FADHILAH PUASA

Assalamu’alaikum Wr Wb
Bapak Utsadz, mohon agar dituliskan tentang fadhilah puasa agar kami tetap semangat dalam mengerjakan ibadah di bulan Ramadhan. Yusuf – via Facebook.
Jawaban :
Ibadah puasa- khususnya puasa wajib yang dikerjakan di bulan Ramadhan- memiliki fadhilah yang sangat agung,  banyak hadits –hadits Nabawi yang telah menyebutkan hal ini. Diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Orang yang berpuasa Ramadhan memiliki pintu khusus untuk masuk ke dalam syurga.
Diriwayatkan dari Sahl bin Saad a ia berkata, Rasulullah y bersabda : “Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman : Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya.” (Bukhari-Muslim)
Dan beliau juga bersabda : “Siapa yang termasuk ahli puasa, akan dipanggil dari pintu surga ar-Royyan.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Puasa bisa menjadi penebus dosa.
Orang-orang yang mengerjakan puasa dengan ikhlas, akan diganjar oleh Allah dengan ampunan atas dosa-dosa yang telah dikerjakannya. Bersabda Rasululah y :"Barangsiapa berpuasa dengan iman dan dan mengharap ke-Ridhaan Allah, maka dosanya keluar seperti hari ibunya melahirkannya."  (HR. Ahmad)
3. Orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kegembiraan.
Telah bersabda Rasulullah y :  “Bagi orang yang berpuasa terdapat dua kegembiraan. Kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat kelak perjumpaannya dengan Allah karena ibadah puasanya.” (HR Bukhari)

4. Puasa adalah penangkal dan pemberi syafaat pada hari kiamat.
Diriwayatkan dari  seorang shahabat,  yakni ‘Abdullah bin ‘Amr hbahwasanya Nabi y bersabda : “Puasa dan al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada seorang hamba pada Hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Wahai Rabbku, aku telah menghalanginya dari makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.’ Al-Qur`an berkata, ‘Aku telah menghalanginya dari tidur di malam hari, maka izinkan aku memberi syafa’at kepadanya.”[1]
Rasulullah y juga bersabda : “Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari)

5. Mendapatkan ganjaran dari Allah tanpa hitungan.
Fadhilah selanjutnya dari ibadah puasa adalah, pelakunya akan mendapatkan ganjaran yang tidak terhitung dari Allah ta’ala. Sebagaimana hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah y  dalam sebuah hadits : “Setiap perbuatan anak Adam kembali kepada dirinya kecuali Ash-Shiyam (puasa) karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku dan akulah yang (langsung) memberikan ganjarannya.” Puasa merupakan perisai. Bila salah seorang di antara kalian sedang berpuasa maka janganlah ia terlibat dalam kemaksiatan dan perselisihan. Jika ia diprovokasi maka katakanlah: ”Sesungguhnya aku sedang puasa.” (HR. Bukhari)
Dan beliau juga bersabda :"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipat. Allah k berfirman, ‘Kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku yang akan mengganjarnya. Dia meninggalkan nafsu dan makanannya demi Aku." (HR. Muslim)

6. Bau mulut orang yang melakukan puasa bagi Allah SWT wanginya lebih wangi dari bau kesturi.
Rasulullah y telah bersabda : ”Demi Allah yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi daripada aroma misk.” (HR. Bukhari)
7. Puasa fii sabilillah (dalam jihad) menjauhkannya dari neraka.
Sebagaimana sabda Rasulullah y : “Siapa yang puasa sehari dalam jihad, Allah jauhkan dengan satu hari itu panas neraka jahanam dari wajahnya sejauh 70 tahun.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah ; Shahih)
Demikianlah diantara fadhilah-fadhilah (keutamaan) ibadah puasa yang disebutkan dalam hadits-hadits nabi, yang tidak sepantasnya orang-orang yang ingin meraup pahala disisi Allah lmeremehkan untuk mengerjakannya.
Selain puasa memiliki fadhilah pahala dan keuntungan akhirat, puasa juga memiliki fadhilah bisa memelihara kesehatan jasmani dan rohani  orang yang mengerjakannya.
a. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah)
Sudah menjadi kesepakatan para ahli medis, bahwa hampir semua penyakit bersumber pada makanan dan minuman yang mempengaruhi organ-organ pencernaan di dalam perut. Maka sudah sewajarnyalah jika dengan berpuasa organ-organ pencernaan di dalam perut yang selama ini terus bekerja mencerna dan mengolah makanan untuk sementara diistirahatkan mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari selama satu bulan.
Dengan berpuasa ini maka ibarat mesin, organ-organ pencernaan tersebut diservis dan dibersihkan, sehingga setelah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan Insya Allah kita menjadi sehat baik secara jasmani maupun secara rohani. Hal ini memang sudah disabdakan oleh Rasulullah y dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Suny dan Abu Nu’aim yaitu, Rasulullah bersabda : "Berpuasalah maka kamu akan sehat.”[2]
Juga dalam hadits yang lain dari Abu Hurairah, Rasulullah y bersabda :  "Bagi tiap-tiap sesuatu itu ada pembersihnya dan pembersih badan kasar (jasad) ialah puasa." (HR. Ibnu Majah)
Dalam fakta sejarah dan hasil penelitian ilmiah, kebenaran hadis ini telah terbukti, berikut fakta dan data mengenai masalah ini. 
1.          Beberapa ulama secara khusus menulis ajaran kesehatan dalam Islam, misalnya Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam ath-Thibb an-Nabawi. Ibnu Muflih al-Maqdisi dalam al-idab asy-Syar’iyah, secara panjang lebar mengurai pola hidup sehat yang diterapkan oleh Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wasallam Begitu pula asy-Syami dalam kitab sejarah Subulul-Huda wa-Rasyad, Juga, Imam al-Ghazali dalam Ihyâ’ Ulûmiddin, kesemuanya pembahasan ulama diatas senantiasa mengkaitkan pola hidup sehat dengan puasa.
2.         Di kalangan ahli kesehatan, puasa telah menjadi lapangan penelitian tersendiri. Selama 36 tahun, Prof. H. M. Herlambang Wijayakusuma mencoba menelusuri rahasia puasa, dengan mengunjungi lembaga penelitian di berbagai Negara, seperti Jepang, Korea, Perancis, China, Taiwan dan Amerika Serikat. Di mana diteliti secara langsung sanatorium puasa yang dijadikan tempat pengobatan dan terapi kesehatan. Dari berbagai kunjungan tersebut, dapat disimpulkan bahwa ternyata puasa bukan saja merupakan ajang pelatihan mental dan spiritual, melainkan juga menjadi medium penyehatan fisik. Kesimpulan lain adalah bahwa berpuasa ternyata telah menjadi tradisi serta kecenderungan yang dilakukan oleh orang-orang yang hidup di Negara-negara maju dan modern, di Negara-negara yang kebutuhan pangannya sudah tercukupi, bahkan berlebih.
3. Fasten Institute (Lembaga Puasa) di Jerman menggunakan puasa untuk menyembuhkan penyakit yang sudah tidak dapat diobati lagi dengan penemuan-penemuan ilmiah dibidang kedokteran. Metode ini juga dikenal dengan istilah "diet" yang berarti menahan / berpantang untuk makanan-makanan tertentu.
4. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang berjudul "Al Islam wat Tibbul Hadits" menjelaskan bahwa puasa adalah obat dari bermacam-macam penyakit diantaranya kencing manis (diabetes), darah tinggi, ginjal, dsb.
5. Dr. Alexis Carel seorang dokter internasional dan pernah memperoleh penghargaan nobel dalam bidang kedokteran menegaskan bahwa dengan berpuasa dapat membersihkan pernafasan.
b. Membersihkan rohani dari sifat-sifat tercela
Hal ini ditandai dengan kemampuan orang berpuasa untuk meninggalkan sifat-sifat hewani seperti makan, minum (di siang hari) yang sering tidak terkendali. Mampu menjaga panca indera dari perbuatan-perbuatan maksiat dan memusatkan pikiran dan perasaan untuk berzikir kepada Allah (dzikrullah).
Puasa melatih seseorang untuk tidak mudah marah, sifat rakus, riya dan menghilangkan sifat tercela lainnya. Puasa juga bisa menumbuhkan sifat ikhlas, qana’ah, sabar, menumbuhkan sikap empati dan mudah merasa. Sehingga seseorang yang melazimi berpuasa akan indah akhlaqnya, jujur perkataannnya, bersih hatinya, pendek kata sehatlah rohaninya.
Dengan demikian maka wajarlah bagi orang yang berpuasa mendapatkan fasilitas dari Allah yaitu dipersamakan dengan malaikat. Hal ini diperkuat oleh sabda Rasulullah dalam salah satu haditsnya : "Ada tiga golongan yang tidak ditolak doa mereka yaitu ; orang yang berpuasa sampai ia berbuka, kepala negara yang adil, dan orang yang teraniaya." (HR. Turmudzi).
Juga dalam hadits lain dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash h, Rasulullah y bersabda : "Sesungguhnya orang yang berpuasa diwaktu ia berbuka tersedia doa yang makbul." (HR. Ibnu Majah)
Demikian, wallahu a’lam.



[1] Hadits ini dirirwayatkan oleh imam  Ahmad dalam musnadnya, hadits no. 6626 dari jalur Ibnu Umar. Al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawa`id, 3/181 berkata, “Rawi-rawinya adalah rawi hadits shahih.”
[2] Hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thabarani dalam Al Mu’jam Al Awsath (2/225). dan Abu Nu’aim dalam Thib An Nabawi (24/1), Ibnu ‘Adi dalam al Kamil (7/2521), Ath Thabarani dalam Al Awsath (9/4308), Al ‘Iraqi dalam "Takhrij Ahadits al Ihya’ (7/87).  Ini merupakan potongan hadits dari :
اغْزُوا تَغْنَمُوا، وَصُومُوا تَصِحُّوا، وَسَافِرُوا تَسْتَغْنُوا
“Berperanglah kalian akan mendapat ghanimah, berpuasalah niscaya kalian akan sehat, bepergianlah niscaya kalian akan cukup (kaya).”
            Tentang kualitas haditsnya, ulama berbeda pendapat, Imam Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid mengatakan: rijal hadits ini tsiqat (terpercaya). sedangkan Imam Ibnul Qayyim mengatakan tentang salah satu rawi hadits : Zuhair ini dhaif. Lihat Syarh Sunan Abi Daud (7/283)
 Sedangkan dari Ibnu Ma’in terdapat berbagai komentar tentang Zuhair.  Dari Utsman bin A Darimi, dari Ibnu Ma’in, katanya: tsiqah. Dari Muawiyah bin Shalih, dari Ibnu Ma’in: dhaif. Sekali lagi dia mengatakan:  laisa bi qawwi (bukan orang kuat). Ditempat lain mengatakan: tidak apa-apa. Abu Hatim mengatakan;  “Dia orang jujur tapi buruk hapalannya, dan hadits yang diriwayatkan darinya di Syam, lebih diingkari dibanding yang di Irak.” An Nasa’i mengatakan; laisa bil qawwi (tidak kuat). At Tirmidzi bertanya kepada Al Bukhari tentang Zuhair ini, beliau menjawab: “Aku khawatir terhadap Syaikh ini.”  Lihat Mizanul I’tidal (2/84).
Lalu tentang rijal lainnya, yakni  Suhail bin Abu Shalih para ulama berselisih pendapat.. Imam Yahya bin Ma’in mengatakan, haditsnya tidak bisa dijadikan hujjah. Abu Hatim mengatakan, haditsnya hanya ditulis saja tidak boleh dijadikan hujjah. Sementara An Nasa’i mengatakan: dia tidak ada masalah. Ibnu ‘Adi mengatakan bahwa Suhail adalah seorang Syaikh (artinya riwayatnya bagus). Banyak para imam meriwayatkan darinya, dia juga menceritakan dari ayahnya dan jamaah dari selain ayahnya. Ini menunjukkan keisimewaannya, dan bagiku (Ibnu ‘Adi) dia adalah tsabit (kokoh), tidak ada masalah, dan khabar darinya maqbul (diterima). As Sulami berkata: Aku bertanya kepada Ad Daruquthni bahwa Al Bukhari tidak meninggalkan hadits Suhail dalam kitab Shahihnya. Dia menjawab: “Aku tidak tahu adanya ‘udzur (halangan) baginya.” Dan, An Nasa’i jika dia melewati hadits Suhail, maka dia mengatakan: Demi Allah, hadits Abu Suhail lebih baik dari pada hadits Abu Al Yaman dan Yahya bin Bakir dan selain keduanya. Ibnu Hibban memasukkannya dalam kitab Ats Tsiqat, (terpercaya). Lihat Al Hafizh Ibnu Hajar, Tahdzib At Tahdzib (3/263-264)
Meski hadits ini lemah, namun ia memiliki jalur yang berbeda-beda sehingga bisa saling menguatkan, yakni  ada 4 tranmisi:
1.   - Dari jalur Muhammad ibn Sulaiman ibn Abu Dawud—Zuhair ibn Muhammad Abu al Mundzir al Khurasany—Suhail ibn Abu Shalih—Abu Hurairah.
2.  Dari jalur Nahsyal ibn Sa‘id—al Dhahhak ibn Muzahim—Ibnu Abbas.
3. Dari jalur Husain ibn Abdullah ibn Dhumairah ibn Abu Dhumairah al Himyary al Madany—Ayahnya (Abdullah ibn Dhumairah)—Kakeknya (Dhumairah ibn Dhumairah al Himyary).
4. Dari jalur Abu Amr al Rabi' ibn Habib al Azdy—Abu Ubaidah Muslim ibn Karimah al Tamimi.
Menurut hemat kami, hadits tentang masalah ini tidak mengapa dituliskan apalagi sekedar untuk fadhilah amal. Dengan pertimbangan :
  1. Bukan dalam masalah ahkam (halal dan haram)
  2. Jumhur ulama membolehkan memakai hadits dha’if untuk hal yang berkaitan dengan fadhilah amal
  3. Hadits ini masih diperselisihkan antara dha’if atau hasan
  4. Hadits ini memiliki penguat dari hadits lain yang memiliki makna yang kurang lebih sama.
  5. Memiliki makna yang shahih karena bersesuaian dengan akal, iptek dan ilmu pengetahuan.
Wallahu’alam

0 comments

Post a Comment