بسم الله الرحمن الرحيم
Secara umum, air musta’mal dapat
didefinisikan sebagai air sedikit yang telah digunakan untuk bersuci.
Namun, mengenai definisi secara khusus
air musta`mal, di antara fuqoha mazhab
masih terdapat variasi perbedaan. Hal ini diantaranya disebabkan karenaulama’
tersebut berbeda pendapat mengenai
batasan air yang sedikit.
Air musta`mal dalam pengertian Malikiyah adalah air yang telah digunakan untuk
mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu`
atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan
khabats (barang najis).
Dan mereka mengatakan bahwa yang musta`mal
hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun
yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan
mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah.
Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air
yang lainnya meski dengan karahah (makruh).3
Ulama Al-Hanafiyah
Sebagaimana mazhab Maliki, kalangan Hanafiyah
mendefinisikan air musta’mal sebagai air yang telah digunakan untuk mengangkat
hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib). Tetapi secara lebih
detal, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang
membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu
langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa
wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi
musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa
mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi
untuk wudhu` atau mandi.4
Ulama Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air
yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar
(mandi) atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali
pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun
aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun
termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau
membasuh sesuatu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air
musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau
mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk
berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru
jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi,
lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` / mandi lagi
dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal.
Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang
jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak
mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Demikian penjelasan tentang air musta’mal. Dan silahkan
kita memilih dari sekian pendapat tersebut yang kita rasa paling rajih,sesuai
dan menurut kesanggupan kita. Wallahu’alam.
juz
2.
Ukuran volume air ini pasti asing
buat telinga kita. Sebab ukuran ini tidak lazim digunakan di zaman sekarang
ini. Kita menggunakan ukuran volume benda cair dengan liter, kubik atau barrel.
Sedangkan istilah qullah adalah ukuran yang digunakan di masa Rasulullah SAW
masih hidup. Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir
pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran
rithl yang
sering diterjemahkan dengan istilah kati.
Sayangnya, ukuran
rithl ini pun tidak standar di beberapa negeri Islam. 1 rithl buat orang
Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran 1 rithl buat orang Mesir. Walhasil,
ukuran ini agak menyulitkan juga sebenarnya.
Dalam banyak kitab
fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi
kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir
mengukur 2 qullah dengan ukuran rithl
mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl. Lucunya, begitu
orang-orang di Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya
rithl juga, jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat
volume 2 qullah itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume 1 rithl
Baghdad berbeda dengan volume 1 rithl Mesir dan volume 1 rith Syam.
Lalu sebenarnya
berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran standar besaran international dimasa
sekarang ini?
Para ulama
kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan
ternyata Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian
disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
3.
Lihat As-Syahru As-Shaghir 37/1-40,
As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31,
Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.
4.
Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan
seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir
58/1,61.
0 comments
Post a Comment