MENGGENGGAM JARI JEMARI TANGAN DALAM BERTELEKAN SAAT BANGKIT DARI RUKU’

Assalamu’alaikum Wr Wb.
Bapak pengasuh yang saya muliakan, baru-baru ini kami diajari seorang ustadz cara berdiri dari sujud yaitu yang benar adalah dengan cara mengepalkan tangan. Adapun cara lama, yang umumnya  dilakukan orang –orang yang sedang shalat – yaitu dengan menghamparkan telapak tangan – adalah kurang shahih. Mohon kiranya penjelasan dari ustadz, apakah ajaran ini perlu saya ikuti atau tidak. Warno – Sangatta.
Jawaban :
Bertelekan saat akan bangkit dari ruku’ adalah termasuk sunnah di dalam shalat yang telah disepakati oleh para ulama’. Bahkan diantara mereka membenci seseorang yang bangun dari sujud ketika shalat tanpa bertelekan. Al Imam Asy Syafi'I rahimahullah berkata : "Dan aku tidak menyukai seseorang bangkit (dari sujud) tanpa bertumpu, karena sesungguhnya telah diriwayatkan Nabi Saw bahwa beliau bertumpu pada tanah apabila beliau hendak bangkit." (Al Umm, 1/ 116)
Pendapat para ulama ini berdasarkan hadits-hadits shahih yang jumlahnya sangat banyak,  diantaranya :
"Dan apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud
yang kedua, beliau duduk dan bertumpu pada bumi(lantai) kemudian berdiri." (HR. Bukhari dan lainnya)
Berdasarkan dalil diatas dan juga hadits-hadits lainnya, para ulama  pada umumnya mengatakan bahwa maksud bertumpu itu adalah membuka kedua telapak tangan dengan jari-jemari lurus menghadap kiblat dengan menekannya diatas lantai/bumi. (Al Umm, 1/116)
Bertumpu dengan mengepalkan tangan
Terus Terang,  kami sendiri tidak pernah tahu kalu ada cara lain  bangkit dari sujud selain dengan cara membentangkan telapak tangan sebagaimana yang telah disebutkan. Karena dalam kitab-kitab fiqih yang kami baca, baik kitab mazhab syafi’I maupun lainnya, semua hampir sepakat dengan cara yang penanya sebut dengan cara ‘lama’.  
Barulah setelah pertanyaan ini masuk, kami mencoba mengecek ulang, adakah ulama yang berpendapat lain dalam maslah ini, ternyata benar ada. Yaitu kitab sifat shalat Nabi karya Syeikh Nashiruddin Al Albani, yang  versi terjemahannya berjudul : Tuntunan shalat Nabi, penerjemah Abu Hasan As Sidawy, diterbitkan oleh Ash- Shaf Media, Jawa Tengah.
Dalam buku tersebut al Albani berkata : Beliau Saw melakukan ‘ajn (mengepalkan tangan) tatkala bertumpu dengan kedua tangan ketika bangkit (dari ruku’).(Tuntunan Shalat Nabi halaman 199)
Namun, dari paparan Albani dalam buku tersebut, kami melihat dua masalah sekaligus, pertama, Apakah hadits yang dijadikan hujjah Albani  tersebut benar-benar shahih sebagaimana yang klaim beliau ? Kedua, Benarkah kata  عجن 'ajn telah tepat diartikan dengan mengepalkan tangan ?
Penilaian ulama hadits tentang hadits yang mengandung kata ‘ajn
1.            Dari ‘Abdullah bin ‘Abbas ra :
“Sesungguhnya Rasulullah Saw  jika beliau (hendak) berdiri dalam shalatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.[1]
Komentar ulama hadits :
Berkata Ibnu Ash-Sholah dalam Al-Wasith –sebagaimana dalam At-Talkhis : “Hadits ini tidak shahih dan tidak dikenal serta tidak boleh berhujjah dengannya”.
Berkata An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”. (Al-Majmu’, 3/421).

2.
Dari  Al-Azraq bin Qais rahimahullah :
“Saya melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam shalat, i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah Shollallahu Saw melakukan ‘ajn dalam shalat .”[2]
Komentar ulama hadits :
Al-Haitsam  dalam sanad hadits diatas bernama lengkap Al-Haitsam bin ‘Imran Ad-Dimasyqy, telah meriwayatkan darinya 5 ulama hadits, dan tidak ada yang mentsiqahkan (menganggapnya bisa dipercaya) kecuali Ibnu Hibban (Ats-Tsiqat, 2/296)
Memang para ulama hadits berbeda pendapat tentang kedudukan rawi yang seperti ini. Namun, sebagian besar mereka memasukkannya kedalam kelompok   rawi yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya)  yang mana haditsnya tidak bisa diterima. (Al-Jarh wat Ta’dil 4/82).
Selain itu, Hadits diatas juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar[3]  karena Al-Haitsam ini menyelisihi rawi yang lebih kuat yaitu Hammad bin Salamah dan juga  Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umaryi. yang keduanya meriwayatkan pula dari Al-Azraq bin Qais dengan lafazh, “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua tangan beliau,” tanpa ada tambahan: al-’ajn.[4]
Benarkah kata ‘ajn berarti mengepalkan tangan ?
Sayangnya, kami belum memiliki buku sifat shalat Nabi ini dalam naskah aslinya, sehingga kami tidak bisa mengetahui dengan pasti, yang mengartikan ‘ajn dengan mengepalkan tangan itu syaikh Albani sendiri atau sang mutarjim (penerjemahnya).
Karena pengertian kata ‘ajn dengan makna mengepalkan tangan, adalah sesuatu yang benar-benar syad (asing).  Hal ini bukan saja disebabkan karena tidak dikenal dalam literatur kitab berbahasa arab, tetapi juga dalam kamus-kamus standar, tiada yang kami dapati mengartikan makna عجن ‘ajn  dengan  makna mengepalkan jari-jari tangan. Misalnya :
 Kamus Munawwir cetakan pustaka Progresif, hal 902 : ‘ajana berarti bertopang kuat dengan kedua tangannya.
Al Mu’jam Al Wasith : II/586 : ‘ajana adalah berdiri dengan metelekan dengan tangannya di atas tanah, karena sudah tua atau karena gemuk.
Demikian juga dengan kamus lainnya seperti al ‘Ashri, Mukhtarush Shihah, dan lainnya, tidak ada yang mengartikan ‘ajn dengan mengepalkan tangan.
Pendapat ulama
Dalam kitab klasik, kami tidak menemui adanya  pembahasan ulama mengenai masalah menggenggamkan jemari tangan saat bangkit dari sujud, ini disebabkan tidak ada satupun diantara mereka yang  memaknai ‘ajn  dengan menggenggamkan jemari tangan. Hal ini baru mencuat setelah muncul buku : Sifat/tuntunan shalat Nabi karya al Albani.  Dan yang paling tegas membantah hal ini adalah fatwa PERSIS yang ditandatangani oleh KH. Akhyar Syuhada tertanggal  29 september 2004 M, dinyatakan : Bangkit dari sujud dengan cara mengepalkan tangan sambil menekankan tangan ke tanah tidak disyari’atkan.

Kesimpulan :
1.    Jumhur ulama berpendapat bahwa bangkit dari sujud adalah dengan bersandar pada kedua tangan, yang sifatnya, jari-jari tangan dibuka dan lurus kearah kiblat.
1.     Yang mengatakan bahwa jari itu harus digenggam pada saat bangkit dari ruku’ adalah buku sifat shalat Nabi yang ditulis oleh Albani dengan memaknai kata ‘ajn = menggenggamkan jari-jemari.
2.    Pendapat ini memiliki dua masalah sekaligus, yaitu yang pertama hadits dengan tambahan kata ‘ajn oleh sebagian besar muhaditsin didha’ifkan. Dan kedua, pengartian kata ‘ajn dengan menggengamkan tangan yang bisa dikatakan syad (asing/aneh)
Wallahu’alam.




[1] Hadits ini disebutkan dalam Talkhish Al-Habir juz 1/423, dengan nomor hadist 392.

[2] Hadits diatas diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Awsath (4/213). Dengan sanad hadits dari jalan Yunus bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qais dari Al-Azraq bin Qais.

[3] Munkar adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lemah bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi tsiqah. Dan hadits munkar dipandang sebagai hadits yang sangat lemah, menempati urutan setelah matruk.
[4] Hammad bin salamah haditsnya diriwayatkan oleh Al-Baihaq: 2/135, sedangkan Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umaryi diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq no. 2964.

0 comments

Post a Comment