بسم الله الرحمن الرحيم
Kalau kita mau mencermati dengan baik,
perkembangan paham liberal khususnya di Indonesia sudahlah mencapai
taraf yang sangat mengkhawatirkan. Di Indonesia, gagasan Islam Liberal
diteliti oleh Dr. Greg Barton yang ditulis dalam disertasi doktornya di
Monash University, Melbourne, Australia. Disertasi itu memfokuskan
kepada empat tokoh penarik gerbong liberalisme di Indonesia yaitu,
Abdurrahman Wahid (Gus Dur, mantan presiden RI ke-4), Dr. Nurcholis
Majid (ketua yayasan Paramadina), Johan Efendi (sekertaris Gus Dur di
istana) dan Ahmad Wahid (telah wafat). Berikut ini adalah beberapa
tokoh penyebar paham liberalisme dan beberapa pernyataan mereka yang
sangat membahayakan bagi aqidah dan keyakinan umat Islam.
1. Prof. Dr. Nurcholish Madjid (alm.)
Seorang alumni Chicago Amerika 1984/1985 dikenal melontarkan gagasan
sekularisasi, dan menerjemahkan kalimah syahadat menjadi tiada tuhan (t
kecil) selain Tuhan (T besar). Dia juga menyetujui pernikahan antara
wanita muslim dengan pria non muslim.
2. Ahmad Wahib (mendiang), (orang HMI
–Himpunan Mahasiswa Islam—yang diasuh oleh beberapa pendeta Nasrani
kemudian kuliah di Sekolah Tinggi Filsafat-Teologia katolik Driyarkara
di Jakarta. Dia sangat liberal dan berfaham semua agama sama, hingga
Karl Marx pun surganya sama dengan surga Nabi Muhammad saw).
3. Djohan Effendi (orang HMI yang resmi
menjadi anggota Ahmadiyah di Jogjakarta, dan memasarkan faham liberal
serta pluralisme agama dengan Ahmad Wahib dalam training-training HMI.
Kemudian menyunting buku catatan Harian Ahmad Wahib, Pergolakan
Pemikiran Islam bersama Ismet Nasir keluaran Driyarkara sebagaimana
Ahmad Wahib. Buku itu menggegerkan umat Islam tahun 1982, dan oleh MUI
(Majelis Ulama Indonesia) pimpinan KH Syukri Ghazali dan KH Hasan
Basri, buku itu harus dicabut. Namun buku itu didukung oleh bekas
menteri agama, Mukti Ali, dan surat dari Litbang Departemen Agama
dengan alasan bahwa buku itu ilmiyah. Pemrotes utama selain MUI dan
para pemuda Islam adalah Prof Dr HM Rasjidi mantan menteri agama RI
pertama).
4. Masdar F Mas’udi Memiliki gagasan
agar ibadah haji tiap tahun itu waktunya diperluas, bukan hanya pada
bulan Dzulhijjah. Karena di dalam Al-Qur’an disebutkan, Al-Hajju
asyhurun ma’luumaat, ibadah haji itu pada bulan-bulan tertentu, yaitu
Syawal, Dzulqo’dah dan Dzulhijjah. Maka, menurut Masdar, ayat Al-Qur’an
itu jangan dikorbankan oleh hadits al-Hajju ‘Arofah, ibadah haji itu
Arafah (9 Dzulhijjah di padang Arafaf)
5. Azyumardi Azra
6. Ulil Abshar-Abdalla Lahir di Pati,
Jawa Tengah, 11 Januari 1967. Menyelesaikan pendidikan menengahnya di
Madrasah Mathali’ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah yang diasuh oleh
KH. M. Ahmad Sahal Mahfudz (wakil Rois Am PBNU periode 1994 1999).
Pernah nyantri di Pesantren Mansajul ‘Ulum, Cebolek, Kajen, Pati, serta
Pondok Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang. Alumni Fakultas Syari’ah
LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab) Jakarta, dan pernah
mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara.
Sekarang mengetuai Lakpesdam (Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber
Maya Manusia) Nahdlatul Ulama, Jakarta, sekaligus juga menjadi staf di
Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta, serta Direktur Program
Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP). Ia juga tercatat
sebagai Penasehat Ahli Harian Duta Masyarakat. “Islam liberal
menghendaki bentuk pemahaman Islam yang lain, yakni pemahaman yang
menempatkan semua perbedaan firqah, mazhab, isme, pandangan, ideologi,
aliran dan lain-lainnya sebagai sebuah kekayaan Islam, dan tidak boleh
disesatkan atau dikafirkan. Hanya dengan begitu Islam menjadi suatu
peradaban yang kaya. Islam akan menyempit menjadi agama yang kerdil
jika orang-orang yang berpandangan picik bahwa pemahamannya sendiri
adalah paling benar.” “Dalam menghukumi sesutau “bathal” atau “haq”,
kita harus memakai dua instrumen: wahyu dan akal. Tidak bisa hanya
dengan wahyu. Oleh karena itu, saya keberatan sekali dengan tindakan
ceroboh para kaum fundamentalis yang mengobral ayat dan hadis, tetapi
mengabaikan penalaran akal sehat. Ala kulli hal, apa yang saya tulis
ini belum tentu benar. Sebab hanya Allah lah yang tahu mana yang benar
mana yang salah. Kita hanya berusaha untuk benar.” Di dalam artikelnya
yang berjudul Syariat Islam ia mengatakan “Karena itu, ide mengenai
negara agama harus ditolak. Kalau umat Islam mau mengatur hidup mereka
berdasarkan agama, itu hak mereka sendiri, tetapi tidak boleh meminta
negara mengatur itu karena negara merupakan lembaga milik publik. Jadi,
kalau agama mau mengatur kehidupan publik, harus dibicarakan dulu oleh
publik”.
7. SUMANTO AL QURTHUBI “Jika kelak di
akhirat, pertanyaan di atas diajukan kepada Tuhan, mungkin Dia hanya
tersenyum simpul. Sambil menunjukkan surga-Nya yang Mahaluas, di sana
ternyata telah menunggu banyak orang, antara lain; Jesus, Muhammad,
Sahabat Umar, Gandhi, Luther, Abu Nawas, Romo Mangun, Bunda Teresa,
Udin, Baharudin Lopa, dan Munir!” (Sumanto Al-Qurtuby, dari buku Lubang
Hitam Agama). Berikut ini beberapa kutipan statemen ataupun
pernyataannya di dalam karyanya yang berjudul Lubang Hitam Agama :
“Bahkan sesungguhnya hakekat Al-Qur’an bukanlah ‘teks verbal’ yang
terdiri atas 6666 ayat bikinan Utsman itu melainkan gumpalan-gumpalan
gagasan.” “Al-Qur’an bagi saya hanyalah berisi semacam ‘spirit
ketuhanan’ yang kemudian dirumuskan redaksinya oleh Nabi.” “Seandainya
(sekali lagi seandainya) Pak Harto berkuasa ratusan tahun, saya yakin
Pancasila ini bisa menyaingi Al-Qur’an dalam hal ‘keangkeran’
tentunya.” “Di sinilah maka tidak terlalu meleset jika dikatakan,
Al-Qur’an, dalam batas tertentu, adalah “perangkap” yang dipasang
bangsa Quraisy (a trap of Quraisy).”
8. SITI MUSDAH MULIA Lahir di Bone,
Sulawesi Selatan, 3 Maret 1958, adalah Ahli Peneliti Utama Bidang
Lektur Keagamaan, Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Departemen
Agama. Menamatkan Program Sarjana (S1) di IAIN Alauddin Makassar (1982)
dan Program Pascasarjana (S2 dan S3) di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (1992 dan 1997). Penulis buku Kesetaraan dan Keadilan Gender
dalam Perspektif Islam.
STRATEGI PERKEMBANGAN FAHAM LIBERAL DI INDONESIA
1. Sekularisasi dan Sekularisme Sejak
permulaan tahun 1970 isu sekularisasi di Indonesia telah dilancarkan
oleh seorang sarjana agama yang bernama Drs. Nurcholis Madjid yang
ketika itu menjawat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI).
2. Pluralisme Agama “Jadi, pluralisme
sesungguhnya adalah sebuah aturan Tuhan (sunnatullah) yang tidak akan
berubah, sehingga juga tidak mungkin dilawan atau diingkari.”
(Nurcholis Madjid, dari buku Islam Doktrin dan Peradaban). Semua agama
sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling
benar.” (Ulil Abshar Abdalla, dari majalah GATRA, 21 Desember 2002).
Yang dimaksudkan dengan pluralisme agama adalah faham yang menyamakan
semua agama. Faham ini lahir sebagai akibat sekularisme and proses
sekularisasi masyarakat Barat.
3. Feminisme Gerakan feminisme Barat
yang bertujuan mewujudkan persamaan laki-laki dan perempuan (gender
equality), juga mempengaruhi pemikiran Islib. Feminisme ala Islib
biasanya menuntut persamaan hukum-hakam syariah antara lelaki dan
wanita. Diantara aqidah sesat feminisme adalah :
1. Poligami tidaklah sah dan mesti dinyatakan batal secara undang-undang.
2. Menghalalkan perkahwinan yang berbeda agama, termasuk antara Muslimah dan bukan Islam.
3. Masa ‘iddah bukan hanya untuk wanita sahaja, tapi juga untuk laki-laki. Masa ‘iddah laki-laki adalah 130 hari.
4. Isteri boleh juga menjatuhkan talak.
5. Bagian warisan anak laki-laki dan anak wanita adalah sama.
0 comments
Post a Comment