بسم الله الرحمن الرحيم
Hadits
dipertanyakan. Tidak aneh. Sedangkan al-Quran pun digugat. Bahkan Islam
dan Allah sendiri bisa dihujat. Semua itu lagu lama kaum liberal yang
diputar-ulang untuk mengusik telinga awam.
Kalau demikian sikap kita terhadap Islam, apa lagi yang bisa
tinggal dari Islam ini? Tidak ada. Islam hanyalah sebuah teks lama
(dongeng orang-orang dahulu) [QS 68:15] yang bisa ditafsirkan seenak
perut kita, selentur lidah kita dan selincah jemari kita memainkan pena
atau keyboard. Akibatnya apa? Karena kehilangan pegangan, ummat
tercerai-berai pada versi Islam masing-masing. Akhirnya apa? Islam
hanya tinggal nama yang terserak dan terselip dalam paham-paham
liberal.
Itulah impian kaum liberal (kuffar) yang --demi Allah-- tidak akan
bisa terwujud! Karena Islam adalah agama terakhir yang diturunkan di
akhir zaman. Allah telah menjamin eksistensi Islam hingga hari kiamat.
Jaminan dan penjagaan dari Allah itulah yang terealisir dengan sangat
menakjubkan namun manusiawi lewat tangan-tangan Ulama' dan Mujahid yang
mengawal Islam dengan pena dan pedangnya. Musthalah Hadits merupakan
salah satu dari fenomena penjagaan Islam. Disebut manusiawi karena
merupakan kerja banyak orang dari generasi ke generasi, bukan kerja
malaikat. Menakjubkannya karena tidak ada satupun sistim dan metode
penulisan sejarah yang setara dengan kerapian dan ketelitian Hadits.
Ajaib tapi manusiawi itulah kehalusan rekayasa Tuhan.
Simpelnya, Islam itu ialah Agama yang diturunkan oleh Allah dan
disampaikan oleh Rasulullah (SAW) kemudian diimani dan diamalkan oleh
para Sahabatnya. Itulah Islam. Abu Lahab, Abu Jahal, dan abu-abu
lainnya yang tidak beriman dengan wahyu dan risalah yang dibawa oleh
Muhammad, tentu saja mempunyai versi dan persepsi tersendiri terhadap
Islam. Jadi sama-sama menilai dan berbicara tentang Islam. Tapi
kira-kira seorang yang beriman mau menerima Islam versi siapa?
Kenapa Abu Hurairah yang terbanyak menyampaikan hadits? Kenapa
redaksi hadits berbeda-beda? Bukankah Nabi pernah melarang orang
menuliskan hadits? Dan aneka macam kenapa-koq kenapa-koq yang lain.
Padahal semua gugatan tersebut telah dijawab dengan gamblang oleh para
ulama kita. Saya hanya mau mengutip sedikit jawaban ringkasnya.
Selebihnya baca sendiri dari kitab2 ulama.
Kenapa Abu Hurairah yang terbanyak menyampaikan hadits? Karena Abu
Hurairah dikaruniai kekuatan hafalan dan dia fokus memburu hadits.
Tentang "riwayah bil-ma'na" dan redaksi yang berbeda-beda? Itulah
perbedaan nilai orisinalitas Hadits dengan Quran. Tapi yang pasti para
perawi hadits sangat berhati-hati dalam menjaga akurasinya dengan
redaksi Nabi. Kalau punya waktu, silakan kumpul seluruh hadits yang
matan (redaksi)nya serupa tapi tak sama. Niscaya bisa anda simpulkan
sendiri bahwa deviasi perbedaannya amat-sangat kecil (kecuali sebagian
kecil diantaranya yang amat-sangat sedikit). Sangat manusiawi. Tentang
Nabi pernah melarang menulis hadits? Itu salah satu upaya preventif
agar Hadits tidak bercampur dengan Al-Quran. Tentang Umar pernah
melarang orang terlalu banyak meriwayatkan Hadits? Mungkin ya dalam
kondisi tertentu dan terhadap orang-orang tertentu. Dan jangan menutup
mata terhadap fakta bahwa Umar termasuk orang yang getol mencari dan
meriwayatkan Hadits serta menjadikan Hadits sebagai sumber ilmu dan
hukum.
Jadi? Semua pertanyaan ada jawabannya, setiap gugatan ada pembelaannya. Jangan bimbang dan ragu!
Tapi yah begitulah kerja filsafat liberal. Orang bisa membuat
ribuan pertanyaan dan ribuan jawabannya kemudian dipertanyakan lagi
lalu dibantah lagi. Demikian seterusnya. Kapan kita bisa berhenti pada
satu jawaban yang konkrit dan definitif? Tidak akan, dan bagi kaum
liberal hal itu tidaklah penting. Bagi mereka, biarlah semua orang
terombang-ambing dalam nilai-nilai yang serba relatif-spekulatif.
Padahal maut setiap saat mengintai dan masa depan akhirat adalah pasti.
Apakah seperti itu pola pikir dan sikap orang yang beriman dengan Wahyu
dan Agama?
Bagi orang yang beriman, Islam yang bersumber dari al-Quran dan
as-Sunnah yang dijelaskan secara lurus dan lugas, itulah yang
menenangkan hatinya dan mereka tunduk berserah-diri dengannya.
Sedangkan bagi orang yang jahil, pengikut hawa-nafsu dan ingkar, Islam
model tafsir-bebas itulah yang menyenangkan hatinya..
Sekali
lagi, Islam --demikian pula sejarah Islam dan ummat Islam-- bisa
ditinjau dari beragam versi dan persepsi. Jangan dikira para ulama kita
(termasuk para Ahlul Hadits) tidak mengetahui dan menutup mata terhadap
pelbagai drama sejarah, konflik dan intrik politik tersebut. Para ulama
kita maklum dan mafhum.
"kritik hadits" sebetulnya dipelopori oleh para Ulama Hadits
sendiri. Didorong oleh kesadaran akan pentingnya Hadits sebagai sumber
hukum dalam Islam, mereka melakukan proses penyaringan Hadits secara
ketat. Kegiatan tersebut berpijak atas asumsi yang telah disepakati
yaitu bahwa Islam adalah agama terakhir yang dijamin kelestariannya
oleh Allah hingga Hari Akhir dan bahwa Sunnah Rasulullah saw merupakan
sumber hukum Islam.
Maka dari hal itu dibangunlah paradigma "kritik hadits" yang
bertujuan untuk mendapatkan hadits shahih yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Maka disusunlah metode seleksi,
verifikasi dan kodifikasi hadits yang sangat canggih yang disebut
Musthalah Hadits. Ajaib dan manusiawi. Itulah "kritik hadits" versi
orang beriman!
Adapun dari orang liberal biasanya tidak memiliki hal tersebut
(asumsi, paradigma dan metodologi) itu. Akibatnya, kritik hadits yang
mereka tawarkan semata-mata bertujuan untuk menjatuhkan atau melemahkan
posisi hadits sebagai sumber hukum. Modal mereka hanyalah pisau analisa
sejarah yang dimainkan dengan logika berpikir yang relatif dan
subjektif. Pendeknya, tidak ilmiah! Dengan cara begitu, semua orang
bisa saja melempar seribu-satu macam kesangsian terhadap Hadits maupun
Quran.
Kalau dibahasakan secara formal-legalistik; sebelum memulai
kegiatan "kritik hadits" para ulama terlebih dahulu MENGINGAT adanya
dalil-dalil qath'i (al-Quran) tentang asumsi di atas, kemudian
MENIMBANG tentang fakta banyaknya beredar hadits palsu, setelah itu
barulah mereka MEMUTUSKAN dan MENETAPKAN kriteria dan prosedur
verifikasi hadits secara cermat dan teliti. Kaum liberal hanya
mempertimbangkan fakta dan tidak mengingat kedua asumsi dasar keimanan
tersebut.
0 comments
Post a Comment