MEMILIKI
LUKA YANG DIBALUT BAGAIMANA CARA BERWUDHU
Bapak pengasuh, bagaimanakah
tatacara berwudhu yang benar bila kita memiliki luka yang dibalut ? Apakah dengan cara diusap bagian balutannya atau
dilewatkan saja (tidak usah dibasuh). Mohon pencerahannya. Abdurrahman – Kaltim.
Jawaban
:
Islam
adalah agama Universal. Dalam perkara-perkara pelik lagi rumit sekalipun,
syariah tetap memberikan solusi. Tidak
ada satupun masalah yang bila kita tempuh penyelesaiannya lewat jalan
Islam akan berujung pada jalan buntu atau kesesatan.

Pensyariatan
mengusap perban
Yang dimaksud balutan (jaba’ir)
menurut istilah Fiqih adalah sesuatu yang diikat pada tempat luka, kudis, dan
tempat membaung darah.[1]
Adapun ketika seseorang bersuci
–sedangkan dia dalam kondisi diperban sebagian anggota badannya- maka boleh
hanya dengan mengusap perbannya. Tidak
usah dibuka, demikian menurut kesepakatan ulama. Adapun dalilnya adalah :
1.
Dari Ali bin Abi Thalib a Dia berkata : “Lenganku telah
patah, kemudian aku bertanya kepada Rasulullah y tentang hukumnya, beliau menyuruhku untuk
mengusapnya.” (HR. Ibnu Majah)[2]
2.
Dari Jabir aIa
menyebutkan tentang seorang shahabat yang luka dikepala, lalu ia mandi hingga
meninggal dunia. Setelah itu Nabi y bersabda :
إِنَّمَا
كَانَ يَكْفِيهِ أَنْ يَتَيَمَّمَ وَيَعْصِرَ - أَوْ يَعْصِبَ «شَكَّ مُوسَى -
َعلَى جُرْحِهِ خِرْقَةً، ثُمَّ يَمْسَحَ عَلَيْهَا وَيَغْسِلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
“Sesungguhnya dapat mencukupi
kalau ia hanya mengambil tayamum dan membalut lukanya dengan perca kain, dan
setelah itu ia mengusap diatasnya dan
mandi kebagian tubuhnya (yang lain).”(HR.
Abu Daud)[3]
Membuka
perban ketika akan bersuci tentu akan memberatkan, hal ini tentu tidak
diinginkan oleh syariat yang mulai ini. Sebagaimana firmanNya :
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
“Allah
menginginkan kemudahan bagimu, dan tidaklah Allah menginginkan kesukaran bagimu..” (al Baqarah : 185).
Lagi pula secara akal, jika
mengusap khuf (sepatu) saja dibolehkan
ketika seseorang bersuci, lalu bagaimana dengan perban yang mengandung
kesukaran dan kemudharatan di dalamnya?[4]
Jadi, teranglah bahwa seseorang
yang memiliki luka yang diperban, tidak perlu membuka perbannya bila ia
bersuci. Adapun tentang hukum dan tuntunan tatacaranya, mari kita simak
penjelasan ulama berikut ini :
Hukum
mengusap perban
Menurut ijma’ ulama, hukum
mengusap perban ketika bersuci adalah wajib bagi orang yang memiliki luka
perban bila ia tidak membuka perbannya untuk dibasuh air.
Sedangkan bila berkaitan dengan
pilihan, apakah dia membuka atau tidak membuka perbannya : bila ketika
memakainya ia dalam kondisi suci dari hadats maka mengusap perban hukumnya
mubah, Sedangkan bila belum bersuci, ia harus membuka perban dan membasuhnya
selama tidak membahayakan. Bila takut ada kemudharatan maka mengusap perban
sudah mencukupi.[5]
Syarat
mengusap perban yang disepakati
Berikut syarat-syarat mengusap
perban yang disepakati ulama bagi orang yang berwudhu atau mandi besar [6] :
1.
Hendaknya
perban yang dibasuh adalah perban dari luka yang apabila terkena air maka luka
itu membahayakan. Atau dikhawatirkan akan berakibat buruk apabila perban itu
dibuka.
2.
Perban berasal
dari bahan yang suci dan bukan barang yang haram.
3.
Hendaknya
balutan perban tidak melewati bagian yang perlu
Syarat syarat yang tidak disepakati
Dan berikut ini syarat
yang tidak disepakati oleh para ulama dalam masalah ini[7] :
1. Dipakai
ketika suci dari hadats.
Kalangan Syafi’iyyah
dan hanabilah menetapkan syarat harus suci ketika memakai perban. Jika syarat
bersuci tidak bisa bisa dipenuhi, maka wudhu atau mandi janabah digantikan
dengan tayamum. Sedangkan mazhab Maliki dan Hanafi tidak menetapkan syarat ini.
2.
Perban bukan
barang rampasan
Syarat ini
ditambahkan oleh kalangan Hanafiyyah, adapun tiga mazhab yang lainnya tidak
mensyaratkannya.
Tatacara
dan kadar yang harus diusap
Berikut
tatacara mengusap perban, yang kami ringkaskan dari kitab Fiqh
al
Islami wa Adillatuhu juz I halaman 432 -433 :
1. Al-Hanafiyah dan
Al-Malikiyah mengatakan bahwa bila yang luka itu nyaris hampir semua badan,
maka bukan dengan diusap melainkan dengan tayammum saja.
2. Bila membasuh
anggota tubuh yang sehat masih dimungkinkan dan tidak membahayakan anggota
tubuh yang luka, maka caranya dengan berwudhu' atau mandi biasa, lalu tepat
pada bagian yang luka dan diperban, cukup diusap saja. Sedangkan bila anggota
tubuh yang sehat dibasuh namun berpengaruh juga kepada yang luka, saat itu tidak
perlu berwudhu' melainkan diganti saja dengan tayammum.
3. Jumhur Mazhab ,
yaitu Maliki, Syafi’I dan Hanbali mewajibkan untuk mengusap keseluruhan perban
dengan air.
4. Jangka mengusap
serban tidak dibatasi, artinya boleh dilakukan sampai sembuh.
Perkara-perkara
yang membatalkan mengusap perban
Berikut
ini adalah hal yang dapat membatalkan mengusap perban[8] :
1.
Apabila perban terbuka baik disengaja ataupun
tidak.
2.
Sembuh dari sakit.
3.
Semua yang membatalkan wudhu.
Demikian
penjelasan masalah ini. Wallahua’lam bis Shawwab.
[1] Al Qawanin al Fiqhiyyah,39.
[2] Hadits ini juga diriwayatkan
oleh Daruquthni dan al Baihaqi dengan sanad yang lemah (Nashbur Rayah, I/186)
[3] Imam Syaukani dalam Nailul
Authar (I/285) mengatakan bahwa hadits Jabir ini banyak jalur
periwayatannya,dan masing-masing saling menguatkan, sehingga bisa digunakan
sebagai dalil. Sedangkan imam Baihaqi mengatakan bahwa hadits ini adalah yang
paling shahih dalam masalah ini. (lihat Subulus Salam, I/99)
[4] Fath al
Qadir (I/109).
[5] As Syarh
as Shaghir (I/262/265). Syarh al Kabir (I/163), Mughni al Muhtaj
(I/94), Al Muhadzab (I/37).
[6] Ad Durr al Mukhtar (I/258).
[7] Fiqh al
Islami wa Adillatuhu (I/430).
[8] Ibid
0 comments
Post a Comment