IBU MURTAD MASIHKAH SEBAGAI ORANG TUA ?


Assalamu’alaikum wr wb
Pak ustadz, bagaimana hubungan anak dengan ibu kandungnya,bila orang tuanya tersebut murtad. Saya seorang muslimah yang memiliki ibu murtadz  karena menikah dengan laki-laki yang beragama kristen, apakah hubungan kami (ibu dengan anak ) masih berlaku ? 0812540071XX
Jawaban :
Wa’alaikumsalam  wr wb
Kami turut prihatin dengan musibah besar yang menimpa anda, sungguh ini bukanlah ujian yang ringan.  Kami berdoa semoga Allah l memberikan kesabaran dan keteguhan iman kepada anda dan juga kepada keluarga yang lain.
Mengenai status hubungan anak dan orang tua, maka ini tetap berlaku dan tidak mengalami perubahan meskipun satu diantaranya kafir. Maka dengan demikian, seorang muslim yang memiliki orang tua yang kafir, tetap diperintahkan oleh Islam untuk berbakti dan menjalin hubungan baik dengan mereka.
Allah l berfirman dalam surah Luqman 14 -15 :
“ Dan Kami berwasiat kepada manusia agar berbakti kepada orang tuanya dengan baik, dan apabila keduanya memaksa untuk menyekutukan Aku yang kamu tidak ada ilmu, maka janganlah taat kepada keduanya."
"Dan apabila keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan apa-apa yang tidak ada ilmu padanya, jangan taati keduanya tetapi tetap pergauli mereka di dunia dengan perbuatan yang ma'ruf (baik) dan ikutilah jalan orang-orang yang kembali kepada-Ku kemudian hanya kepada-Ku lah kembalimu, maka Aku akan beritakan kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan."

Dari ayat diatas para Ulama telah bersepakat tentang wajibnya berbakti dan bersilaturahim kepada kedua orang tua meskipun keduanya masih/telah kafir. Kafir yang dimaksud pada permasalahan ini bukan kafir harbi (kafir yang menentang dan memerangi Islam).[1]
Jika orang tuanya tidak kafir harbi, tidak menyerang kaum muslimin, maka hendaklah bergaul dengan mereka dengan baik dan bersilaturahmi kepada keduanya. Hal telah diisyartakan dalam firmanNya : “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu karena agama. Dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8)
Dikisahkan bahwa Asma putri Abu Bakar Ash-Shidiq memiliki ibu yang masih dalam keadaan musyrik datang untuk berkunjung kepadanya, Asma meminta fatwa kepada Rasulullah y. Kemudian Rasulullah y bersabda, "Hendaklah kamu tetap menyambung silaturahim dengan ibumu." (Mutafaqqun ‘alaih)
Secara fitrah, seorang anak akan mencintai orang tuanya karena merekalah yang melahirkan serta mengurusnya, maka ini diperbolehkan dan tidak terlarang dalam pandangan syariat.  Tetapi jika mencintainya karena dasar keimanan maka hal ini tidak dibenarkan.
 Sebagaimana firman Allah l :"Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.." ( Al-Mujadalah : 22 )
Namun, jika keduanya kafir harbi, maka tidak boleh berbakti dan menjalin hubugan baik dengan mereka. Hendakya anak yang memiliki orang tua tersebut menjauhi dan tidak menampakkan kecintaan kepada keduanya karena hal ini telah dengan tegas diyatakan larangannya  dalam al-Qur’an.
"Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama. Dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zhalim.”

Dengan demikian kita tidak boleh berbuat baik kepada orang-orang kafir harbi meskipun dia adalah orang tua kita berdasarkan ayat tersebut. Bahkan seandainya bertemu di medan perang, diperbolehkan untuk dibunuh. Hal ini sudah pernah terjadi terhadap Abu Ubaidah Ibnul Jarrah dengan bapaknya pada waktu perang Badar. Bapaknya ikut di medan pertempuran dan berada di pihak kaum musyrikin kemudian Abu Ubaidah membunuhnya.
Tidak boleh mendoakan orang tua yang kafir
Ulama telah bersepakat, bahwa orang tua yang kafir tidak boleh didoakan[2] baik kafir harbi atau bukan kafir harbi.  Sebagaimana firmanNya : "Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang beriman memintakan ampun kepada Allah bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahannam." (At-Taubah :113)
Walaupun tidak boleh mendoakan orang tua orang tua yang kafir, tetapi seorang anak diperintahkan utuk tetap berbuat baik kepada mereka, juga diperbolehkan memintakan hidayah kepada Allah l dan medakwahi mereka. Dapat kita lihat bagaimana dakwahnya Ibarahim r kepada orang tuanya. Beliau mendakwahkan dengan kata-kata yang lemah lembut. Dakwah kepada orang tua yang masih kafir saja harus dilakukan dengan kata-kata yang lemah lembut, apalagi jika seseorang memiliki orang tua yang tidak kafir tetapi hanya pelaku maksiat,  tentu lebih berhak untuk diperlakukan lebih baik lagi.
Terputusnya hak waris
Diantara konsekuensi memiliki keluarga yang kafir / murtad adalah terputusnya hak waris. Seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim, apapun sebab kekafirannya. Maka dengan demikian, ibu anda tidak berhak menerima sepeserpun harta warisan dari anda, dari nenek- kakek,  (orang tua ibu tadi) dll. Hal ini telah ditegaskan Rasulullah y dalam sabdanya:
لاً يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ

"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (Bukhari dan Muslim)
Dan Jumhur ulama’ telah berijtima’ (sepakat) mengenai permasalahan tidak bolehnya orang kafir mewarisi seorang muslim.
Hanya saja sebagian kalangan ulama masih mempermasalahkan kasus ; apakah boleh seorang muslim mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad ?  Mazhab Hanafi, berpendapat bahwa  seorang muslim dapat saja mewarisi harta kerabatnya yang murtad. Bahkan jumhur mazhab ini  mengatakan: "Seluruh harta peninggalan orang murtad diwariskan kepada kerabatnya yang muslim."
Sedangkan jumhur mazhab empat, Maliki, Syafi''i, dan Hambali berpendapat bahwa seorang muslim tidaklah berhak mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad. Sebab, menurut mereka, orang yang murtad berarti telah keluar dari ajaran Islam sehingga secara otomatis orang tersebut telah menjadi kafir. Karena itu, seperti ditegaskan Rasulullah saw. dalam haditsnya, bahwa antara muslim dan kafir tidaklah dapat saling mewarisi.[3]
Wallahu a’lam.


[1] Lihat dalam bidayatul Mujtahid 3: 413-450, al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah, 25 : 160 -180.
[2] Pengertian doa yang tidak boleh disini adalah doa seperti memohonkan ampun untuk keduanya,doa keselamatan, rahmat, rizki dan doa kebaikan lainnya. Adapun bila mereka masih hidup diperbolehkan mendoakan keduanya agar diberikan hidayah Islam.
[3] Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid 3 :413.

0 comments

Post a Comment