Bila kita buka
catatan sejarah, niscaya akan kita lihat kehidupan as-salafus shalih yang
diwarnai oleh akhlakul karimah. Memuliakan dan menjunjung tinggi ulama
merupakan bagian dari prinsip kehidupan mereka. Perhatikanlah secercah cahaya
dari kehidupan mereka ini:
- Shahabat
Abdullah bin Abbas ra. suatu hari menuntun hewan tunggangan yang dinaiki
shahabat Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu, seraya beliau berkata: “Seperti
inilah kita diperintah dalam memperlakukan ulama.”
- Ketika
Al-Imam Al-Auza’i rah. menunaikan ibadah haji dan masuk ke kota Makkah, maka
Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah
menuntun tali kekang ontanya seraya mengatakan: “Berilah jalan untuk Syaikh!”.
Sedangkan Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah menggiring onta tersebut (dari
belakang) hingga mereka persilahkan Al-Auza’i duduk di sekitar Ka’bah. Kemudian
mereka berdua duduk di hadapan Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah untuk menimba
ilmu darinya.
- Al-Imam
Asy-Syafi’i rah. berkata: “Dahulu aku membuka lembaran-lembaran kitab di
hadapan Al-Imam Malik dengan perlahan-lahan agar tidak terdengar oleh beliau,
karena rasa hormatku pada beliau yang sangat tinggi.”
( Dinukil dari kitab Ad-Diin Wal ‘Ilm,: 27)
Demikianlah
seharusnya sikap yang terpatri dalam hati sanubari setiap insan muslim terhadap
para ulama’, Tidak seperti yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi terhadap
ulama dan nabi mereka, dan tidak pula seperti ahlul bid’ah yang selalu
melecehkan ulama umat ini.
Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rah. berkata: “Wajib bagi muslimin -setelah mencintai Allah dan
Rasul-Nya- untuk mencintai orang-orang yang beriman, terkhusus para ulama sang
pewaris para Nabi, yang diposisikan oleh Allah bagaikan bintang-bintang di
angkasa yang jadi petunjuk arah di tengah gelapnya daratan maupun lautan. Kaum
muslimin pun sepakat bahwa para ulama merupakan orang-orang yang berilmu dan
dapat membimbing ke jalan yang lurus.” (Raf’ul Malam ‘Anil Aimmatil A’lam: 3)
Lebih dari
itu, melecehkan ulama merupakan ghibah dan namimah yang paling berat (termasuk
dosa besar). Dikatakan: “Menggunjing ulama, melecehkan, dan menjelek-jelekkan
mereka merupakan jenis ghibah dan namimah yang paling berat, karena dapat
memisahkan umat dari ulamanya dan terkikisnya kepercayaan umat kepada mereka.” (MaYajibu
Fit Ta’amuli Ma’al Ulama: 17)
Menghina
ulama dan merendahkan mereka –yang mana itu adalah perbuatan haram- (berarti)
telah menghina ilmu dan ahlinya, dan membuat orang umum meninggalkan upaya
menuntut ilmu, dan menjauhi majelis para ulama, dan boleh jadi itu juga akan menuntun
mereka untuk menyepelekan. (Fatawa Syabkah Al : 10713)
Maka, kami nasihatkan
kepada diri kami dan kaum muslimin, mari kita takut kepada Allah ‘Azza wa
Jalla dari tergelincirnya lisan (dzallatul lisan) dengan merendahkan
para ulama, siapa pun dia, yang telah menghabiskan seluruh hidup dan
umurnya untuk da’wah, ilmu, dan jihad.
Kalaupun ada ketidaksetujuan
kita terhadap pernyataan mereka, atau pendapat mereka, atau perbuatan mereka,
tidaklah lantas menggugurkan sikap ta’zhim (pengagungan) kepada mereka, lalu melupakan kita terhadap semua
kebaikan yang telah disumbangkan untuk islam dan kaum muslimin. Semua kesalahan
mereka hisabnya disisi Allah, apakah kita akan menimbang ulama dengan timbangan
akal kita yang lemah ? Dikatakan
: Air itu apabila sudah mencapai dua
kullah tidak akan membawa sifat kotor.
Kita Wajib menghormati para ulama dan menjaga
kewibawaan mereka, berbaik sangka terhadap mereka, dan mesti menjaga adab dalam
berdiskusi dan menyanggah pendapat mereka. Kita harus ingat bahtera ilmu dan hikmah yang ada pada mereka.
Terakhir, mari kita ingat peringatan Rasulullah Saw berikut ini :
Rasulullah Saw bersabda, "Aku tidak
mengkhawatirkan umatku kecuali tiga hal : (1) Keduniaan berlimpah sehingga
manusia saling mendengki. (2) Orang jahil berusaha menafsirkan Al-Quran (3)
Alim ulama ditelantarkan dan tidak dipedulikan oleh umatku." (HR. Thabrani
).
Wallahu A’lam wa ilaihil musytaka …
0 comments
Post a Comment