Bapak
pengasuh,kapankah niat sebuah ibadah itu dimulai ? apakah sebelum memulai
pekerjaan Ibadah atau ketika mengawalinya ? Abdullah –
Sangkima
Jawaban
:
Niat
menurut bahasa berarti meinginkan sesuatu dan bertekad hati untuk
mendapatkannya.[1]
Sedangkan menurut Istilah Syara, niat
adalah tekat hati untuk melakukan amalan
fardhu atau yang lain.[2]
Atau
dalam definisi lain dikatakan : Niat adalah kehendak (Al Iradah)
yang terarah pada sebuah perbuatan untuk mencari ridha Allah Ta’ala
dengan menjalankan hukumNya.[3] Niat adalah sebuah perkara
penting dalam ibadah, yang Rasulullah Saw telah menyatakan tentangnya :
“Sesungguhnya
amal itu tergantung niatnya.”
(Mutafaqqun ‘Alaih)
Keutamaan
Niat
1.
Niat berbuat baik sudah dinilai sebagai
amal kebaikan
Rasulullah y bersabda: “Barang siapa yang berhasrat melakukan
kebaikan lalu dia belum mengerjakannya maka dicatat baginya satu kebaikan. “
(HR. Muslim)
2.
Allah Ta’ala melihat seorang hamba dari
hatinya
Rasulullah y bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat
pada penampilan kalian dan harta kalian, tetapi Dia melihat pada hati dan
perbuatan kalian.” (HR. Muslim)
3.
Niat adalah penentu diterimanya amal
Hal ini didasarkan kepada
hadits : “Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya.” (Mutafaqqun ‘Alaih)
4.
Besar atau kecilnya amalan tergantung
niatnya
Rasulullah y
bersabda : “mu’min lebih baik dari pada amalnya.” (HR. Ath
Thabarani
Hukum
Niat Dalam Ibadah
Hukum
niat menurut Jumhur ulama adalah wajib. Dan mereka telah menetapkan bahwa
ibadah seperti wudhu, mandi, tayamum, shalat, Haji, zakat dll. tidak sah tanpa
adanya niat. Sedangkan dalam pandangan Hanafiyyah Niat itu hanya pada shalat
tidak pada ibdah selainnya semisal wudhu, tayamum dan lainnya.[4]
Dalil-dali
tentang wajibnya niat sangatlah banyak, diantaranya :
Firman
Allah l : “Padahal mereka hanya
diperintahkan untuk menyembah Allah, dengan ikhlas menaatiNya.” (Al Bayinah:5)
Imam
al mawardi mengatakan bahwa kata al Ikhlas biasa diartikan oleh orang
arab untuk menunjukkan arti an niyah (niat).[5]
Rasulullah
y bersabda : “Sesungguhnya setiap perbuatan
tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan
apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan)
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan
siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang
ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”
(Mutafaqqun ‘Alaih)
Imam
An Nawawi mengatakan bahwa ini adalah hadits yang agung dan merupakan salah
satu hadits utama yang menjadi sumber ajaran-jaran Islam.[6]
Tempatnya
Niat
Ulama
sepakat bahwa niat tempatnya adalah dihati. Berkata Imam Ibnu Hajar Al Haitami Al
Makki: (Niat itu di hati) berdasarkan ijma’,
dan mesti ada pada setiap amal yang disyariatkan karena niat adalah maksud, dan
tidaklah perbuatan dianggap ada kecuali dengannya, maka tidaklah mencukupi jika
melalaikannya.[7]
Sedangkan
niat yang diringi dengan dilafadzkan di lisan maka ini hal ini telah menjadi
area khilafiyyah sejak berabad-abad lamanya. Adapun menurut jumhur ulama adalah
sunnah. Karena dipandang mengucapkan niat di lisan adalah upaya untuk membantu
hati menghadirkan niat. Sedangkan mazhab Maliki memandang pelafadzan niat
adalah sesuatu yang dibenci, karena tidak ada dalil yang bersumber dari
Rasulullah Saw dan juga para shahabat bahwa mereka melafadzkan niat. [8]
Waktu
Berniat
Secara
umum niat sebuah ibadah waktunya adalah ketika diawalinya sebuah pekerjaan, - ini
adalah pendapat jumhur ulama- kecuali dalam beberapa kasus tertentu.[9] Berikut diantara
perinciannya :
1. Niat
wudhu
Niat
wudhu dalam pandangan jumhur adalah ketika membasuh muka, kecuali kalangan
Hanafiyyah yang mengatakan bahwa niat wudhu adalah ketika melaksanakan amalan
sunnah yang pertama yaitu membasuh tangan. [10]
Kalangan
Syafi’iyyah dan Hanabilah bahkan membolehkan melakukan tafriq an Niat (memisah-misah
niat) pada semua anggota wudhu. Yaitu ,
dengan cara berniat menghilangkan hadats dari anggota wudhu yang sedang
dibasuh.[11]
2. Niat
Puasa
Menurut
jumhur, boleh mendahulukan niat puasa sebelum awal waktu melakukan puasa,
karena untuk mengetahui awal waktu puasa secara pasti adalah bukan perkara
mudah. Apabila seseorang berniat puasa
wajib berbarengan dengan waktu fajar,
maka puasanya tidak sah menurut
syafi’iyyah.[12]
3. Haji
Menurut
jumhur, Niat dalam haji adalah diawal,
artinya niat orang yang akan berhaji dilakukan sebelum masuk dalam
ritual pelaksanaan ibadah haji, yaitu dilaksanakan ketika ihram.[13]
4. Niat
shalat
Niat
shalat menurut jumhur ulama adalah ketika takbiratul ihram. Sedangkan kalangan
mazhab Syafi’I selain mewajibkan niat harus bersamaan dengan takbiratul ihram,
juga memberi syarat tambahan yaitu bahwa niat harus berlangsung sepanjang takburatul
ihram tersebut. Karena menurut
mereka, takbiratul ikhram adalah amalan pertama di dalam shalat, maka niat
wajib dibarengkan dengannya. Al-Imam asy-Syafi’i dalam
kitab al-Umm Juz 1 berkata, “..Niat
tidak bisa menggantikan takbir, dan niat tiada memadai selain bersamaan dengan
Takbir, niat tidak mendahului takbir dan tidak (pula) sesudah Takbir.”
Jika antum ingin mendalami
masalah ini, silahkan merujuk ke kitab-kitab berikut :
- al-Imam
an-Nawawi didalam Kitab Raudhatut Thalibin, pada fashal (فصل في النية يجب مقارنتها
التكبير), dalam kitab al-Majmu' (II/43),
- al-Qadhi
Abu al-Hasan al-Mahamiliy, al-Lubab fi al-Fiqh asy-Syafi'i, pada
pembahasan (باب فرائض الصلاة),
- al-‘Allamah
asy-Syaikh Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al-Malibariy dalam Fathul Mu’in
Hal 16,
- asy-Syekh
Abu Ishaq asy-Syairaziy, Tanbih fi Fiqh asy-Syafi'i (1/30),
- Sayyid
Sabiq, Fiqh Sunnah, pada pembahasan (فرائض الصلاة),
- al-Imam
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, didalam Kifayatul Ahyar,
pada bab (باب أركان الصلاة),
- al-Imam
Ibnu Hajar al-Haitamiy, didalam Tuhfatul Muhtaj (تحفة المحتاج بشرح المنهاج) [II/12],
- al-‘Allamah
Al-Mahalli, Syarah Mahalli ala Minhaj Juz I (163),
- al-Hujjatul
Islam a-'Allamah al-Faqih al-Imam Aa-Ghazaliy, al-Wajiz fi Fiqh al-Imam
asy-Syafi'i, Juz I, Kitabus Shalat pada al-Bab ar-Rabi' fi
Kaifiyatis Shalat, a
- l-'Allamah
asy-Syekh Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawiy, as-Siraj al-Wahaj (السراج الوهاج على متن المنهاج)
- Al
Mausu’ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah,
2/287
- Prof. Dr.
Wahbah Zuhaili, Fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 1 dari halaman 131
– 194. dan lain sebagainya.
Demikian,
semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[1] Al Majmu
Syarh al Muhadzdzab,1/360.
[2] Fiqh al
Islami wa Adilatuhu, 1/131.
[3] Al
Mausu’ah Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah, 2/287. Fiqhul Islami wa Adillatuhu,
1/137.
[4] Syarhul
Kabir,1/93. Al Majmu Syarh al Muhadzdzab,1/361.
[5] Fiqh al
Islami wa Adilatuhu, 1/135.
[6] Ibid
[8] Ahkamun
Nihyah,10. Al Qawanin al Fiqhiyyah, 57.
[9] Asybah wa
Naza’ir,43. Ahkamun Nihyah,10.
[10] Fiqh al
Islami wa Adilatuhu, 1/146
[11] Ibid
[12] Fiqh al Islami
wa Adilatuhu, 1/148.
[13] Ibid
[14] Fiqh al
Islami wa Adilatuhu, 1/147.
0 comments
Post a Comment