Bapak pengasuh, adakah hadits-hadits shahih yang
menyatakan keutamaan hari jum’at ? dan saya pernah dengar seorang ustadz
berkata, bahwa tidak boleh mengkhususkan hari jum’at dari hari yang lain.
Katanya ada hadits shahih yang melarangnya. Mohon penjelasan dari bapak
pengasuh.
Ridwan – Kaltim.
Jawaban :
Alhamdulillah,
segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah,
keluarga dan para sahabatnya.
Hari
Jum’at merupakan hari yang mulia. Banyak hadits-hadits Rasulullah Shallahu
‘alaihi wasallam yang menyebutkan tentang keutamaan hari ini. Al Hafizh
Suyuthi menulis kitab yang beliau beri judul Al Lum’ah fi Khashoish Al
Jumu’ah. Beliau di kitab ini menyebutkan hadits-hadits yang sangat banyak -termasuk
diantaranya hadits-hadits lemah- yang menerangkan keutamaan dan kekhususan
Jumat; dimana beliau berkesimpulan ada 101 kekhususan Jumat dari hari
selainnya.
Kita
akan sebutkan diantaranya saja dari hadits-hadits terpulih (shahih), yaitu
diantaranya :
1.
Hari yang paling mulia
Rasulullah
Saw bersabda :
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ
خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ
"Sesungguhnya di antara hari
kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan
diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian
seluruh makhluk. . . . " (Hadits shahih riwayat Abu Dawud, an
Nasai dan lainnya)
Dan
sabdanya: “Hari terbaik yang terbit padanya matahari adalah hari Jum’at”
(HR. Muslim)
1. Hari
raya mingguan kaum muslimin
Sesungguhnya
hari raya mingguan milik kaum muslimin adalah hari Jum’at. Allah telah
menganugerahkannya kepada umat Islam sebagai bentuk pemuliaan kepadanya setelah
menyesatkan kaum Yahudi dan Nasrani. Nabi Saw bersabda: “Allah telah
menyesatkan dari hari Jum’at umat-umat sebelum kita. Maka milik kaum Yahudi
adalah hari Sabtu sedangkan untuk umat Nasrani adalah hari Ahad. Lalu Allah
membawa kita dan menunjuki kita dengan hari Jum’at, maka menjadikan Jum’at,
Sabtu dan Ahad”. (HR. Muslim)
2. Waktu
yang mustajabah untuk berdoa
Pada
hari ini terdapat waktu mustajab. Nabi Saw bersabda: “Sesungguhnya
pada hari Jum’at terdapat suatu saat yang tidak ada seorang muslimpun yang
melaksanakan shalat sambil meminta sesuatu kepada Allah kecuali dikabulkan”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
3. Hari
terjadinya kiamat
Nabi
Saw bersabda: “Tidak terjadi hari kiamat kecuali pada hari Jum’at”. (HR.
Muslim)
4. Hari
dihapusnya dosa-dosa.
Dari
Salman Al-Farisi beliau berkata: Nabi shallahu’alahi wasallam bersabda:
“Seseorang tidak mandi pada hari Jum’at, berwudhu semampunya, mengenakan
minyak rambut semampunya atau memakai wewangian semampunya kemudian dia keluar
(pergi ke masjid) dan tidak memisahkan dua orang (melangkahi leher mereka),
terus melakukan shalat yang telah ditentukan, lantas mendengarkan khutbah
kecuali diampunkan dosanya antara hari itu dan Jum’at yang lain”. (HR.
Bukhari)
Dari
Jum’at yang satu sampai Jum’at berikutnya adalah pelebur dosa yang terjadi di
antaranya ditambah tiga hari. Nabi r bersabda: “Siapa saja yang mandi lalu
mendatangi shalat Jum’at. Kemudian shalat semampunya terus mendengarkan khutbah
hingga selsesai lalu shalat bersama imam, maka diampunkan dosanya yang terjadi
antara dua Jum’at dan bonus tiga hari”. (HR. Muslim)
5. Meninggal
pada hari atau malam Jum’at termasuk tanda husnul khatimah.
Nabi Saw bersabda: “Siapa saja yang
meninggal pada hari atau malam Jum’at maka dia terpelihara dari fitnah kubur”.
(HR. Ahmad, shahih)
Hadits larangan menjadikan waktu-waktu pada hari
jum’at sebagai kekhususan dalam beribadah
Memang
benar, ada sebuah hadits shahih yang menyatakan ketidakbolehan menjadikan hari
jum’at dan malamnya sebagai waktu khusus dalam beribadah, baik berupa shalat,
tilawah, puasa dan amal lainnya yang tidak biasa dikerjakan pada hari-hari
selainnya. Hadits tersebut berbunyi :
لَا
تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا
تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ
يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah menghususkan malam
Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah
menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya,
kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.”
(HR. Muslim dan lainnya)
Namun
sebaliknya, banyak pula hadits-hadits
yang justru menganjurkan beberapa ibadah untuk dikerjakan dihari
jum’at. Diantaranya :
1.
Membaca Surat
Al-Kahfi
Salah
satu amal ibadah khusus yang diistimewakan pelakasanaannya pada hari Jum’at
adalah membaca surat Al-Kahfi. Berikut ini kami sebutkan beberapa dalil shahih
yang menyebutkan perintah tersebut dan keutamaannya.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ
َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ
فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Barangsiapa membaca surat
al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan cahaya untuknya sejauh antara
dirinya dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, Nasai dan
Al-Hakim)
Dalam
riwayat lain dikatakan, "Barangsiapa
membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum’at, maka akan dipancarkan cahaya untuknya
di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Ibnul
Hajar rahimahullah mengomentari hadits ini dalam Takhrij al-Adzkar, sebagai hadits
paling kuat yang menyatakan tentang keutmaan surat Al-Kahfi dibaca dihari
jum’at.
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda,“Siapa yang membaca surat Al-Kahfi
pada hari Jum’at, maka akan memancar cahaya dari bawah kakinya sampai ke langit,
akan meneranginya kelak pada hari kiamat, dan diampuni dosanya antara dua
jumat.”
Al-Mundziri
berkata: hadits ini diriwayatkan oleh Abu Bakr bin Mardawaih dalam tafsirnya
dengan isnad yang tidak apa-apa. (Dari kitab at-Targhib wa al- Tarhib: 1/298)”
Kapan Membacanya?
Imam
Al-Syafi'i rahimahullah
dalam Al-Umm
menyatakan bahwa membaca surat al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan
siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm : 1/237).
Al-Hafidzh
Ibnul Hajar rahimahullaah
berkata : Demikian riwayat-riwayat yang ada menggunakan kata “hari”
atau “malam” Jum’at, yang dimaksud “hari” temasuk malamnya. Demikian pula
sebaliknya, “malam” adalah malam jum’at dan siangnya. (Faidh al-Qadir: 6/199).
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa kesempatan membaca surat Al-Kahfi adalah sejak
terbenamnya matahari pada hari Kamis sore sampai terbenamnya matahari pada hari
Jum’at.
Fadhilahnya
Dari
beberapa riwayat di atas, bahwa ganjaran yang disiapkan bagi orang yang membaca
surat Al-Kahfi pada malam Jum’at atau pada siang harinya akan diberikan cahaya
(disinari). Dan cahaya ini diberikan pada hari kiamat, yang memanjang dari
bawah kedua telapak kakinya sampai ke langit. Balasan kedua bagi orang yang membaca surat
Al-Kahfi pada hari Jum’at berupa ampunan dosa antara dua Jum’at.
Manfaat
lain surat Al-Kahfi yang telah dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah
untuk menangkal fitnah Dajjal. Yaitu dengan membaca dan menghafal beberapa ayat
dari surat Al-Kahfi. Sebagian riwayat menerangkan sepuluh yang pertama, sebagian
keterangan lagi sepuluh ayat terakhir.
Imam
Muslim meriwayatkan dari hadits al-Nawas bin Sam’an yang cukup panjang, yang di
dalam riwayat tersebut Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, “Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapatinya
(mendapati zaman Dajjal) hendaknya ia membacakan atasnya ayat-ayat permulaan
surat al-Kahfi.”
Dalam
riwayat Muslim yang lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu
'anhu, bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa
yang membaca sepuluh ayat dari permulaan surat al-Kahfi, maka ia dilindungi
dari Dajjal.” Yakni dari huru-haranya.
Imam
Muslim berkata, Syu’bah berkata, “Dari bagian akhir surat al-Kahfi.” Dan Hammam
berkata, “Dari permulaan surat al-Kahfi.” (Shahih Muslim, Kitab Shalah
al-Mufassirin, Bab; Fadhlu Surah al-Kahfi wa Aayah al-Kursi: 6/92-93)
Imam
Nawawi berkata, “Sebabnya, karena pada awal-awal surat al-Kahfi itu tedapat/
berisi keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kebesaran Allah. Maka orang yang
merenungkan tidak akan tertipu dengan fitnah Dajjal. Demikian juga pada
akhirnya, yaitu firman Allah: “Maka
apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil
hamba-hamba-Ku menjadi penolong selain Aku? . . .” ( Al-Kahfi: 102)
(Syarah Muslim: 6/93)
2.
Disunnahkan Memperbanyak Doa Pada Hari Jum’at
Disunnnahkan
pada waktu-waktu tertentu pada hari jum’at untuk memperbanyak doa, . Hal ini didasarkan pada sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah,
Rasulullah Saw bersabda : “Pada
hari Jum’at ada dua belas waktu. Tidak ditemukan seorang muslim yang sedang
memohon sesuatu kepada Alloh ‘Azza wa jalla kecuali pasti Dia memberinya. Maka
carilah waktu itu, yaitu akhir waktu setelah ‘Ashr.” (Hadits shahih riwayat
Abu Dawud)
Abu
Burdah bin Abi Musa al-'Asy'ari bercerita: "Abdullah bin Umar pernah
berkata kepadaku: 'apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits
dari Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari
Jum'at?' Aku (Abu Burdah) menjawab, "Ya, aku pernah mendengarnya berkata,
aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Saat itu berlangsung antara
duduknya imam sampai selesainya shalat." (HR. Muslim)
Imam
ash Shan'ani rahimahullah
dalam Subulus Salam menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau
di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya
shalat. (Subulus Salam: II/101)
3.
Disunnahkan memperbanyak shalawat
kepada Nabi Saw
Hari
jum’at adalah sayyidul
ayyaam (pemimpin hari) dan hari yang paling agung dan paling utama
di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pada hari yang mulia dan agung ini kita
diperintahkan untuk memperbanyak shalawat untuk manusia yang paling mulia dan
agung, Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam.
Beliau
bersabda : "Sesungguhnya
di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam
diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan
terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari
Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku…." (HR. Abu
Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dari hadits Aus bin Aus)
Memperbanyak
shalawat untuk Nabi shallallahu
'alaihi wasallam pada hari Jum'at yang menjadi sayyidul ayyam
menunjukkan kemuliaan pribadi beliau shallallahu
'alaihi wasallam sebagai sayyidul anam (pemimpin manusia).
Shalawat
termasuk ibadah yang sangat utama. Dan dilaksanakan pada hari Jum'at jauh lebih
utama daripada dilaksanakan pada hari selainnya, karena hari Jum'at memiliki
keistimewaan dibandingkan hari yang lain. Dan melaksakan amal yang afdhal pada
waktu yang afdhal adalah lebih utama dan lebih bagus. ('Aunul Ma'bud: 2/15)
4. Dianjurkan
membaca surat Al-Sajdah dan Al-Insan pada shalat Shubuh hari Jum’at.
Dalam
Shahihain diriwayatkan Nabi shallallahu
'alaihi wasallam membaca dalam shalat Fajar (Shubuh) hari Jum'at: Aliif Laam Miim Tanziil
(Surat al-Sajdah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua membaca Surat
al-Insan."
Hikmahnya,
sebagaimana yang disebutkan Ibnu Taimiyah, bahwa kedua surat yang mulia ini
mengandung perkara yang sudah dan akan terjadi pada hari Jum'at berupa
penciptaan Adam dan disebutkan hari kiamat serta kejadian yang ada di dalamnya.
(Zaadul Ma'ad :1/375)
Kesimpulan :
Lantas bagaimana
mengkompromikan antara hadits-hadits yang saling bertentangan ini, antara yang
melarang menjadikan hari jum’at sebagai waktu khusus untuk beribadah dengan
hadits-hadits yang justru menyebutkan keutamaan beberapa amalan dikerjakan pada
hari tersebut ?
Saudaraku, jangan pernah
mencoba ‘main api’ dengan menyimpulkan
sendiri hadits apalagi ayat al Qur’an
apalagi yang berkaitan dengan hukum agama. Jangan dikira masalahnya sesederhana
yang kita kira, begitu kita ingin mengetahui
hukum suatu masalah, langsung bisa dengan cara membuka kitab hadits
dan mencatut satu dua darinya. Tidak, masalahnya tidak semudah itu,
hadits-hadits terutama hadits ahkam (yang berbicara tentang hukum)
kebanyakan adalah barang mentah yang membutuhkan orang-orang yang berkompeten
untuk mengolahnya menjadi sebuah menu ‘siap saji’ bagi orang-orang awam seperti
kita. Hadits-haditsNabawi itu perlu di tashih, dikaji ilat, asbabul wurud,
majas dan isti’arahnya, Merekalah para ulama, pewaris para Nabi, dihubungkan
satu sama lain,ditentukan keumuman maknannya atau ditakhsiskan (dikhususkan
maknanya), atau dilihat kemungkinan nasikh mansukhnya dst. Pendeknya, ‘barang
baku’ setelah dipilah dipulih mutunya, masih perlu masuk dapur untuk diolah
dengan alat yang bernama ushul fiqh oleh para fuqaha/ulama. Yang untuk kelas
orang awam, mendengar istilah-istilahnya saja sudah cukup membuat dahi
berkerut.
Dan, mengenai hadits larangan
mengkhususkan amal di hari jum’at, ulama menjelaskan bahwa larangannya adalah
bersifat khusus yaitu larangan menyengaja memperbanyak shalat malam dan
berpuasa sunnah didalamnya. Adapun amalan-amalan lain yang jelas-jelas
dianjurkan, maka ini dikecualikan dan telah jelas kesunnahannya.
Berkata
al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengenai masalah ini : “Yang
dibenarkan oleh Muta’akhirin dan jumhur ulama’ (mengenai larangannya) adalah
karena mengkhususkannya (dalam puasa), (sebabnya) yang pertama karena (jum’at)sama dengan ied dan ied tidak ada
puasa. Yang kedua adalah karena akan menyebabkan lemah untuk melaksanakan
ibadah pada hari jum’at.” ( Fathul Bari : 4/276 )
Jadi
menurut ibnu Hajar, justru larangan dari sebagian ibadah (memperbanyak shalat
malam dan puasa sunnah) adalah agar
seseorang tidak lemah dari ibadah yang dianjurkan pada hari jum’at ( seperti
kewajiban shalat jum’at, banyak berdoa, bershalawat, membaca surah al kahfi
dll.)
Wallahu
Ta’ala A’lam.
0 comments
Post a Comment