manapun tidak akan pernah lepas dan tidak akan selamat dari kekurangan, namun setiap makhluk bertingkat-tingkat dalam kekurangan tersebut sesuai dengan takdirnya masing-masing, bahkan pada dasarnya mereka pasti memiliki kekurangan. Sehingga hal tersebut harus ditutupi dengan taubat nashuha. Allah Ta’ala telah menganjurkan untuk melakukan taubat dan beristighfar, karena hal itu lebih baik daripada gemar melakukan dosa secara terus-menerus.
Allah berfirman:
“…Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengadzab mereka dengan adzab yang pedih di dunia dan akhirat dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.” (QS. At-Taubah 74)


Dan demikian pula, di ayat lain, Allah SWT telah memerintahkan kita untuk bertaubat dari dosa-dosa kita.
At-Tahrim ayat 8 :
hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan Taubat yang seikhlas-ikhlasnya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan melebur amal-amal kejelekanmu dan memasukkan kamu ke dalam sorga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, pada hari dimana Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia.
Ali Imron ayat 135-136 :
Dan orang-orang yang bila mereka mengerjakan perbuatan yang keji atau menganiaya diri mereka, maka mereka akan ingat kepada Allah lalu meminta ampun atas dosa-dosa selain Allah. Dan mereka tiada terus menerus (menetapi) apa yang telah mereka perbuat dan mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka, beberapa kebun yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka abadi di dalamnya dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.
 Al-Maidah ayat 4 :
Apakah mereka tiada bertobat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya Dan Allah itu adalah Maha Pengampun dan Maha Kasih Sayang.
An-Nisa ayat 17-18 yang artinya:
Sesungguhnya taubat itu bagi Allah adalah untuk orang-orang yang melakukan amal kejelekan Karena tidak mengerti, kemudian mereka bertaubat dalam waktu dekat, maka mereka itulah Allah akan menerima taubatnya, dan adalah Allah itu Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Dan tiadalah taubat itu bagi orang-orang yang mengerjakan amal-amal kejelekan, sehingga manakala datang maut kepada salah seorang dari mereka maka ia berkata: “sesungguhnya saya sekarang bertaubat; dan tidak (juga) bagi orang-orang yang mati sedangkan mereka itu kafir, mereka itu kami sediakan ntuknya siksa yang pedih.

Demikian pula para Nabi dan Rasul-Rasul Allah Ta’ala, mereka senantiasa menganjurkan kaum-kaum mereka untuk bertaubat karena manusia tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap anak Adam adalah bersalah dan sebaik-baiknya orang yang melakukan kesalahan adalah mereka yang mau bertaubat” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya para hamba tidak melakukan dosa niscaya Allah akan menciptakan makhluk lain yang melakukan dosa, kemudian Allah akan mengampuni mereka, dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”  (HR. Al-Hakim )
Semoga kita sebagai hamba Allah menyadari kekurangan diri ini dan bersegera melakukan taubat nashuha yang akan mensucikan ruh dari segala kotoran-kotorannya dan membersihkan hati dari karatnya. Karena dosa-dosa adalah raan (karat) yang melekat pada hati dan penghalang dari segala hal yang dicintai dan berpaling dari hal-hal yang akan menjauhkan  hati dari sesuatu yang dicintai secara syara’ adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Sesungguhnya apabila seorang mukmin melakukan dosa, maka akan terjadi bintik hitam di dalam hatinya. Jika ia bertaubat dan melepaskan dosa tersebut serta beristighfar, maka hatinya akan dibersihkan. Namun, jika ia menambah dosanya, maka bintik hitam tersebut pun akan bertambah sehingga menutupi hatinya. Maka itulah yang dimaksud dengan raan (karat) yang disebutkan oleh Allah dalam kitab-NYA: “Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka” (QS. Al Muthaffifin: 14)
Syarat-syarat Taubat
Agar taubat yang dilakukan oleh seseorang termasuk dalam kategori taubat sebenarnya (taubat nasuha) maka haruslah memenuhi ketentuan-ketentuan Islam.
1.Meyesali perbuatan dosa yang dilakukan.
Yang pertama  dilakukan oleh hamba yang terperosok dalam kubangan maksiat adalah hendaknya ia menyesal. Penyesalan diwujudkan dengan ucapan istighfar yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh, yakni, diiringi dengan hati yang juga turut menyesalinya.
Nabi Muhammad SAW bersabda : “penyesalan itu adalah taubat” (HR. Ibnu Majah dan Ibnu Ma’qil)
2. meninggalkan maksiat yang dikerjakannya tersebut
Tentu bukan taubat namanya, jika seseorang beristighfar kepada Tuhannya, namun dia tidak juga berhenti dari dosanya tersebut. Maka orang bertaubat, tidak boleh tidak, dia harus berhenti dari kemaksiatan yang dikerjakannya dan mengiringinya dengan amal shalih untuk menutupi dosa-dosanya. Firman Allah : “ Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Hud : 114)

3. Keinginan yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa.
Dan termasuk syarat yang tidak boleh ditinggalkan bagi orang yang bertaubat adalah, dia berjanji tidak akan mengulangi dosa tersebut. Karena keinginan mengulangi dosa, menunjukkan ketidaksungguhannya bertaubat dari dosa tersebut.
Satu hal yang harus diingat, jika dosa itu berkaitan dengan hak-hak manusia maka selain persyaratan di atas, ada syrata ke-empat yaitu orang yang bertaubat itu juga harus meminta maaf kepada orang yang disakiti. Selain itu juga harus mengembalikan milik orang tersebut jika ia mengambilnya.
Penyesalan yang benar dan ikhlas mendorong kita untuk memperbaiki diri, menebus perbuatan jahat dengan perbuatan baik, meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta menimbulkan tekad dan niat untuk tidak berbuat maksiat dan dosa lagi selama-lamanya. Wallahu’alam.


0 comments

Post a Comment