Sepintas tentang Thariqat

بسم الله الرحمن الرحيم

SEPINTAS TENTANG THARIQAT


Kata thariqat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah),
(4) keadaan (al-halah).

Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), thariqat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.

Dengan demikian thariqat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, thariqat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.

Pengertian diatas menunjukkan Thariqat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu'tabarah (thariqah yang mahsyur) seperti al-Ahadiyyah, Thariqat Qadiriyah, Thariqat Naksibandiyah, Thariqat Rifa'iah, Thariqat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata thariqat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan thariqat besar dan kenamaan. Misalnya Thariqat Sulaiman Gayam (Bogor), Thariqat Khalawatiah Yusuf (Suawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja. bahkan tidak sedikit aliran menyimpang dalam islam diberi nama thariqat.



KAPANKAH LAHIRNYA THARIQAT ?


Thariqat adalah salah satu tradisi keagamaan dalam Islam yang sebenarnya sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, perilaku kehidupan beliau sehari-hari adalah paktek kehidupan rohani yang dijadikan rujukan utama oleh para pengamal thariqoh dari generasi ke generasi sampai kita sekarang.

Lihat saja, misalnya hadis yang meriwayatkan bahwa ketika Islam telah berkembang luas dan kaum Muslimin telah memperoleh kemakmuran, sahabat Umar bin Khatab RA. berkunjung ke rumah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika dia telah masuk di dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba (tempat air) yang biasa beliau gunakan unuk berwudlu’. Keharuan muncul di hati Umar RA. yang kemudian tanpa disadari air matanya berlinang. Maka kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurnya: ”Gerangan apakah yang membuatmu menangis, wahai sahabatku?” Umar pun menjawabnya: “Bagaimana aku tidak menangis, Ya Rasulullah ? hanya seperti ini keadaan yang kudapati di rumah tuan. Tidak ada perkakas dan tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di tangan tuan telah tergenggam kunci dunia timur dan dunia barat, dan kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab: “Wahai Umar aku ini adalah Rasul Allah. Aku bukan seorang kaisar dari Romawi dan juga bukan seorang Kisra dari Persia. Mereka hanyalah mengejar duniawi, sementara aku mengutamakan ukhrawi.”

Suatu hari Malaikat Jibril As. datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. setelah menyampaikan salam dari Allah Swt, dia bertanya: “Ya Muhammad, manakah yang engkau sukai menjadi Nabi yang kaya raya seperti Sulaiman As atau menjadi Nabi yang papa seperti Ayub As?” Beliau menjawab: ”Aku lebih suka kenyang sehari dan lapar sehari. Disaat kenyang, aku bisa bersyukur kepada Allah Swt dan disana lapar aku bisa bersabar dengan ujian Allah Swt.”

Apa yang dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah ramalan, karena beliau pantang untuk meramal. Tetapi adalah suatu ikhbar bil mughayyabat (peringatan) kepada umatnya agar benar-benar waspada terhadap godaan dan tipu daya dunia.

Sepeninggal Nabi pun, ternyata apa yang beliau sabdakan itu menjadi kenyataan. Fitnah yang sangat besar terjadii di separoh terakhir masa pemerintahan Khulafaurrasyidin. Dan lebih hebat lagi terjadi di zaman Daulah Bani Umayyah, dimana sistem pemerintahan telah mirip dengan kerajaan. Penguasa memiliki kekuasaan yang tak terbatas, yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan pribadi mereka, keluarga atau kelompoknya dan mengalahkan kepentingan rakyat kebanyakan. Dan akhirnya berujung pada munculnya pemberontakan yang digerakkan oleh golongan Khawarij, Syiah,dan Zuhhad.

Hanya saja ada perbedaan diantara mereka. Kedua golongan yang pertama memberontak dengan motifasi politik, yakni untuk merebut kekuasaan dan jabatan, sementara golongan terakhir untuk mengingatkan para penguasa agar kembali kepada ajaran Islam dan memakmurkan kehidupan rohani, serta untuk menumbuhkan keadilan yang merata bagi warga masyarakat. Mereka berpendapat bahwa kehidupan rohani yang terjaga dan terpelihara dengan baik akan dapat memadamkan api fitnah, iri dengki dan dendam.

Meskipun saat itu Daulat Bani Umayyah merupakan pemerintahan yang terbesar di dunia, dengan wilayah kekuasaan yang terbentang dari daratan Asia dan Afrika di bagian timur sampai daratan Spanyol Eropa di bagian barat, pada akhinya mengalami kehancuran. Pengalaman dan nasib yang sama juga dialami oleh Daulah Bani Abasiyah. Meskipun saat itu jumlah umat Muslim sangat banyak dan kekuasaan mereka sangat besar, tetapi hanya laksana buih di lautan atau kayu yang dimakan anai-anai, sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas. Semua itu dikarenakan fakor hubb al-dunya (cinta dunia) dan karahiyat al-maut (takut menghadapi kematian). Sebab yang tampak makmur hanya kehidupan lahiriyah/duniawi, sementara kehidupan rohani/batiniyah mereka mengalami kegersangan. Inilah yang menjadi motifasi golongan Zuhhad.

 
ANTARA THARIQAT SESAT DAN THARIQAT HAQ

Thariqat merupakan bagian terpenting daripada pelaksanaan syariat Islam di bidang Tasawuf. Mempelajari ilmu Tasawuf dengan tidak mengetahui dan melakukan thariqat dianggap sia-sia.

Menurut Imam Al-Ghazali, “Thariqat adalah sebagian perjalanan syariat batiniah.” Walau bagaimanapun untuk menjalani thariqat, menurut Imam Malik dan Imam Al-Ghazali, memerlukan kekuatan di bidang ilmu syariat terutama di bidang Usulluddin (Tauhid).

Kelebihan ilmu thariqat amat banyak. Menurut Imam Al-Ghazali di dalam kitabnya Al-Munkizu Minadh-dhalalah bahwa kelebihan ilmu thariqat itu akan menjadikan seseorang yang menjalaninya mempunyai akhlak yang mulia (lahir dan batin) menepati akhlak nabi.

Kata Syeikh Muhammad Al-Sulaiman, “Barangsiapa yang menjalani ilmu thariqat ia akan mendapat kemenangan di dunia dan akhirat serta kesudahan matinya dalam kebajikan (Husnul Khatimah). Ahli-ahli thariqat senantiasa bersifat tawadhu’ dan menjauhi takabbur (ego).

Kata Syeikh Ahmad Al-Rafaie : “Tidak ada jalan yang lebih mudah menghampiri diri dengan Allah kecuali melalui thariqat.”

Kata Syeikh Syed Muhammad Saman, “Orang yang bersusah payah dan bersungguh-sungguh menempuh jalan riadhatun nafsi (latihan melawan nafsu) dia akan mencapai derajat yang tinggi di sisi Allah.

Demikian kelebihan-kelebihan batin yang disebut di dalam kitab Sirrus Salikin tentang kelebihan thariqat. Sementara kelebihan zahariah pula ialah yang menjalani ilmu thariqat ia akan mendapat kekuatan ukhwah, mendapat pertolongan Allah dari tantangan musuh, menjadikan dia taat kepada pimpinan, gigih berjuang dan berkorban dan sebagainya.

Ini dibuktikan oleh kajian oleh pihak musuh Islam tentang sebab-sebab kekuatan umat Islam dahulu, sedangkan pada lahirnya mereka kelihatan lemah di bidang material, tapi susah untuk dihancurkan dan dijajah diri, akal dan jiwa mereka.

Laurens Of Arabian salah seorang orientalis dunia, telah membuat kajian tentang sebab-sebab kekuatan umat Islam dan didapati bahwa kekuatan umat Islam adalah karena di barisan hadapannya adalah terdiri daripada ahli-ahli tasawuf dan ahli-ahli thariqat. Mereka adalah orang yang paling gigih menentang penjajahan dan menangkis kepura-puraan yang ditaburkan oleh musuh-musuh Islam.

Laurens telah membuktikan hujjahnya dengan sejarah bagaimana gerakan Thariqat Idrisiah di Maghribi (Maroko) berjaya merebut kemerdekaan daripada penjajah.

Raja-raja kerajaan Osmaniah dan para tentaranya adalah terdiri daripada ahli-ahli thariqat. Mereka berkhalwat beberapa hari sebelum keluar berperang. Selain daripada itu pihak orientalis di atas arahan pihak kolonial telah menyelidik juga thariqat-thariqat, Idrisiah di Libya, thariqat Hatimiah di Swedia dan lain-lain di beberapa negara Islam, termasuk Kepulauan Melayu oleh Snouck Hurgronje orientalis Belanda di Indonesia.

Hasil kajian dan laporan yang diberikan kepada pemerintah kolonial itulah yang menyebabkan lahirnya kecurigaan terhadap gerakan thariqat dalam Islam.

Laurens Of Arabian telah diarahkan supaya menyelidiki masyarakat Islam dengan menyamar sebagai ulama dan mendalami ilmu Islam di Mekkah dan Mesir (Al-Azhar) dan ia bertemu dengan ratusan ulama yang besar dan masyhur.

Pihak penjajah memandang gerakan thariqat berbahaya. Mereka kemudian berusaha menyekat dan menghapus berbagai jaran thariqah. Di indonesia usaha mereka diwujudkan dengan mewajibkan guru-guru agama yang hendak mengajar agama terutamanya bidang thariqat untuk mendaftarkan diri dan mendaftarkan kitab-kitab yang hendak diajarkan.

Sementara di negara-negara Asia Timur, Laurens Of Arabia mengupah seorang ulama yang anti mazhab dan anti thariqat supaya menulis sebuah kitab menyerang thariqat. Kitab tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dunia dan dibiayai oleh para orientalis.


Akibatnya, kerajaan Arab Saudi setelah diambil alih oleh pemimpin yang bermazhab Wahabiah telah mengharamkan tasawuf dan thariqat, padahal  disanalah (Makkah dan Madinah) pada saat itu yang menjadi pusat gerakan thariqat.

Aliran paham anti tasawuf dan thariqat itu telah menguasai di pusat-pusat pengajian di timur tengah dan pusat pengajian di Eropa sehingga para pelajar termasuk di negara ini yang sekarang ini telah bergelar ulama, telah mengikut aliran itu.

Selain menggunakan media massa (buku dan majalah) untuk menghapuskan thariqat sufi, pihak musuh Islam juga menggunakan berbagai-bagai cara lain, diantaranya mereka menciptakan thariqat palsu yang sesat dan menyelundupkan shubhat-shubhat ke dalam gerakan thariqat.

Mereka menyusupkan para sufi palsu yang  mendakwa mendapat wahyu, dilantik menjadi nabi, menjadi Nabi Isa, Imam Mahdi dan sebagainya. Di antaranya yang jelas kepada kita ialah gerakan Qadiani, Bahai, Ismailiah di India pimpinan Agha Ghan dan lain-lain.

Seorang penulis barat A. J. Quine I dalam novelnya The Mahdi tentang bagaimana dua badan perisik dunia mewujudkan Al-Mahdi palsu untuk merusakkan keyakinan umat-umat Islam terhadap Al-Mahdi yang sebenarnya yang disebut oleh Nabi Muhammad SAW akan muncul di akhir zaman.

Gerakan thariqat palsu (sesat) telah dikembangkan di seluruh dunia dan ini menjadi alasan bagi ulama anti thariqat untuk menguatkan hujjah mereka bahwa thariqat bukan dari ajaran Islam termasuk bertawassul itu suatu perbuatan syirik.

Gerakan thariqat sesat ini  telah tersebar luas  di dunia termasuk di negara kita. Sehingga samarlah mana yang sebenar-benarnya ajaran Thariqat yang haq dan yang sesat itu. Bahkan kebanyakan manusia sudah sulit menemukan tasawwuf atau thariqat yang hakiki. Fenomena ini tidaklah aneh, bukankah sekarang ini kita banyak melihat  begitu banyak kebatilan yang di bungkus kebajikan ? Ataupun sebaliknya.

Ditengah fenomena talbisal haq bil batil (tercampurnya kebenaran dan kebatilan) sekarang ini. Sudah saatnya para ulama seperti MUI menurunkan fatwa tentang masalah yang satu ini. Yaitu menjelaskan kepada umat mana thariqah yang haq dan yang batil, agar umat tidak terperosok mengikuti ajaran thariqat sufi yang sesat dan menyesatkan.

Wallahu’alam.

0 comments

Post a Comment