Ustadz
bagaimana hakikat tentang orang-orang yg menolak hadits nabawi dan yang punya
nabi lagi ?
Jawaban :
Al Islam
sebagai agama Allah yang paripurna memiliki dua sumber utama yakni al Qur’an
dan al Hadits. Kedudukan al Hadits atau sunnah memegang peranan yang sangat penting,
selain berfungsi untuk menjelaskan hal-hal yang tidak secara gamblang
dijelaskan dalam al Qur’an, as Sunnah bahkan menjadi hukum dalam Islam itu
sendiri. Demikianlah yang diyakini dan yang dipraktekkan oleh umat Islam dari
duhulu hingga sekarang, bahkan kelak hingga berdirinya hari kiamat.
Namun, tidak
bisa dipungkiri. Dalam perjalanannya, hadits nabi bukan hanya dipalsukan,
tetapi juga diingkari oleh kelompok-kelompok yang mereka yang mengaku muslim
sekalipun. Kalau kelompok pemalsu hadits ingin menyesatkan umat lewat pengamalan
hadits yang palsu, kelompok kedua justru lebih sadis, mereka ingin menghancurkan
Islam dengan menjadikan umat menjauhi (baca : mencampakkan) hadits-hadits
nabawi.
Kelompok kedua
inilah yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Kita ulas sejarah
kemunculannya, siapa mereka, argumen-argumen mereka dan bantahan telak atas rusaknya
pendalilan yang mereka gunakan dalam menyerang otoritas hadits.
Pengertian inkar
sunnah.
Inkar sunnah adalah gerakan yang mengaku kelompok Islam
yang tidak atau enggan mengikuti sunnah Rasulullah, mereka hanya berpegang
kepada al-Quran saja, ada juga menyebut inkar sunnah dengan munkir sunnah, jadi
inkar sunnah adalah kelompok dari kalangan umat Islam yang menolak ototritas
dan kebenaran sunnah sebagai hukum dan sumber ajaran Islam.
Peringatan Rasulullah akan munculnya kelompok ini
Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Hampir saja saya mendapati salah seorang di
antara kalian duduk seraya bersandar di atas ranjang hiasnya tatkala datangnya
kepadanya perintah atau larangan dariku lalu dia berkomentar, ‘Saya tidak tahu,
apa yang kami jumpai dalam al-Qur’an maka kami mengikutinya. (HR. Abu Dawwud
dan Ahmad)
Kapan kemunculannya
?
Pada masa
kenabian dan masa sesudahnya, khalafaur Rasyidin, umat Islam masih sepakat
bahwa sunnah/hadits merupakan salah satu
sumber ajaran Islam disamping Al Qur’an. Tidak ada bukti sejarah dizaman ini,
ada sebagian umat yang mengaku muslim bersuara
menolak sunnah atau hadits Nabawi. Bahkan sampai masuk masa dinasti Umayyah (41-132
H), belum terlihat jelas adanya orang atau kelompok yang mengingkari sunnah
Nabi sebagai dasar sumber hukum Islam. Barulah kemudian diawal berdirinya dinasti
Abasiyah (132 H) mulailah terekam tindak tindak adanya kelompok menyimpang yang
mengingkari sunnah atau hadits nabi. Kelompok ini yang kemudian dikenal dengan sekte
Inkarussunnah atau Munkirussunnah.
Bukti bahwa kelompok
Inkarussunah ini telah muncul dizaman ini, bisa kita temukan dari uraian imam
besar yang hidup dimasa itu, Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitabnya al Umm. Dalam
penjelasannya imam Assyafi’i membagi kelompok ini menjadi tiga golongan, yakni (1)
yang mutlak menolak semua hadits, (2) hanya menerima hadits yang cocok dengan
al Qur’an dan yang terakhir (3) menerima hadits yang derajatnya mutawatir.[1]
Tokoh Inkar Sunnah di era Modern
Setelah masa al
Imam asy Syafi’i tersebut, kelompok ini dengan terselubung maupun terang-terangan
mulai bermunculan dimana-mana. Dimasa sekarang, yang terang diketahui sebagai pentolan
kelompok penolak hadits adalah Taufiq Sidqi dan Ali Abdurraziq dari Mesir,
Kasim Ahmad dari Malaysia sedangkan yang lokal indonesia adalah H. Abdurrahman
dan Muhammad Ircham Sutarto.
Taufiq
Sidqi berasalal dari Mesir. Ia meningal dunia pada tahun 1920. Ia berpendapat
bahwa sumber ajara Islam hanyalah satu, yaitu al-Qur’an. Gulam Ahmad Parvez
adalah orang yang berasal dari India dan lahir di sana pada tahun 1920. Ia
merupakan pengagum dan pengikut setia ajaran Taifiq Sidqi. Pendapatnya yang
terkenal adalah bahwa tata cara shalat hanya tegantung kepada para pemimpin
umat. Merekalah yang berhak menentukannya dengan cara musyawarah dengan
memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat setempat.
Sedang
Rasyad Khalifah adalah seorang yang berasal dari Mesir dan menetap di Amerika
Serikat. Ia berpendapat bahwa hadits-hadits hanyalah perilaku Iblis yang
dibisikkan kepada Nabi Muhammad saw. Adapun Kassim Ahmad, dia berasal dari
Malaysia dan dengan tegas mengatakan bahwa ia merupakan pengagum utama Rasyad
Khalifah. Dalam bukunya Hadits Sebagai Suatu Penilaian Semula terdapat berbagai
hujatan terhadap hadits-hadits Nabi. Dengan buku tersebut, ia berusaha mengajak
Ummat Islam unutk meninggalkan hadits-hadits dan mencukupkan diri dengan al-Qur’an.
Bahkan ia menuduh bahwa hadislan menjadisebab utama kemunduran Islam.
Keberadaan Faham
Inkar Sunnah di Indonesia berawal dari tahun 1980-an. Pengajian yang mereka
mereka sebut Kelompok Qur’ani (kelompok pengikut al-Qur’an). Pengajian Inkar
Sunnah ketika itu sangat ramai, bahkan memenguasai beberapa masjid. Di antara
mesjid yang pernah dijadikan pusat pengajian adalah masjid Asy-Syifaa’ yang
terletak di Rumah Sakit Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta. Rumah Sakit tersebut
menyatu dengan Universitas Indonesia serta tempat praktek Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Pengajian yang mereka adakan di pimpin oleh H.
Abdurrahman pedurenan Kuningan Jakarta. Pengajian ini biasanya dimulai
setelah shalat magrib. Tetapi, lambat laun, pengajian ini tidak lagi mau
menggunakan azan dan iqamat ketika shalat berjamaah hendak mereka laksanakan.
Karena, menurut mereka, tata cara tersebut tidak ditemukan dalam al-Qur’an. Di
samping itu, mereka juga menyeragamkan shalat dengan hanya dua rakaat.
Selain
itu, pengajian mereka ditemukan pula di proyek Pasar Rumput Jakarta Selatan.
Tepatnya di Masjid al-Burhan yang dipimpin oleh ustasdz H.Sanwani, guru
masyarakat setempat. Tetapi tidak lama kemudian, pengajian tersebut juga tidak
mau menggunakan azan dan iqamat saat shalat hendak mereka laksanakan.
Bahkan jumlah rakaat shalatnya pun sama dengan yang diajarkan oleh
H.Abdurrahman di kompleks Rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Selain itu, mereka
tidak mau berpuasa pada bulan ramadhan kecuali mereka-mereka yang melihat hilal
secara langsung. Hal ini berdasarkan pada asumsi mereka terhadap al-Qur’an
surah al-Baqarah ayat 185.