FILM MENGHINA NABI


Ustadz, saya mau bertanya. Baru-baru ini ada film kontroversial yang menghina Nabi Muhammad.  Bagaimana seharusnya sikap kita menghadapi hal ini?

Jawaban :
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (QS Al Furqan: 31)

Upaya dari musuh-musuh Allah  menghina Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam tidaklah aneh karena pada hakekatnya sebenarnya mereka ingin memadamkan cahaya islam, diantaranya dengan cara mencaci rasul pembawa ajaran ini. Mulai dari mendustai kebenaran risalahnya, mencela, menuduhnya gila, tukang sihir bahkan dengan menggambarnya dengan gambar kartun atau menfilmkan dengan maksud melecehkan dan merendahkan.
Diantaranya adalah film Innocence of Muslims jelas sebuah film yang sangat merendahkan dan menghina Nabi Muhammad Shalallahu’alahi wasallam secara khusus dan menghina umat islam secara umum. Film kontroversial yang sarat dengan muatan kebencian terhadap Islam serta menodai kemuliaan Nabi Muhammad Shalallahu’alahi wasallam ini membuat kaum muslimin geram. Aksi demonstrasi menuntut agar pelaku pembuat film tersebut diadili meluas dibeberapa negara termasuk di Indonesia, bentrok antara demonstran dengan aparat tidak dihindarkan. Di Libya, keadaan semakin parah dengan kejadian terbunuhnya duta besar Amerika dan pegawai konsulat disana.

Menyimak isi Film Innocence of Muslems yang disutradarai anonym Sam Bacile, wajar bila kemudian umat Islam tersulut emosinya.  Karena Film tersebut bukan hanya sekedar menvisualkan  sosok nabi Muhammad Shalallahu’alahi wasallam, tetapi menggambarkan beliau sebagai seorang homo dan maniak seks. Kita memang harus marah terhadap film yang sangat melecehkan itu. Karena memang demikian syariat mengajarkan,  marah karena ghirah membela agama yang dihinakan malah wajib hukumnya. Sebagaimana junjungan kita Baginda Nabi yang sangat penyabar sekalipun, beliau akan sangat marah bila Allah dan syariat agama yang mulia ini dihinakan. Namun, tetap harus diingat, kemarahan seorang muslim harus tetap dalam batasan syar’i dan ditempatkan pada kotak yang semestinya. Jangan terprovokasi dan marah yang membabi buta. Yang justru akan menyeret kita kepada bentuk pelampiasan kemarahan yang akan merugikan umat islam sendiri.
Lantas bagaimana sikap bijak kita dalam menyikapi film ini dan juga berbagai bentuk penghinaan kepada Nabi lainnya ?  Mari kita urai satu persatu penjelasannya.

Jaminan dari Allah, orang yang menghina Nabi-Nya pasti celaka.

Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam adalah kekasih Allah. Dan Dia tidak akan rela kekasih-Nya dihina dan dilecehkan oleh siapapun. Karena itulah Allah ta’ala menjanjikan untuk kekasihnya jaminan, bahwa siapapun yang membenci dan memusuhi Nabi, akan ditimpakan keburukan  dan kemalangan hidup baginya, di dunia lebih-lebih di akhirat. Disalahsatu firman-Nya Allah ta’ala menegaskan  :  “Sesungguhnya setiap orang yang membencimu, dialah orang yang terputus dari segala bentuk kebaikan.” (QS. al-Kautsar: 3)

Ayat ini, meskipun turun berkenaan dengan orang kafir Quraisy yang menghina Nabi Shalallahu’alahi wasallam seperti Abu Jahal, Abu Lahab, al-Ash bin Wail, Uqbah bin Abi Mu’ith, namun hukumnya berlaku umum, bagi setiap manusia yang membenci beliau.
Demikian telah tercatat dalam sejarah. Bagaimana nasib menyedihkan menimpa para pencaci Nabi, sebut saja Abu Lahab mati mengenaskan dalam keadaan mengidap penyakit Adasah,  yakni sejenis penyakit kulit yang sangat menjijikkan. Badannya mengeluarkan bau yang sangat busuk. Sampai tidak ada satupun keluarganya yang mau mendekatinya. Dia melolong-lolong kesakitan didera perihnya sakaratul maut sampai sekian lamanya. Sampai setelah ia mati, dia dikuburkan dengan cara yang sangat hina. Karena bau busuk yang menyengat, sampai anggota keluarganya sekalipun tidak ada yang sanggup mengurusi jenazahnya. Lalu orang-orang menggali kubur dsisi tempat tidurnya, kemudian mereka melempari tanah dan batu dari jauh untuk menguburnya.

Demikian juga dengan Utaibah bin Abu Lahab, seorang durjana yang pernah menarik baju Nabi Shalallahu’alahi wasallam kemudian meludahi wajah beliau yang mulia. Karena sikapnya yang keterlaluan ini, Nabi Shalallahu’alahi wasallam berdoa, "Ya Allah, hendaknya Engkau siksa dia dengan anjing dari anjing-anjingmu…!"
Abu Thalib yang mendengar peristiwa ini, ia berkata kepada Utaibah, "Kamu tidak akan mati sebelum doa Muhammad itu terlaksana atasmu."
Utaibah sendiri merasa khawatir atas doa Nabi Shalallahu’alahi wasallam dan yakin bahwa doa buruk itu bakal menimpa dirinya. Suatu ketika ia melakukan perjalanan dagang ke Syam bersama sebuah rombongan kafilah, ia berkata, "Aku sangat khawatir dan cemas dengan doa Muhammad itu, karena itu setiap orang di kafilah ini hendaklah berjaga-jaga."
Ketika kafilah dagang ini bermalam di suatu tempat, mereka membentuk lingkaran dengan barang dagangan yang dibawanya, Utaibah tidur di tengahnya, dan anggota lainnya tidur mengelilinginya. Tengah malam ketika mereka tidur nyenyak, datanglah seekor singa, dan setiap orang wajahnya diciumnya. Ketika tiba giliran Utaibah, singa itu menerkamnya dan memisahkan kepalanya dari tubuhnya, setelah itu ia pergi berlalu tanpa menyakiti siapapun.
Demikian pula nasib Abu Jahal, orang nomor wahid yang sangat membenci Nabi Shalallahu’alahi wasallam. kehidupannya pun diakhiri dengan cara yang sangat tragis. Ia dipenggal kepalanya oleh Ibnu Masud di kerumunan bangkai orang kafir yang berserakan ketika perang badar, setelah sebelumnya dia dijatuhkan dan dikalahkan hanya oleh serangan dua anak kecil.

Riwayat selanjutnya tentang kaisar Romawi dan Persia. Nabi Shalallahu’alahi wasallam pernah mengirim surat ajakan untuk masuk Islam kepada dua raja yang menguasai dunia ketika itu. Kaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Persia). Keduanya tidak menerima ajakan Nabi Shalallahu’alahi wasallam namun dengan sikap yang berbeda. Raja Romawi menghormati surat Nabi dan memuliakan orang yang membawa surat itu. Balasannya, kerajaannya tetap utuh, sampai abad 15, kerajaan Romawi masih ada.
Berbeda dengan raja Persia. Begitu ia menerima surat dari utusan Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam, ia lantas merobek-robek surat tersebut dan menghina Nabi Shalallahu’alahi wasallam. Rasulullah kemudian berdoa ”Semoga Allah merobek-robek kerajaannya.” Hasilnya, tidak lama berselang ia dibunuh oleh anaknya sendiri yang mengincar tahtanya dan  kerajaan Persia runtuh berkeping-keping di zaman Umar bin Khattab.
Demikianlah kisah pilu para penghina kekasih Allah baginda Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam, kisah lainnya bisa kita simak diberbagai kitab sirah dan hadits yang banyak menyebutkan riwayat-riwayat penuh pelajaran ini.
Sikap dan tindakan seorang muslim kepada penghina Nabi
Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam bersabda : “Siapa diantara kalian melihat kemunkaran, maka rubahlah (kemunkaran itu) dengan tanganmu, bila tidak sanggup maka rubahlah dengan lisanmu, apabila tidak dapat maka rubahlah dengan hatimu dan ini selemah-lemahnya iman. ( HR. Muslim)
Berdasarkan hadits diatas, jelas umat islam diperintahkan agar ketika melihat kemunkaran yang merajalela, ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk menutup kemunkaran tersebut. Jika memang kemudian ia tidak memiliki power untuk itu, maka minimal ia membenci di dalam hatinya. Dan inilah yang dikatakan selemah-lemahnya iman.
Umat Islam telah sepakat bahwa perilaku menghina Nabi Shalallahu’alahi wasallam adalah sebuah kemunkaran besar dan bahkan dihukumi sebagai tindakan kekafiran dan bila pelakunya muslim dihukumi murtad. Adapun definisi menghina atau menghujat Nabi –sebagaimana yang disebutkan oleh Qadhi 'Iyadl – adalah sebagai berikut: "Orang yang menghujat Rasululah Shalallahu’alahi wasallam adalah orang-orang yang mencela, mencari-cari kesalahan, menganggap pada diri Rasul ada kekurangan atau mencela nasab (keturunan) dan pelaksanaan agamanya. Selain itu, juga menjelek-jelekkan salah satu sifatnya yang mulia, menentang atau mensejajarkan Rasululah Shalallahu’alahi wasallam dengan orang lain dengan niat untuk mencela, menghina, mengecilkan, memburuk-burukkan dan mencari-cari kesalahannya. Maka orang tersebut adalah yang orang yang telah menghujat Rasul Shalallahu’alahi wasallam.”

1.    Tindakan bagi para Pemilik kekuasaan
Para pemimpin atau penguasa, dalam hal ini pemerintah, wajib menggunakan kekuasaannya untuk menutup kemunkaran besar penghinaan dan hujatan kepada Nabi. Pelakunya wajib ditindak dan dijatuhi hukuman setimpal atas perbuatan terlaknat yang ia kerjakan itu.  Lalu hukumnya apa yang diberikan kepada para orang durjana seperti ini? Jawabannya adalah hukuman mati ! Ya para ulama sepakat bahwa hukuman yang setimpal bagi penghujat Nabi adalah dengan dibunuh.
Imam Malik bin Anas rahimahullah berkata, “Setiap yang mengutuk Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam meskipun muslim wajib dibunuh tanpa diminta untuk bertaubat.”
Imam Ibnu Hazim berkata,”Seseorang yang menghina Allah ta’ala atau Nabi-nabi-Nya adalah kafir dan harus dieksekusi tanpa belas kasihan ataupun tebusan.” 
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata “Jika orang yang mencela Nabi Shalallahu’alahi wasallam adalah orang kafir yang tidak memerangi kaum muslimin, seperti orang Nasrani, maka sikap dia ini berarti telah membatalkan kesepakatan damai dengannya, sehingga wajib diperangi. Akan tetapi, yang melakukan hal itu adalah pemimpin.”

Ketetapan ulama ini didasarkan kepada nas ayat dan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa para pelaku penghujat dan penghina Nabi, telah dijatuhi hukuman mati kepada mereka. Diantaranya adalah sebuah riwayat dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu’anhu  bahwasanya Nabi Shalallahu’alahi wasallam bersabda, "Siapakah yang mau menindak Ka'ab bin Asyraf ? Sesungguhnya ia telah menyakiti Allah dan rasul-Nya." Muhammad bin Maslamah bertanya, "Apakah Anda senang jika aku membunuhnya, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, ‘Ya…” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun sekali lagi yang perlu diingat, yang boleh melaksanakan hukuman mati bagi pelaku penghina Nabi adalah pemerintah, bukan sembarang orang boleh melakukannya. Sebagaimana pula hanya pemerintah saja yang berwenang untuk menegakkan had (aturan) lainnya dalam masyarakat  seperti hukuman untuk orang yang murtad, berzina, mencuri dan lainnya.

2.    Tindakan bagi yang tidak Memiliki kekuasaan
     Adapun sikap kaum muslimin pada umumnya, yang hanya sebagai rakyat biasa. Minimal mereka membenci  atas perbuatan ini (menghina Nabi). Mengingkari dalam hati dan menjauhi pelakunya dan sebisa mungkin tidak bermuamalah dengannya bila dia adalah jiran (tetangganya). Dan bila seseorang mampu untuk menggunakan lisannya, -khususnya para ulama - hendaknya mereka menyampaikan dalam bentuk perkataan sebagai wujud penolakan atas penghinaan kepada Nabi. Menyeru di mimbar-mimbar dan mengutuk siapapun yang mengutuk Nabi Shalallahu’alahi wasallam.
Karena itulah kemudian sebagian ulama membolehkan kaum muslimin melakukan aksi demonstrasi damai, sebagai wujud pengamalan hadits mencegah kemunkaran dengan lisan. Sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin sekarang ini. Dan ini terbukti efektif dalam beberapa keadaan, guna menekan pihak-pihak berwenang untuk mengambil tindakan.

    Lantas bagaimana dengan demonstrasi yang berujung kepada tindak kekerasan ? Tentu hal ini sebuah perkara yang sudah diluar kewajaran. Apakah kita akan menutup kemunkaran dengan menciptakan kemunkaran baru ? Tentu tidak. Meskipun boleh jadi, kericuhan demonstasi yang sering terjadi, adalah karena ada pihak ketiga atau profokator yang  ingin memanfaatkan situasi. Sengaja memancing di air keruh, mengambil keuntungan untuk kepentingan politik atau golongannya.

    Mungkin sebuah wujud aksi terbaik menurut kami, yang dilakukan oleh sebagian umat Islam dalam menyikapi pristiwa menggegerkan ini. Adalah apa yang dilakukan oleh sebagian saudara-saudara kita yang tinggal di Eropa dan Amerika. Yakni mereka membuka stand ditempat-tempat keramaian guna membagikan mushaf al Qur’an beserta terjemahnya dan buku biografi Nabi Shalallahu’alahi wasallam secara gratis. Tidak jarang mereka terlibat dialog atau menjawab pertanyaan orang-orang yang memang pada umumnya buta terhadap Islam apalagi pribadi mulia baginda Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam.
    Walhasil, tidak sedikit dari pengunjung stand tersebut yang kemudian mendapat hidayah Islam. Hal ini sebagaimana yang diberitakan dalam beberapa media dan situs online. Subhanallah, bagaimana bila aksi yang sama kita lakukan di Indonesia ? Bukankah akan semakin memperlihatkan wajah  sebenarnya agama yang penuh rahmat ini ? yang jauh dari tuduhan sebagai agama teror dan kekerasan .

Penutup
    Semoga Allah ta’ala mencatat gemuruh kemarahan dihati kita, tatkala Nabi dihina, sebagai salah satu kemarahan yang diridhaiNya, karena  kita sangat mencintai baginda Rasulullah Shalallahu’alahi wasallam,,,. Habibi ya Rasulullah !!!