yang kedua, beliau duduk dan bertumpu pada bumi(lantai) kemudian berdiri."
(HR. Bukhari dan lainnya)
2. Dari Al-Azraq bin Qais rahimahullah :
MENGGENGGAM JARI JEMARI TANGAN DALAM BERTELEKAN SAAT BANGKIT DARI RUKU’
Assalamu’alaikum
Wr Wb.
Bapak
pengasuh yang saya muliakan, baru-baru ini kami diajari seorang ustadz cara
berdiri dari sujud yaitu yang benar adalah dengan cara mengepalkan tangan. Adapun
cara lama, yang umumnya dilakukan orang
–orang yang sedang shalat – yaitu dengan menghamparkan telapak tangan – adalah
kurang shahih. Mohon kiranya penjelasan dari ustadz, apakah ajaran ini perlu
saya ikuti atau tidak. Warno
– Sangatta.
Jawaban
:
Bertelekan
saat akan bangkit dari ruku’ adalah termasuk sunnah di dalam shalat yang telah
disepakati oleh para ulama’. Bahkan diantara mereka membenci seseorang yang
bangun dari sujud ketika shalat tanpa bertelekan. Al Imam Asy Syafi'I rahimahullah
berkata : "Dan aku tidak menyukai seseorang bangkit (dari sujud) tanpa
bertumpu, karena sesungguhnya telah diriwayatkan Nabi Saw bahwa beliau bertumpu
pada tanah apabila beliau hendak bangkit." (Al Umm, 1/ 116)
Pendapat
para ulama ini berdasarkan hadits-hadits shahih yang jumlahnya sangat
banyak, diantaranya :
"Dan
apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud
Berdasarkan
dalil diatas dan juga hadits-hadits lainnya, para ulama pada umumnya mengatakan bahwa maksud bertumpu
itu adalah membuka kedua telapak tangan dengan jari-jemari lurus menghadap
kiblat dengan menekannya diatas lantai/bumi. (Al Umm, 1/116)
Bertumpu
dengan mengepalkan tangan
Terus
Terang, kami sendiri tidak pernah tahu
kalu ada cara lain bangkit dari sujud
selain dengan cara membentangkan telapak tangan sebagaimana yang telah
disebutkan. Karena dalam kitab-kitab fiqih yang kami baca, baik kitab mazhab syafi’I
maupun lainnya, semua hampir sepakat dengan cara yang penanya sebut dengan cara
‘lama’.
Barulah
setelah pertanyaan ini masuk, kami mencoba mengecek ulang, adakah ulama yang
berpendapat lain dalam maslah ini, ternyata benar ada. Yaitu kitab sifat shalat
Nabi karya Syeikh
Nashiruddin Al Albani, yang versi
terjemahannya berjudul : Tuntunan shalat Nabi, penerjemah Abu Hasan As Sidawy,
diterbitkan oleh Ash- Shaf Media, Jawa Tengah.
Dalam
buku tersebut al Albani berkata : Beliau Saw melakukan ‘ajn (mengepalkan
tangan) tatkala bertumpu dengan kedua tangan ketika bangkit (dari ruku’).(Tuntunan
Shalat Nabi halaman 199)
Namun,
dari paparan Albani dalam buku tersebut, kami melihat dua masalah sekaligus, pertama,
Apakah hadits yang dijadikan hujjah Albani tersebut benar-benar shahih sebagaimana yang klaim
beliau ? Kedua, Benarkah kata عجن 'ajn telah tepat diartikan dengan
mengepalkan tangan ?
Penilaian
ulama hadits tentang hadits yang mengandung kata ‘ajn
1.
Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ra :
“Sesungguhnya
Rasulullah Saw jika beliau (hendak)
berdiri dalam shalatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi
sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.[1]
Komentar
ulama hadits :
Berkata
Ibnu Ash-Sholah dalam Al-Wasith –sebagaimana dalam At-Talkhis : “Hadits ini
tidak shahih dan tidak dikenal serta tidak boleh berhujjah dengannya”.
Berkata
An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”. (Al-Majmu’,
3/421).
“Saya
melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam shalat,
i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa
ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah
Shollallahu Saw melakukan ‘ajn dalam shalat .”[2]
Komentar
ulama hadits :
Al-Haitsam dalam sanad hadits diatas bernama lengkap Al-Haitsam
bin ‘Imran Ad-Dimasyqy, telah meriwayatkan darinya 5 ulama hadits, dan tidak
ada yang mentsiqahkan (menganggapnya bisa dipercaya) kecuali Ibnu Hibban (Ats-Tsiqat,
2/296)
Memang
para ulama hadits berbeda pendapat tentang kedudukan rawi yang seperti ini.
Namun, sebagian besar mereka memasukkannya kedalam kelompok rawi
yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya) yang mana haditsnya tidak bisa diterima. (Al-Jarh
wat Ta’dil 4/82).
Selain
itu, Hadits diatas juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar[3] karena Al-Haitsam ini menyelisihi rawi yang
lebih kuat yaitu Hammad bin Salamah dan juga
Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umaryi. yang keduanya meriwayatkan pula dari
Al-Azraq bin Qais dengan lafazh, “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua
tangan beliau,” tanpa ada tambahan: al-’ajn.[4]
Benarkah
kata ‘ajn berarti mengepalkan tangan ?
Sayangnya,
kami belum memiliki buku sifat shalat Nabi ini dalam naskah aslinya, sehingga
kami tidak bisa mengetahui dengan pasti, yang mengartikan ‘ajn dengan
mengepalkan tangan itu syaikh Albani sendiri atau sang mutarjim (penerjemahnya).
Karena
pengertian kata ‘ajn dengan makna mengepalkan tangan, adalah sesuatu yang
benar-benar syad (asing). Hal ini
bukan saja disebabkan karena tidak dikenal dalam literatur kitab berbahasa
arab, tetapi juga dalam kamus-kamus standar, tiada yang kami dapati mengartikan
makna عجن ‘ajn dengan
makna mengepalkan jari-jari tangan. Misalnya :
Kamus Munawwir cetakan pustaka Progresif, hal
902 : ‘ajana berarti bertopang kuat dengan kedua tangannya.
Al
Mu’jam Al Wasith : II/586 : ‘ajana adalah berdiri dengan metelekan dengan
tangannya di atas tanah, karena sudah tua atau karena gemuk.
Demikian
juga dengan kamus lainnya seperti al ‘Ashri, Mukhtarush Shihah, dan
lainnya, tidak ada yang mengartikan ‘ajn dengan mengepalkan tangan.
Pendapat
ulama
Dalam
kitab klasik, kami tidak menemui adanya pembahasan ulama mengenai masalah
menggenggamkan jemari tangan saat bangkit dari sujud, ini disebabkan tidak ada
satupun diantara mereka yang memaknai ‘ajn dengan menggenggamkan jemari tangan. Hal ini
baru mencuat setelah muncul buku : Sifat/tuntunan shalat Nabi karya al Albani. Dan yang paling tegas membantah hal ini adalah
fatwa PERSIS yang ditandatangani oleh KH.
Akhyar Syuhada
tertanggal 29 september 2004 M,
dinyatakan : Bangkit
dari sujud dengan cara mengepalkan tangan sambil menekankan tangan ke tanah
tidak disyari’atkan.
Kesimpulan
:
1. Jumhur ulama
berpendapat bahwa bangkit dari sujud adalah dengan bersandar pada kedua tangan,
yang sifatnya, jari-jari tangan dibuka dan lurus kearah kiblat.
1. Yang
mengatakan bahwa jari itu harus digenggam pada saat bangkit dari ruku’ adalah
buku sifat shalat Nabi yang ditulis oleh Albani dengan memaknai kata ‘ajn =
menggenggamkan jari-jemari.
2. Pendapat ini memiliki
dua masalah sekaligus, yaitu yang pertama hadits dengan tambahan kata ‘ajn
oleh sebagian besar muhaditsin didha’ifkan. Dan kedua, pengartian kata ‘ajn dengan
menggengamkan tangan yang bisa dikatakan syad (asing/aneh)
Wallahu’alam.
[2] Hadits diatas diriwayatkan oleh Thabrani
dalam Al-Awsath (4/213). Dengan sanad hadits dari jalan Yunus bin Bukair
dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qais dari Al-Azraq bin Qais.
[3] Munkar adalah hadits yang
diriwayatkan oleh perawi yang lemah bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah. Dan
hadits munkar dipandang sebagai
hadits yang sangat lemah, menempati urutan setelah matruk.
[4] Hammad bin
salamah haditsnya
diriwayatkan oleh Al-Baihaq: 2/135, sedangkan Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umaryi
diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 2964.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Kolom Pencarian Artikel

Custom Search
0 comments
Post a Comment