MASALAH ORGANISASI ISLAM


Assalamu’alaikum Wr Wb
Saya ingin bertanya pak ustadz, soal asal usul berbagai aliran Islam terutama NU, Muhammadiyah,al Irsyad, Persis, Hizbut Tahrir, Salafi dan lain sebagaimanya. Reza – Perum BPI, 0821592154xx, Ibrahim – Bontang.

Jawaban :
Untuk memudahkan pembahasan, kita akan batasi kajian kita terhadap gerakan umat islam indonesia dulu, yaitu NU, Muhammadiyah,al Irsyad dan Persis. Barulah di lain kesempatan kita akan melanjutkan membahas harakah (gerakan) islam yang lain.
Sedikit yang perlu diluruskan, bahwa NU, Muhammadiyah dan organisasi lainnya sebagaimana disebutkan bukanlah aliran dalam islam, seperti halnya aliran mu’tazilah, Qadariyah, Jahmiyah dll. Tetapi keduanya, dan juga yang lainnya hanyalah organisasi massa, yang tepatnya disebut organisasi islam. Memang orang yang tidak tahu, akan mengira ormas-ormas ini sebagai aliran dalam Islam, padahal hakikatnya tidak demikian.  Tidak ada satu pun prinsip di dalam ormas-ormas tersebut yang bertentangan atau menyimpang dari ushuludin (pokok-pokok agama), kesemuanya secara umum disatukan dalam satu ikatan aqidah yang dianut jumhur kaum muslimin sepanjang zaman, yang  lazim disebut Ahlusunnah wal Jama’ah.
Kalau pun kita temui adanya perbedaan pendapat yang terjadi, atau mengatasnamakan ormas-ormas tersebut,  itu hanyalah masalah fur’iyyah  atau hal ini bukanlah berarti mereka bisa dicap beda pemahaman. Karena ternyata perbedaan pendapat bukan hanya antar ormas-ormas tersebut, bahkan didalam tubuh mereka masing-masing pun juga ada perbedaan-perbedaan pemahaman satu sama lain.  Perbedaan yang ada, seperti dalam masalah furu’iyyah (cabang agama), metode dakwah, cakupan dll. Justru akan membuat ormas-ormas tersebut akan saling menguatkan dan menopang dakwah. Menjadi sarana berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana yang telah diperintahkan : “Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan." (Al-Baqarah : 148)
Hanya saja, memang tidak bisa dipungkiri, adanya sebagian oknum yang picik pandangan, saling sikut dengan sesama saudaranya, bahkan saling hujat, hanya karena berbeda organisasi dan bendera dakwah. Orang-orang seperti ini harus segera disadarkan. Karena sadar atau tidak sadar dia telah melakukan kemunkaran besar, yang bukan saja akan berimbas pada dirinya, tetapi mudharatnya bisa menimpa jama’ah kaum muslimin pada umumnya.
Betapa indahnya hidup ini jika kita bisa mempererat tali ukhuwah diantara kita sehingga perbedaan yang terjadi tak akan mampu mempecah belah persaudaraan kita. sebagaimana FirmanNya, “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara.” (al Hujaraat : 10)
 Dan Rasulullah Saw pun menambahkan “Orang mukmin itu ibarat satu tubuh, apabila ada anggota tubuhnya sakit maka seluruh tubuh akan merasakan sakitnya.”
 Di hadis lain pun Rasul bersabda, “Barangsiapa yang hendak merasakan manisnya iman, hendaklah ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (Mukhtarul ahadits)
Ada sebuah kisah kisah yang mungkin bisa kita teladani dalam menjaga ukhuwah. Kisah yang terjadi antara pemimpin NU (K.H Idham Cholid) dan pemimpin Muhammadiyah (Buya Hamka) ketika sedang melakukkan perjalanan ketanah suci, kurang lebih seperti ini : ketika mereka sedang dalam perjalanan menuju tanah suci didalam sebuah kapal laut, saat melakukan sholat subuh berjamaah, para pengikut Nadhlatul Ulama heran saat Idham Cholid yang mempunyai kebiasaan menggunakan doa qunut dalam kesehariannya, malah tidak memakai doa qunut tatkala Buya hamka dan sebagian pengikut Muhammadiyah menjadi makmumnya.
Demikian pula sebaliknya, tatkala Buya hamka mengimami shalat subuh, para pengikut Muhammadiyah merasa heran ketika Buya hamka membaca doa qunut karena Idham cholid  dan sebagian pengikut NU menjadi makmumnya. Mereka malah berpelukan mesra setelah shalat, saling menghormati, dan saling berkasih sayang. Lihatlah saudaraku, betapa kebesaran jiwa mereka mampu menjaga ukhuwah yang terjalin, sikap seperti inilah yang seharusnya kita terapkan dalam, menyikapi perbedaan diantara sesama kita. 
NU ( Nahdhatul Ulama)
Muslim manapun asal dia lahir di indonesia pasti kenal dengan dengan gerakan Islam yang satu ini. Bahkan sangking populernya Nahdhatul Ulama, seorang ustadz pernah menceritakan sebuah kisah lucu kepada kami. Yaitu ketika lawatannya ke daerah pelosok pulau madura, ia sempat bertanya kepada seorang penduduk setempat agamanya apa, orang tersebut menjawab lugu : ‘agama saya NU’.
Organisasi ini didirikan pada 31 Januari 1926 oleh KH. Hasyim ‘Asy’ari seorang ulama karismatik  yang sangat dimuliakan pada masanya. Dalam upaya memantapkan prisip dasar orgasnisai ini, beliau merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), dan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Dalam AD/RT Nahdhatul Ulama (NU) jelas dinyatakan bahwa NU beraqidah Ahlussunah waljama'ah, dengan mazhab aqiadahnya Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab Syafi'i namun tetap mengakui eksistensi tiga madzhab yang lain, sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi.
Dalam kiprahnya warga nahdhiyin –demikian anggota organisasi ini disebut- bukan hanya bergelut dengan dunia kepesantrenan, yang memang dikenal sebagai basis utama kekuatan organisasi ini. Tetapi juga mereka aktif diberbagai panggung dakwah lainnya termasuk dunia politik.
Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan nama KH. Ahmad Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
Berbeda dengan NU yang menyatakan dengan tegas mazhab Aqidah dan fiqihnya, dalam anggaran dasarnya Muhammadiyah hanya menegaskan dirinya sebagai organisasi yang berasaskan islam, tidak menyatakan berafiliasi dengan mazhab manapun. Meskipun dalam prakteknya kader Muhammadiyah tidak bisa dikatakan tidak bermazhab apalagi anti mazhab.
Dalam  muqadimah  anggaran dasarnya, ternukil sebuah ayat 104 surah ali Imran : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Persis (perserikatan Islam)
Persis didirikan pada 12 September 1923 di Bandung oleh sekelompok kaum muslimin bandung yang berminat dalam pendidikan dan aktivitas keagamaan yang dipimpin oleh Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus.
Persis didirikan dengan tujuan untuk memberikan pemahaman Islam yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah Saw dan menolak pemahaman Islam tradisional yang dianggap sudah tidak orisinil karena bercampur dengan budaya lokal, sikap taklid buta, sikap tidak kritis, dan tidak mau menggali Islam lebih dalam dengan membuka Kitab-kitab Hadits yang shahih. Oleh karena itu, lewat para ulamanya seperti Ahmad Hassan yang juga dikenal dengan Hassan Bandung atau Hassan Bangil, Persis menyeru pentingnya kembali kepada kemurnian ajaran al Qur’an dan As-Sunnah.
Meskipun organisasi ini mungkin kurang dikenal, tetapi sebenarnya Persis telah tersebar di banyak provinsi antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Lampung, Bengkulu, Riau, Jambi, Gorontalo, dan masih banyak provinsi lain yang sedang dalam proses perintisan.
Al Irsyad
Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persatuan Islam (Persis) disebut-sebut sebagai tiga serangkai organisasi Islam indonesia yang mengusung semangat pembaharuan. Semangat yang dikatakan usaha untuk bangkit dari kejumudan (kebekuan) terhadapa suatu pendapat menuju kepada kemurnian ajaran Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Pada awal pekembangannya, Islam di Indonesia terutama pula Jawa yang juga pusat Kerajaan Hindu-Jawa, mengalami tantangan yang sungguh berat. Di mana pada umumnya keadaan masyarakat sudah memiliki keyakinan yang mendarah daging dengan kebudayaan Hindu yang kental. Akan tetapi perkembangan agama Islam di Indonesia terutama di Jawa menjadi pesat diantaranya karena peran yang cerdik dan kemampuan berdakwah yang handal dari tokoh-tokohnya pada jaman yang terkenal dengan sebutan Wali Sanga. Metode dakwah para wali ketika itu adalah dengan "bil hikmah wal mau'izhah hasanah." Yaitu cara-cara lembut, mengakulturasikan budaya setempat dengan ajaran Islam dan bertahap. Dengan harapan, pada masanya nanti diharapkan akan datang para pendakwah dan mubaligh yang gigih mengajarkan tuntunan agama secara murni.
Dapat dikatakan perkembangan agama Islam pada masa itu ditopang dengan  aqidah yang kurang, dan terus berjalan sampai kemudian muncul tokoh-tokoh muda reformis dengan menekankan kepada pemahaman aqidah yang murni bersumber dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang dipelopori diantaranya oleh tiga serangkai yaitu Muhammadiyah Al-Irsyad dan Persis (Persatuan Islam).
Sejarah singkat dan sekilas tentang al Irsyad
Al Irsyad memiliki nama resmi : Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah (Jam'iyat al-Islah wal Irsyad al-Islamiyyah) berdiri pada 6 September 1914. Tanggal itu mengacu pada pendirian Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang pertama, di Jakarta.
Tokoh sentral pendirian Al-Irsyad adalah Al-'Alamah Syeikh Ahmad Surkati Al-Anshari, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan. Pada mulanya Syekh Surkati datang ke Indonesia atas permintaan perkumpulan Jami'at Khair -yang mayoritas anggota pengurusnya terdiri dari orang-orang Indonesia keturunan Arab golongan sayyid, dan berdiri pada 1905.
Al-Irsyad adalah organisasi Islam nasional. Syarat keanggotaannya, seperti tercantum dalam Anggaran Dasar Al-Irsyad adalah: "Warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam yang sudah dewasa." Jadi tidak benar anggapan bahwa Al-Irsyad merupakan organisasi warga keturunan Arab.

Perhimpunan ini menyatakan sebagai organisasi islam yang sama sekali tidak mempunyai kaitan dengan organisasi politik apapun juga, serta tidak mengurusi masalah-masalah politik praktis (AD, ps. 1 ayat 3).
Untuk lebih jauh mengenal organisasi ini, dapat mengunjungi situs resminya : http://alirsyad.net
Khatimah (penutup)
Sebenarnya masih banyak organisasi islam indonesia lainnya selain yang telah disebutkan diatas, yang mana perlu kenal seluk beluknya agar tumbuh semangat ukhwah dan kecintaan diantara kita. Sebut saja   diantaranya adalah NW (nahdhatul Wathan), Hidayatullah, Ikatan cendikiawan muslim indonesia (ICMI), al Khairaat, Mathla’ul Amwar dan yang lainnya.
Organisasi Islam hanyalah sebuah sarana menyatukan visi, menggalang persatuan, menumbuhkan potensi dan menyelaraskan langkah umat. Ia adalah sebuah wadah bagi kaum muslimin yang dipergunakan untuk memperjuangkan dakwah Islam, bukan sebaliknya. Ali bin Abu Thalib ra. Pernah berkata : ‘kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir.
Seandainya  bukan karena munculnya para aktivis dakwah yang tergabung dalam harakah-harakah tersebut,  sungguh dakwah Islam akan beku, ketinggalan zaman, sedikit pengaruhnya, bahkan akan mudah dilibas, ditindas dan dilindas musuh-musuh Islam. Kalaulah bukan karena jasa mereka, sungguh dakwah Islam ini belum akan sampai ke berbagai belahan masyarakat yang ada dipedalaman.
Saudaraku, sudah saatnya kini umat islam bersatu padu kembali. Apapun latar belakang dan organisasi yang dikendarainya.  Karena  mufakat itu bukan hanya untuk hal-hal yang disepakati, - karena  memang mustahil kita menyatukan perbedaan khilafiyah  masing-masing harakah-  tetapi mufakat bisa juga kita lakukan  dengan siapapun dari sesama saudara kita, selama diikat oleh aqidah islamiyah.
Saudaraku, jika kita sudah berani bersatu padu, saling asah, asih dan asuh, maka bergembiralah,  tidak berapa lama lagi pertolongan Allah pasti akan datang. Dan kejayaan Islam yang kita rindukan itu akan menjelang.
“…Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.”  (Albaqarah: 214)
Wallahua’lam bis Shawwab.

0 comments

Post a Comment