MENYENTUH KEMALUAN MEMBATALKAN WUDHU ?


Dalam masalah fiqhiyyah baik itu fiqh ibadah ataupun fiqh muamalah sering sekali kita dapati perselisihan di antara ahlul ilmi. Permasalahan ini sebetulnya bukan permasalahan yang baru karena sejak zaman sahabat kita dapati mereka berselisih dalam beberapa masalah fiqhiyyah dan diikuti oleh zaman setelahnya dari kalangan para imam. Walaupun kita dapati mereka berselisih dalam berbagai permasalahan, namun mereka terhadap satu dengan yang lainnya saling berlapang dada selama perkara itu bukanlah perkara yang ganjil yang menyelisihi pendapat yang ma‘ruf (atau meyelisihi ijma’), walaupun juga dalam banyak permasalahan kita dapati mereka bersepakat di atasnya.
Demikian juga tentang masalah menyentuh kemaluan  ulama telah berbeda pendapat, apakah ia membatalkan wudhu atau tidak. Hal ini disebabkan  adanya beberapa hadits  tentang masalah ini yang dzahirnya saling bertentangan satu sama lain. Diantaranya adalah :
1.    Hadits yang menyebutkan menyentuh kemaluan membatalkan wudhu
Dari Busrah bintu Shafwan c beliau berkata: Rasulullah n  bersabda:
إِذَا مَسَّ أَحَدُكُمْ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
Apabila salah seorang dari kalian menyentuh dzakarnya, hendaklah ia berwudhu.
Sedangkan dalam redaksi berbeda namun memiliki makna yang sama, ada hadits yang berbunyi :
مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلاَ يُصَلِّ حَتَّى يَتَوَضَّ
“Siapa yang menyentuh kemaluannya maka janganlah ia shalat sampai ia berwudhu.”
Keterangan hadits diatas :
Hadits yang pertama  diriwayatkan oleh Abu Dawwud dengan nomor hadits 154, sedangkan hadits kedua diatas diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 82, hadits-hadits diatas juga diriwayatkan dari  imam Ahmad 2/223, dan 6/406, An-Nasa`i 445-448, Ibnu Majah 479 dan Ibnu Hibban 1116.
 dishahihkan  oleh Imam Ahmad, Al-Bukhari, Ibnu Ma’in dan selainnya.  At-Tirmidzi berkata : Hadits ini hasan shahih. Sedangkan  Imam Al-Bukhari v berkata tentang hadits ini : “Ini adalah hadits paling shahih mengenai permasalahan ini.”
2.    Hadits yang menyebutkan menyentuh kemaluan membatalkan wudhu
مَا هُوَ إِلاَّ بِضْعَةٌ مِنْكَ
"Tidak adalah ia kecuali satu bagian darimu."
Keterangan hadits diatas :
Hadits ini diriwayatkan oleh Thalaq bin Ali z dalam kitab- kitab sunan, Ahmad 4/22, Abu Daud (182), an-Nasa`i 165,  at-Tirmidzi 85, Ibnu Majah 483 dan Ibnu Hibban 119, 1120.
Tarjih hadits antara riwayat  Busrah dengan Thalq c.
Diantara ulama hadits yang bisa mentarjih kedua hadits yang saling bertentangan diatas adalah Ibnu Hajar al Asqalani v,,, beliau berkata : “Cukuplah dalam mentarjih (menganggap lebih kuat) hadits Busrah terhadap hadits Thalq bahwa hadits Thalq tidak  ada dalam Shahihain dan tidak berhujjah dengan salah satu perawinya, sedangkan hadits Busrah keduanya berhujjah dengan semua perawinya, namun keduanya tidak mengeluarkannya karena ada perbedaan padanya terhadap Urwah dan terhadap Hisyam bin Urwah. Perbedaan ini tidak menghalangi pemberian status shahih terhadapnya (hadits Busrah), sekalipun tidak selevel syarat Shahihaian. Abu Daud berkata: Aku berkata kepada Ahmad: Apakah hadits Busrah tidak shahih? Ia menjawab: bahkan, ia adalah shahih.” [1]
Perbedaan ulama dalam masalah ini
Dengan adanya hadits saling bertentangan diata, yaitu antara yang  menetapkan menyentuh dzakar itu membatalkan wudhu sementara hadits lainnya menetapkan tidak membatalkan wudhu, maka dalam masalah ini ada perselisihan pendapat di kalangan ulama.
Pertama, golongan yang berpendapat menyentuh kemaluan membatalkan wudhu adalah :
 Dari kalangan shahabat :  Umar bin Khattab, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Aisyah, Saad bin Abi Waqqash dan lainnya.
Dari kalangan Tabi’in dan tabiut tabi’in :  Atha, Urwah, Az Zuhri, Ibnul Musayyab, Mujahid, Aban bin Utsman, Sulaiman bin Yasar, Ibnu Juraij, Al-Laits, Al-Auza’i,
Dari kalangan ulama mazhab : imam Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq dan imam  Malik dan lainnya.[2]
Pendapat pertama ini banyak dipilih dan diikuti oleh jumhur kaum muslimin dan dibela oleh ahlul ilmi seperti di antaranya Al-Imam Ash-Shan’ani[3], Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah[4] dan yang lainnya.

Kedua, golongan yang berpendapat menyentuh dzakar tidaklah membatalkan wudhu, yaitu :
Dari kalangan shahabat :  ‘Ali, Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, Hudzaifah, Abu  Darda,
Dari kalangan Tabi’in dan tabiut tabi’in :  ‘Imran bin Hushain, Al-Hasan Al-Bashri, Rabi’ah, Ats-Tsauri,
Dari kalangan ulama mazhab : Abu Hanifah dan murid-muridnya dan selain mereka.[5]

Kesimpulan :
Silahkan kita merujuk pendapat diatas menurut kesanggupan kita masing-masing dan menurut kita paling tepat. Tanpa disertai sikap mencela dan menyalahkan saudara kita yang berbeda pilihan atau pendapat. Karena permasalahan ini bukanlah masalah benar atau salah, tetapi masalah pilihan dari pendapat yang lebih kuat dari yang kuat. Dan Rasulullah n bersabda : “Apabila seorang hakim memutuskan perkara lalu ia melakukan ijtihad, kemudian ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala (pahala ijtihad dan pahala kebenarannya). Jika hakim memutuskan suatu perkara lalu berijtihad dan hasilnya salah, maka baginya satu pahala (pahala ijtihadnya).”[6]
Dan dalam kaidah ushul dikatakan : al Ijtihad laa yanqudu bil ijtihad (ijtihad satu tidak bisa membatalkan ijtihad yang lain).
Jangan terjebak kepada perdebatan dan pertikaian masalah ini yang justru akan menjauhkan kita dari hidayah. siapa diri kita jika mau menyalah-nyalahkan satu dari dua pendapat diatas yang dianut oleh para shahabat, tabi’in dan ulama mujtahid mutlaq ?

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab wal ilmu ‘indallah.


[1] Lihat: Talkhish Khabir, 1/122, 125.
[2] Sunan Tirmidzi 1/56; Al-Mughni 1/117; Al-Muhalla, 1/223; Nailul Authar, 1/282.
[3] Lihat Subulus Salam, 1/104.
[4] Nailul Authar, 1/283; Ad-Darari Al-Mudhiyyah hal. 36.
[5] Sunan Tirmidzi, 1/57; Al-Mughni, 1/117; Nailul Authar, 1/282.
[6] “Diriwayatkan dari ‘Amr bin al-Ash dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, 17148.

0 comments

Post a Comment