Selain
itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah,
yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena
seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah”
(tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara
selain Allah).
Secara
historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
إبن تيمية: أول
بدعة ظهورا في الإسلام بدعة الخوارج
“Bid’ah
yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.”1
Kemudian
hadits‑hadits yang berkaitan dengan firaq
dan sanadnya benar adalah hadits‑hadits yang berkaitan dengan Khawarij, sedang
yang berkaitan dengan Mu’tazilah dan Syi’ah atau yang lainnya hanya terdapat
dalam Atsar Sahabat atau hadits lemah, ini menunjukkan begitu besarnya tingkat
bahaya Khawarij dan fenomenanya yang sudah ada pada masa Rasulullah saw. Di
samping itu Khawarij masih ada sampai sekarang baik secara nama maupun sebutan
(laqob), secara nama masih terdapat di daerah Oman dan Afrika Utara sedangkan
secara laqob berada di mana‑mana. Hal seperti inilah yang membuat pembahasan
tcntang firqah Khawarij begitu sangat pentingnya apalagi buku‑buku yang
membahas masalah ini masih sangat sedikit, apalagi Rasulullah saw. menyuruh
kita agar berhati‑hati terhadap firqah ini.
Fakta
munculnya Khawarij bukanlah pada masa Ali ra. sebagaimana sebagian para ahli
sejarah menyebutkan, tapi sudah muncul pada masa Utsman ra. baik secara ajaran
maupun dalam bentuk aksi nyata. Buku sejarah banyak menyebutkan ini seperti
buku sejarahnya Imam At‑Thabari dan Ibnu Katsir. Dalam buku tersebut orang yang
memberontak kepada Utsman ra. disebut Khawarij. Hal ini dikuatkan oleh fakta
sejarah berikutnya dimana mereka berhasil membunuh Utsman ra. Kemudian umat
Islam membai’at Ali ra. termasuk sebagian besar orang‑orang yang telah membunuh
Utsman ra. Sementara itu Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Aisyah, dan
sahabat yang lain keluar dan menuntut pembelaan terhadap Utsman ra. Ali ra. berkata,
“Saya setuju dengan pendapat Anda, tapi mereka sangat banyak dan bercampur
dalam pasukan kami.” Ali ra. menghendak masalah Khalifah diselesaikan dahulu
baru menyelesaikan orang‑orang yang membunuh Utsman. Kemudian antara pihak Ali
ra. dan Aisyah ra. sudah terjadi kesepakatan bahwa mereka tidak akan berperang
kecuali untuk menuntut pembunuh Utsman, tapi orang‑orang yang membunuh Utsman
membuat fitnah lagi dalam Perang Jamal. Mereka memisahkan diri jadi dua,
sebagian bersama Ali dan sebagian bersama Aisyah; dan mereka berdua saling
melempar lembing, dan satu sama lain mengatakan bahwa Ali telah berkhianat dan
Aisyah telah berkhianat, maka terjadilah apa yang terjadi dalam Perang Jamal.
Pada
waktu terjadi peperangan antara Ali ra. dengan Muawiyah ra., mereka juga
bersama Ali dalam suatu peperangan yang terkenal dalam sejarah disebut Perang
Shiffin. Dalam buku‑buku tarikh Syi’ah juga ditulis dalam buku‑buku tarikh
Sunnah, disebutkan ada pihak ketiga yang netral di antaranya Abdullah bin Umar,
Abu Musa Al‑Asyari, Zaid bin Tsabit, dan yang lainnya yang mencoba mengadakan
ishlah pada keduanya dan mempertemukan keduanya. Terjadilah suatu dialog antara
utusan Ali ra. dengan Muawiyah bin Abi Sofyan.
“Apakah
Anda memerangi Ali karena Anda ingin menjadi khalifah?” Muawiyah berkata, “Saya
tahu diri saya. Saya tahu diri saya jauh di bawah Ali, dan tidak ada dalam
benak saya keinginan untuk menjadi khalifah. Saya keluar berperang untuk
menuntut darah Utsman.” “Apa betul Anda tidak ingin menjadi khalifah?” Berkata
Muawiyah, “Andaikata Ali menyerahkan siapa pembunuh Utsman niscaya saya orang
yang pertama berbai’at.” Akan tetapi suasana dikacaukan oleh orang‑orang tadi
yang akhirnya terjadi Perang Shiffin.
Ketika
pihak Muawiyah hampir kalah, atas usulan Amru bin Al‑Ash untuk meletakkan
mushaf di pucuk pedang sebagai tanda ingin berunding. Ali ra. tahu bahwa ini
tipu daya tetapi orang‑orang Khawarij meminta Ali untuk menerimanya bahkan
memaksa dan mengancam:
لئن أتيت لنفعلنّ
بك كما فعلنا بعثمان لنقتلنك كما قتلنا عثمان
“Jika
engkau menolak, kami akan memperlakukan Anda sebagaimana kami memperlakukan
Utsman dan kami akan membunuh Anda sebagaimana kami telah membunuh Utsman.”
Akhirnya
Ali ra. menerima dengan terpaksa, kemudian menyuruh panglima perangnya Asytar
An‑Nakha’i untuk menerima tahkim. Tapi Asytar juga keberatan atas perintah itu
karena ia tahu benar unsur tipuannya sangat besar. Namun, lagi‑lagi orang‑orang
Khawarij memaksa Asytar dan mengatakan apa yang dikatakan kepada Ali ra., maka
Asytar pun menerima tahkim itu.
Ketika
Ali ra. tahu bahwa pihak Muawiyah mengutus Amru bin Al‑Ash, seorang yang diketahui
ahli diplomasi, maka Ali ra. mengutus Abdullah bin Al‑Abbas. Tapi lagi‑lagi
orang Khawarij membuat ulah dan berkata, “Kalau Anda mengutus Ibnu Abbas apa
bedanya Anda dengan Utsman. Kami memerangi Utsman karena dia selalu mengangkat
keluarganya sendiri. Sekarang Anda mengutus Ibnu Abbas, keponakan anda
sendiri.” Mereka meminta yang menjadi utusan dari pihak Ali adalah Abu Musa Al‑Asy’ari,
tokoh netral. Tapi Ali tahu kalau Abu Musa bukanlah orang yang cocok pada
masalah ini, dia terlalu lugu (ikhlash). Mereka bersikeras dan mengancam Ali ra.,
sampai dalam hal ini Ali berkata,
كنت بالأمس أميرا
وكنت اليوم مأمورا
“Dulu
saya bisa memimpin tapi saya sekarang jadi dipimpin.”
Kemudian
setelah acara tahkim usai dengan hasil yang sangat merugikan Ali ra.,
permasalahan ternyata belum selesai. Orang Khawarij membuat ulah lagi dengan
mengkafrkan Ali ra. dengan berkata,
كفرت لأنك حكمت
رجالا في حكم الله, إن الحكم إلا لله
“Anda
telah kafir karena Anda telah menyerahkan urusan tahkim kepada orang dalam
hukum Allah. Tiada yang berhak menghukum melainkan Allah.”
Dan
mereka keluar dari pasukan Ali –jumlah mereka sebanyak 12.000 orang–, maka
terpaksa Ali menghadapi mereka dan menyuruh Ibnu Abbas untuk berdiskusi dengan
mereka.
Fenomena
sikap Khawarij banyak terjadi sekarang dan biasa disebut Neokhawarijisme bahkan
bisa jadi dekat dengan kita, apalagi hal itu telah diprediksi oleh Rasulullah
SAW Ibnu Abbas ketika mengadakan dialog dengan mereka menyebutkan beberapa ciri‑ciri
di antaranya: Mereka sangat wara’, pakaiannya sangat sederhana, muka mereka
pucat karena jarang tidur malam, jidatnya hitam, telapak tangan dan kakinya
kapalan, dan meraka disebut qura’ yaitu orang yang bagus bacaannya dan lama
bila membaca Al-Qur’an.
Untuk
melihat sifat‑sifat mereka lebih jauh, kita lihat hadits‑hadits Rasulullah SAW
yang membicarakan hal ini, diantaranya:
عن أبي سعيد الخذري
قال: بينما نحن عند رسول الله (ص) وهو يقسم قسما أتاه ذوالقويصرة وهو رجل من بني
تميم فقال: يا رسول الله اعدل. قال رسول الله (ص) ويلك ومن يعدل إن لم اعدل؟ قد
خبتُ وخسرتُ إن لم اعدل. فقال عمر بن خطاب (ض) يا رسول الله ائذن لي فيه اضرب
عنقه. قال رسول الله (ص) دعه فإن له أصحابا يحقر أحدكم صلاته مع صلاتهم وصيامه مع
صيامهم يقرئون القران لا يجاوز تراقيهم ويمرقون من الإسلام كما يمرق السهم من
الرمية
Dari Abi
Said Al‑Khudry berkata, Tatkala kami bersama Rasulullah SAW dan beliau sedang
membagikan ghanimah, datang Dzul Khuwaishirah salah seorang dari Bani Tamim dan
berkata, “Wahai Rasulullah berbuat adillah!” Berkata Rasulullah SAW :
“Celaka!
Siapa yang akan berbuat adil jika saya tidak berbuat adil? Niscaya saya celaka
dan binasa jika saya tidak adil.” Berkata Umar bin Khattab, “Wahai
Rasulullah! Ijinkan saya memenggal lehernya.” Berkata Rasulullah SAW, “Biarkanlah dia. Sesunggulinya dia mempunyai
banyak teman, di mana dianggap remeh shalat di antara kalian dibanding shalat
mereka, puasa kalian dibanding puasa mereka, mereka membaca Al‑Qur’an tidak
sampai kecuali pada tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam sebagaimana
lepasnya anak panah dari busur.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pada hari
Hunain Rasulullah SAW mengutamakan sebagian manusia dalam pembagian ghanimah.
Beliau memberi Al‑Aqra bin Habis Al‑Handhaly 100 unta, memberi Uyainah bin
Badrul Fijary dengan jumlah yang serupa dan memberi para pembesar Arab, beliau
mengutamakan mereka dalam pembagian. Maka berkata salah seorang, “Demi Allah,
pembagian ini tidak adil dan tidak bertujuan untuk mencari ridha Allah!” (HR.
Muslim)
وفي رواية: إن من
ضئضئ هذا قوما يقرئون القرآن لا يجاوز حناجرهم يقتلون أهل الإسلام ويدعون أهل
الأوثان يمرقون الإسلام كما يمرق السهم من الرمية لئن أدركتهم لأقتلنهم قتل عاد
Dalam riwayat
yang lain: “Sesungguhnya dari keturunan
ini ada kaum yang membaca Al-Qur’an yang tidak sampai kecuali pada
kerongkongan, mereka membunuh orang Islam dan membiarkan penyembah berhala,
mereka keluar dari Islam sebagaimana lepasnya anak panah dari busurnya, jika
saya menjumpai mereka pasti akan saya bunuh mereka seperti membunuh kaum Aad.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
سيخرج في آخر
الزمان قوم أحدث الأسنان سفهاء الأحلام
“Akan keluar di akhir zaman suatu kaum yang
usia mereka masih muda, dan bodoh, mereka mengatakan sebaik‑baiknya perkataan
manusia, membaca Al‑Qur’an tidak sampai kecuali pada kerongkongan mereka.
Mereka keluar dari din (agama Islam) sebagaimana anak panah keluar dan
busurnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
يخرج قوم من أمتي
يقرئون القرآن يحسبون لهم وهو عليهم لاتجاوز صلاتهم تراقيهم
“Suatu kaum dari umatku akan keluar membaca Al‑Qur’an,
mereka mengira bacaan Al-Qur’an itu menolong dirinya padahal justru
membahayakan dirinya. Shalat mereka tidak sampai kecuali pada kerongkongan
mereka.” (HR. Muslim)
يحسنون القيل
ويسيئون الفعل يدعون إلى كتاب الله وليسوا منه في شيء
“Mereka baik dalam berkata tapi jelek dalam
berbuat, mengajak untuk mengamalkan kitab Allah padahal mereka tidak
menjalankannya sedikitpun.” (HR. Al-Hakim)
لايزالون يخرجون
حتى يخرج آخرهم مع المسيح الدجال
“Mereka akan senantiasa keluar sampai pada yang
terakhir bersama Al-Masih Ad-Dajjal. Jika kalian bertemu mereka, maka bunuhlah;
merekalah sejelek-jelek penciptaan dan sejelek-jelek makhluk.” (HR.
An-Nasa’i dan Al-Hakim)
Dari
hadits-hadits di atas dapat disimpulkan sifat-sifat, nilai, fenomena, dan
kedudukan mereka.
Walaupun
Khawarij berkelompok-kelompok dan bercabang-cabang, mereka tetap memiliki
ciri-ciri yang sama dalam sifat-sifat umum mereka.
Diantara sifat-sifat tersebut adalah :
1. suka mencela dan menganggap sesat para pemimpin.
Sifat ini tampak jelas pada Khowaarij, mereka
selalu mencela para pemimpin-pemimpin dan menganggap mereka sesat serta
menghukumi mereka sebagai orang-orang yang sudah keluar dari keadilan dan
kebenaran, dan ini dapat dilihat dari sikap Dzul Khuwaishiroh terhadap
Rasulullah.
2. Berprasangka buruk, ini adalah sifat Khawarij
yang tampak dalam cara menghukum yang dilakukan oleh Dzul Khuwaishirah. Berkata
Ibnu Taimiyah : Pada tahun peperangan Hunain, beliau membagi Ghanimah (rampasan
perang) Hunain kepada orang-orang yang hatinya lemah (Mualafah Qulubuhum) dari
penduduk Nejd dan bekas tawanan Quraisy seperti `Uyainah bin Hafsh,dan beliau
tidak memberi kepada kaum Muhajirin dan Anshar sedikitpun.
Maksud beliau memberikan kepada mereka adalah untuk
mengikat hati mereka dengan Islam, karena keterkaitan hati mereka dengannya
merupakan mashlahat umum bagi kaum muslimin, sedangkan yang tidak beliau beri
adalah karena mereka lebih baik dimata beliau dan mereka adalah wali-wali Allah
yang bertaqwa dan seutama-utamanya hamba Allah yang sholih setelah para Nabi
dan Rasul-rasul-Nya.Jika pemberian itu tidak dipertimbangkan untuk mashlahat
umum, maka Nabi tidak akan memberikannya pada orang-orang kaya para pemimpin
yang ditaati dalam perundang-undangan dan akan memberikannya kepada Muhajirin
dan Anshor yang lebih membutuhkan dan lebih utama. Oleh karena itu orang-orang
Khawarij mencela Nabi dan dikatakan kepada beliau oleh pelopornya:Wahai
Muhammad berbuatlah adil, sesungguhnya engkau tidak berlaku adil. Dan perkataannya: `sesungguhnya pembagian ini tidak dimaksudkan untuk
mendapat wajah Allah ....
Mereka meskipun banyak shaum (puasa), shalat dan membaca Alquran,tetapi
keluar dari As Sunnah dan Jamaah, Memang mereka dikenal sebagai kaum yang suka
beribadah, wara dan zuhud akan tetapi tanpa disertai ilmu, sehingga mereka
memutuskan bahwa pemberian itu semestinya tidak diberikan kecuali kepada
orang-orang yang berhajat, bukan kepada para pemimpin yang ditaati dan orang-orang
kaya itu,jika didorong untuk mencari keridhoan selain Allah-menurut prasangka
mereka. Inilah kebodohan mereka, karena sesungguhnya pemberian itu menurut
kadar mashlahat agama Allah. Jika pemberian itu akan semakin mengundang
ketaatan kepada Allah dan semakin bermanfaat bagi agama-Nya, maka pemberian itu
lebih utama. Pemberian kepada orang yang membutuhkannya untuk menegakkan agama,
menghinakan musuh-musuhnya, memenangkan dan meninggikannya lebih agung daripada
pemberian yang tidak demikian itu,walaupun yang kedua lebih membutuhkan. (Lihat
Majmu` Fatawa XXVIII/579-581 dengan sedikit diringkas)
3. Berlebihan dalam beribadah sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Karena dia mempunyai
teman-teman yang salah seorang di antara kalian akan diremehkan [merasa remah]
shalatnya jika dibandingkan dengan shalat mereka, dan puasanya jika
dibandingkan dengan puasa mereka.”
Berkata Ibnu Hajar : Mereka (Khawarij) dikenal sebagai Qurra` (Penghapal
Alquran), karena besarnya kesungguhan mereka dalam tilawah dan ibadah, akan tetapi
mereka suka menta`wil Alquran dengan ta`wil yang menyimpang dari maksud yang
sebenarnya. Mereka lebih mendahului pendapat-pendapat mereka, berlebih-lebihan
dalam zuhud dan khusyu` dan lain sebagainya.
4. Keras terhadap kaum muslimin, sebagimana sabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya akan keluar
dari keturunan laki-laki ini, suatu kaum yang membaca Alquran tidak melebihi
kerongkongan mereka. membunuh pemeluk Islam dan membiarkan penyembah berhala.
Terlepas dari Islam seperti terlepasnya anak panah dari busurnya. Seandainya
aku menemui mereka, sunggguh akan aku bunuh mereka seperti dibunuhnya kaum `Aad.”
Sejarah telah mencatat dalam lembaran-lembaran hitamnya tentang Khawarij
berkenaan dengan cara mereka ini. Diantara kejadian yang mengerikan adalah kisah
Abdullah bin Khobaab: Dalam perjalanannya, orang-orang Khaawarij bertemu dengan
Abdullah bin Khabab.mereka bertanya kepadanya:Apakah engkau pernah mendengar
dari bapakmu suatu hadits yang dikatakan dari Rasulullah SAW, kalau ada,
ceritakanlah kepada kami tentangnya! lalu beliau berkata:ya, aku telah
mendengar dari bapakku, bahwa Rasulullah menyebutkan tentang fitnah.Yang duduk
ketika itu lebih baik dari pada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada
yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik dari yang berlari, jika engkau
menemuinya, hendaklah engkau menjadi hamba Allah yang terbunuh. mereka berkata:
Apakah engkau mendengar hadits itu dari bapakmu dan memberitakannya dari
Rasulullah? Beliau menjawab : ya, setelah mendengar jawaban beliau tersebut,
mereka mengajak ke hulu sungai, lalu memenggal lehernya, maka mengalirlah
darahnya seolah-olah seperti tali terompah. (Talbis Iblis hal.93-94)
5. Sedikit dan rendah pemahaman mereka terhadap fiqh, ini merupakan
kesalahan mereka yang sangat besar yang menyebabkan mereka menyempal dari
ajaran yang benar.
6. Muda usia dan berakal rendah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Akan keluar padda akhir
zaman suatu kaum, umumnya masih muda, rusak akalnya, mereka mengatakan dari
sebaik-baik perkataan makhluk. Membaca Alquran tidak melebihi kerongkongannya.
Terlepas dari agama seperti terlepasnya anak panah dari busurnya.” (Mutafaqqun ‘alaih)
7. Fasih dalam berbahasa. Telah terkenal kefasihan mereka dalam
berbicara dan berbahasa, sehingga berkata Ibnu Ziyad: Sungguh ucapan mereka
lebih cepat sampai ke hati-hati manusia dari pada rambatan api ke batang kayu.
-------
1. Al
Mausu’ah Al Muyassarah Fil Adyaan Wal Madzaahib Wal Ahzaab Al Mu’asharah, 1/53, Maktabah Syamilah.
0 comments
Post a Comment