DANA LSM DIBAGI-BAGI


Assalamualaikum Wr Wb

          Afwan ustadz, beberapa tahun yang lalu kami mendirikan LSM di KUTIM dan kemudian mendapatkan dana bansos dari pemerintah, dana tersebut kami gunakan sebagai modal untuk menghidupi LSM tersebut dan di belikan alat-alat kebutuhan kantor (inventaris). Dari dana bansos kami gunakan juga untuk buka kursus dan pelatihan yang kemudian kami mendapatkan keuntungan dari usaha itu.
 Selanjutnya kami ingin mengembangkan usaha yang sifatnya untuk menjadikan LSM kami mandiri, bukannya bertambah mandiri, dari keuntungan yang telah kami kumpulkan selama ini habis hampir tak tersisa, tapi masih ada beberapa saldo di bank dan inventaris. Yang ingin kami tanyakan adalah bagaimana hukumnya sisa saldo dan inventaris tersebut manakala kami bagi-bagi antara pengurus yang ada, karena selama ini kami tidak mendapatkan jatah atau bagian dari dana bansos tersebut. Lagian toh LSM tersebut udah tidak eksis lagi. kami mohon penjelasan dari ustadz. syukran katsira. Fauzi sangatta.

Jawaban :
Saudaraku, ketika anda dan teman-teman yang tergabung dalam LSM mendapatkan bantuan dana Bansos dari pemerintah, pasti ada akad[1] yang menyertainya. Akad  (kesepakatan) itu mungkin tertulis mungkin juga ada yang tidak. Akad yang tidak tertulis  biasanya yang sudah sama-sama dimaklumi, misalnya dana tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi, untuk kejahatan dan lain-lain.
Akad inilah yang dalam syariat islam sangat menentukan sebuah muamalah[2], apakah ia sah atau tidak, baik atau buruk, yang pada ujungnya akan menentukan hasil muamalah tersebut halal atau haram. Dan ulama telah bersepakat tentang terlarangnya sebuah muamalah, baik itu berupa  jual beli, gadai, hibah, dan lainnya yang menyelisihi akad yang telah disepakati.
Hal ini didasarkan kepada sebuah qaidah usul yang berbunyi : Al-Muslimuuna inda syuruutihim. Yang artinya, orang islam itu terikat dengan syarat (akad) yang telah disepakatinya. Maknanya adalah, bahwa pelanggaran seorang muslim atas peraturan yang telah disepakatinya dalam sebuah hubungan muamalah, maka itu hakikatnya adalah sebuah pelanggaran atas ketetapan syariah Islam. Tentu saja hukumnya berdosa, meskipun dengan niatan baik. Karena dalam Islam niat baik saja tidak cukup untuk menjadikan sebuah amalan bernilai pahala. Selain niat yang baik, ia juga harus disertai dengan pelaksanaan yang baik pula.
Hukum dari masalah yang ditanyakan, terkait erat dengan akad ini tadi. Yakni ketika pemerintah Kutim bermuamalah dengan LSM milik bapak fauzi dkk, dengan memberikan dana bansos, tinggal dilihat apa akad-akadnya. Bila akadnya bantuan tersebut untuk kegiatan LSM, maka jelas tidak boleh dipergunakan untuk hal-hal yang diluar akad tersebut, termasuk untuk dibagi-bagi antar pengurus dan pendiri yayasan.
Jangankan sampai sejauh itu, dana sumbangan -menurut Yusuf Qaradhawi dalam kitabnya halal wal haram –untuk dipergunakan selain tujuan penyumbang saja, itu sudah tidak diperbolehkan. Misalnya, sebuah LSM menerima sumbangan dari pemerintah untuk biaya operasional kegiatan, maka tidak boleh dana tersebut  digunakan untuk membangun bangunan. Jadi, sebuah muamalah –termasuk – sumbangan, tidak boleh dialihkan tanpa ada perubahan akad yang disepakati. Kecuali, jika pengalihannya untuk hal-hal yang memang masih bisa ditolelir (nilainya tidak banyak dan masih ada kaitannya dengan tujuan penyumbang) mungkin hal ini masih bisa dimaklumi.  Wallahu a’lam.


[1] Secara literal, akad berasal dari bahasa arab yaitu yang berarti perjanjian atau persetujuan. Kata ini juga bisa diartikan tali yang mengikat karena akan adanya ikatan antara orang yang berakad. Sedangkan secara istilah akad adalah pengikat dan kesepakatan dalam jual beli ( Fiqh as Sunnah,III/171).
[2] muamalah berasal dari bahasa Arab : ‘amala – yu’amilu – mu’amalatan (al-mu’amalah), yang berarti menyikapi, memperlakukan, bergaul, berinteraksi, dan semacamnya. Bidang muamalah dalam fiqih Islam secara umum mencakup bidang pergaulan dan interaksi sesama manusia di dalam aspek-aspek kehidupan umum, seperti aspek adat istiadat dan kebiasaan, sosial dan kemasyarakatan, budaya, kesenian dan hiburan, ekonomi dan perdagangan, pendidikan dan pengajaran, politik dan pengelolaan pemerintahan, dan lain-lain.
Yang kemudian dalam penggunaannya muamalah sering digunakan sebagai istilah pergaulan, interaksi dalam masalah ekonomi.

0 comments

Post a Comment