air musta'mal

بسم الله الرحمن الرحيم


Secara umum, air musta’mal dapat didefinisikan sebagai air sedikit yang telah digunakan untuk bersuci. Namun,  mengenai definisi secara khusus air musta`mal,  di antara fuqoha mazhab masih terdapat variasi perbedaan. Hal ini diantaranya disebabkan karenaulama’ tersebut  berbeda pendapat mengenai batasan air yang sedikit.
Berikut ini pengertian air musta’mal dan hukum-hukumnya menurut mazhab empat yang merupakan mu’tamad (pegangan/rujukan)  Ahlussunnah wal Jama’ah :
Mazhab Syafi’i
Air musta`mal dalam pengertian madzhab syafii adalah air yang kurang dari dua qullah2 dan telah digunakan untuk mengangkat hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila digunakan dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`. Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari tubuh. Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. 1
Mazhab Maliki 
Air musta`mal dalam pengertian Malikiyah  adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats (barang najis).
Dan mereka mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah (makruh).3

Ulama Al-Hanafiyah
Sebagaimana mazhab Maliki, kalangan Hanafiyah mendefinisikan air musta’mal sebagai air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib). Tetapi secara lebih detal, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.4

Ulama Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesuatu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.

Demikian penjelasan tentang air musta’mal. Dan silahkan kita memilih dari sekian pendapat tersebut yang kita rasa paling rajih,sesuai dan menurut kesanggupan kita. Wallahu’alam.

 ----------------------
1.     Mughni Al-Muhtaj juz 1/20, dan Al-Muhazzab jilid 5.
2.     Ukuran volume air ini pasti asing buat telinga kita. Sebab ukuran ini tidak lazim digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume benda cair dengan liter, kubik atau barrel. Sedangkan istilah qullah adalah ukuran yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati.
Sayangnya, ukuran rithl ini pun tidak standar di beberapa negeri Islam. 1 rithl buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran 1 rithl buat orang Mesir. Walhasil, ukuran ini agak menyulitkan juga sebenarnya.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir  mengukur 2 qullah dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl. Lucunya, begitu orang-orang di Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl juga, jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat volume 2 qullah itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume 1 rithl Baghdad berbeda dengan volume 1 rithl Mesir dan volume 1 rith Syam.
Lalu sebenarnya berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran standar besaran international dimasa sekarang ini?
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyata Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
3.     Lihat As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.
4.     Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.




0 comments

Post a Comment