Semoga kru Al
Bayan senantiasa dalam lindungan Allah dan RidhaNya amin. Bapak pengasuh, Bolehkah seseorang itu menikah dengan iparnya
setelah bercerai dengan istrinya/ kakak dari perempuan tersebut ?
Jamal –
Samarinda.
Jawaban :
Wanita yang
haram dinikahi oleh laki-laki disebut dengan istilah mahram, demikian pula bagi
perempuan. Dan kita mengenal ada dua jenis mahram, yaitu mahram yang bersifat
abadi (muabbad) dan mahram yang bersifat sementara (muaqqat).
Dipenjelasan
ini kami gunakan laki-laki sebagai subjeknya, dan memang lazimnya seperti itu,
jika kebetulan pembaca adalah perempuan, tinggal dibalik saja. Dan kami rasa
ini sudah ma’fum.
A. Tahrim Muabbad Wanita yang Haram Dinikahi Selamanya
Wanita yang
haram dinikahi secara abadi atau selamanya ada 17 orang. Dan bisa dibagi
menjadi tiga kelompok. Mereka adalah:
1. Mahram
Karena Nasab
Ibu
kandung (umm) dan seterusnya keatas seperti nenek, ibunya nenek.
Bint
(anak wanita) dan seterusnya ke bawah seperti anak perempuannya anak perempuan.
Ukht
(saudara kandung wanita).
`Ammat
(bibi), yaitu saudara wanita ayah.
Khaalaat(bibi),
yaitu saudara wanita ibu.
Banatul
Akh (anak wanita) dari saudara laki-laki. Banatul Ukht(anak wanita)
dari saudara wanita.
2.
Mahram Karena Mushaharah (besanan/ipar) atau Sebab Pernikahan
Ibu
dari isteri (mertua wanita).
Anak wanita dari isteri (anak
tiri).
Isteri
dari anak laki-laki (menantu peremuan).
Isteri
dari ayah (ibu tiri).
3. Mahram
Karena Penyusuan
Ibu
yang menyusui.
Ibu
dari wanita yang menyusui (nenek).
Ibu
dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga).
Anak
wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan).
Saudara
wanita dari suami wanita yang menyusui. Saudara wanita dari ibu yang menyusui.
B. Tahrim Muaqqat (Wanita yang Haram Dinikahi untuk Sementara)
Kemahraman
model ini bersifat sementara, yakni apabila sebab-sebab keharamannya telah
tiada, halallah wanita tersebut untuk dinikahi.
Di antara para wanita yang termasuk ke dalam kelompok haram dinikahi secara
sementara waktu saja adalah:
Isteri
orang lain, sampai diceraikan.
Wanita
yang masih dalam masa Iddah, yaitu masa menunggu akibat dicerai suaminya atau
ditinggal mati. Begitu selesai masa iddahnya, maka wanita itu halal dinikahi.
Berdasarkan hadits : “Yaitu mereka halal kamu campuri (kawini) bila mereka
selesai menjalani masa iddahnya.” (HR. Mualim)
Saudara ipar yaitu saudari dari wanita
yang dinikahi seseorang, ia menjadi halal
bila terjadi perceraian dengan istri.“Dan menghimpun
(dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi
pada mada lampau.” (An-Nisaa’:23).
Isteri
yang telah ditalak tiga, untuk sementara haram dinikahi kembali. Tetapi apabila
telah menikah lagi dengan laki-laki lain dan kemudian diceraikan suami barunya
itu, maka halal dinikahi.”Cerai itu dua kali …” sampai kepada firma-Nya:
”Maka jika dia menceraikannya” yakni cerai yang ketiga, ”Maka
perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang
lain.” (Al-Baqarah: 230)
Menikah
dalam keadaan Ihram, seorang yang sedang dalam keadaan berihram baik untuk haji
atau umrah, dilarang menikah atau menikahkan orang lain. Begitu ibadah ihramnya
selesai, maka boleh dinikahi. “Orang
yang ihram tidak boleh menikah dan dinikahkan dan tridak boleh pula meminang”
(HR.Muslim).
Menikahi
wanita pezina. Yaitu selama wanita itu masih aktif melakukan zina. Sebaliknya,
ketika wanita itu sudah bertaubat dengan taubat nashuha, umumnya ulama
membolehkannya. Keharaman ini berdasarkan
ayat : “Laki-laki yang berzina tidak boleh mengawini kecuali perempuan
berzina atau perempuan musyrik; dan perempuan yang berzina tidak boleh dikawini
melainkan oleh laki-laki berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian
itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” (An-Nuur : 3).
Menikahi isteri yang telah dili`an, (istri
yang di cerai oleh seorang suami dengan cara dilaknat)
Tidak
dihalalkan bagi seorang suami untuk menikahi kembali mantan isterinya yang
telah pernah bersama-sama mengadakan sumpah pelaknatan (li’an). “Dan
orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka tidak
memiliki saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang
itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia
termasuk orang-orang yang benar; dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat
Allah atasnya, jika ia termasuk orang yang berdusta.” (An Nur: 6-7)
memiliki saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian orang
itu adalah empat kali bersumpah dengan nama Allah, sesungguhnya dia
termasuk orang-orang yang benar; dan (sumpah) yang kelima bahwa laknat
Allah atasnya, jika ia termasuk orang yang berdusta.” (An Nur: 6-7)
Mengumpulkan
seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari pihak ibunya.
Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak boleh dikumpulkan (dalam pernikahan) antara
isteri bibinya dari pihak ayah dan tidak (pula) dari ibunya.” (Muttafaqun
‘alaih)
Menikahi wanita non muslim yang bukan ahlul
kitab. “Dan janganlah menikahi perempuan-perempuan musyrik sebelum mereka
beriman.” (Al Baqarah : 221).”
beriman.” (Al Baqarah : 221).”
Adik Ipar
bolehkah dinikahi ?
0 comments
Post a Comment