Apakah
hukum merayakan Valentine ? 085654249970
Jawaban :
Boleh jadi tanggal 14 Februari setiap tahunnya
merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini
maupun di berbagai belahan bumi lainnya. Sebab hari itu banyak dipercaya orang
sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine,
sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk
mengungkapkan rasa ‘kasih sayang’, walau pun pada hakikatnya bukan kasih sayang
melainkan hari ‘making love’.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup
barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan
hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine,
semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai
ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan
remaja muslim sekali pun.
Sejarah Valentine
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah dan
kalau mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal dari upacara ritual agama
Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara
ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi
agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.
The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul:
Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan
lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara
Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day
untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World
Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang
mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan
keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu
berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal
dari ritual Romawi kuno.
Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang
muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama
Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.
“Katakanlah,
‘Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah
apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun:
1-6)
Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya
nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama
milik umat Kristiani. Sehingga seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan
Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama.
Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya
umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga
kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine
khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata
budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan
merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical
Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin
yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini
ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.
Disadari atau tidak ketika kita meminta orang
menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi
“Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar,
menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada
berhala. Icon si “Cupid (bayi bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod
“the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga
diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan
segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa
cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah
syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan
aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain
adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan
membawa pelakunya masuk neraka, naudzu billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini
mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait
erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen
dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini
identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana
seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara
legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam
kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti
berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan
seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya,
semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan
dan memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan nafsu biologis dengan
teman lawan jenis mereka, hanya semata-mata karena beranggapan bahwa hari
Valentine itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina
yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan
zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang
terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love
atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam
bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja
cinta tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga
melanda begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love ini bertaburan
di sana sini. Buat orang barat, berzina memang salah satu bentuk pengungkapan
rasa kasih sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi yang dilindungi
undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk
menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan teman-temannya.
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’: 32)
0 comments
Post a Comment