Bagaimanakah sebenarnya hukum memenuhi undangan
pernikahan ? Lantas bagaimana bila dalam acara tersebut ada kemunkaran, Semisal
adanya minuman keras, musik dan jogged. Apakah masih boleh, sunnah atau wajibkah seseorang
menghadiri undangan resepsi pernikahan seperti itu ?
Jawaban :
Menyelenggarakan resepsi pernikahan (Walimah
al-‘ursy) termasuk dari amaliyah yang sangat dianjurkan, banyak sekali hadits- hadits Nabi yang menyebutkan
akan hal ini. Bahkan sebagian ulama dari kalangan Syafi’iyyah dan Hanabilah
bukan lagi menganggap walimah pernikahan
sebagai sesuatu yang dianjurkan atau sunnah, mereka berpendapat hukumnya adalah
wajib.[1] Hal ini berdasarkan sebuah
riwayat Bahwasannya
Nabi shalallahu’alaihi
wasallam bertemu Abdurrahman bin Auf dan beliau melihat Abdurrahman pucat wajahnya. Lalu beliau bersabda :
“Ada apa ini?” dia (Abdurrahman bin Auf) menjawab : “wahai Rasulullah,
sesungguhnya saya telah menikah dengan wanita memakai mas kawin emas sebesar
biji kurma.” Beliau (Rasulullah) bersabda : “Tidakkah (diadakan walimah) walau dengan seekor
kambing ? ”(HR.
Bukhari)
Namun, kebanyakan ulama berpendapat bahwa walimah
pernikahan (walimatul ‘Ursy) sebagai perkara sunnah tidak sampai wajib.
Diantara hikmah walimah pernikahan adalah sebagai
sarana publikasi kepada khalayak ramai bahwa antara kedua mempelai telah
terikat tali pernikahan. Bahkan sebagian ulama Hal ini dimaksudkan untuk menghindari
timbulnya persepsi miring terhadap kedua mempelai jika suatu saat mereka
terlihat jalan berduaan, atau mempelai wanita terlihat dengan perut buncit.
Anjuran pelaksanaan Walimah al-‘Ursy tersurat dalam sabda Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam : “Lakukanlah walimah walau dengan seekor kambing” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Fungsi walimah sebagai sarana publikasi inilah yang
secara rasio melatar belakangi anjuran dalam agama untuk menghadiri acara
walimahan. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda : “Jika
salah satu dari kalian diundang ke resepsi pernikahan maka hendaklah ia hadir.”
(HR.Bukhari dan Muslim)
Status hukum memenuhi undangan Walimatul ‘Ursy
Ulama berbeda pendapat tentang hukum menghadiri
undangan walimah pernikahan, perbedaan itu terbagi menjadi tiga pendapat.
Pendapat pertama, mayoritas ulama fiqih, yakni dari kalangan mazhab
Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah menyatakan bahwa memenuhi undangan pernikahan
hukumnya wajib. Hal ini dikarenakan adanya hadits-hadits Nabi yang memang
secara dzahir menunjukkan wajibnya memenuhi undangan khususnya pernikahan.[2]
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah shalallahu’alahi wasallam telah bersabda : “Barangsiapa tidak menghadiri undangan, sesungguhnya ia telah bermaksiat kepada Allah dan RasulNya.” (HR Bukhari)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah
bersabda : “Apabila salah seorang diantara kamu
diundang walimah pengantin, hendaklah mendatanginya.” (Muttafaq alaih)
Pendapat kedua, yakni menurut kalangan ulama Hanafiyah, juga
Syafi’iyah dan Hanabilah menurut satu riwayat bahwa memenuhi undangan walimatul
‘Ursy sunnah tidak sampai wajib. Kalangan ini menjelaskan bahwa hadits-hadits
diatas secara hakiki bermakna anjuran yang kuat
bukan pewajiban.
Pendapat ketiga, Ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa
menghadiri undangan walimah pernikahan hukumnya fardhu kifayah. Yakni apabila
sudah ada sebagian yang telah menghadiri undangan, maka gugur kewajiban bagi
yang lain. Pendapat terakhir ini dipegang oleh sebagian Syafi’iyah dan
Hanabilah.
Walimah yang ada kemunkaran
Ulama yang mewajibkan undangan walimah pernikahan menetapkan bahwa
kewajiban itu ada beberapa syarat, dan apabila syarat itu tidak terpenuhi, maka
kewajiban menghadiri undangan menjadi gugur.
Diantara syaratnya adalah, tidak diselenggarakan perbuatan munkar di
tempat walimah tersebut. Seperti dihidangkannya khamer, makanan haram,
joget-jogetan dan perbuatan maksiat semisalnya. Maka bila terjadi hal ini, para
ulama sepakat bahwa kewajiban atau anjuran menghadiri undangan tersebut gugur.
Kewajiban atau anjuran menghadiri undangan tersebut telah gugur karena
adanya kemunkaran, apakah tetap boleh datang ?
Tentang hal ini para ulama berbeda pendapat.
Menurut mayoritas ulama hukumnya adalah haram, kecuali jika seseorang yang
hadir tersebut berkeyakinan mampu merubah kemungkaran yang terjadi. Jika
demikian, maka ia wajib menghadiri walimah tersebut dalam rangka amar ma’ruf
nahyi mungkar sesuai dengan ketentuan dan tata caranya yang benar, bukan
dengan cara anarkis atau justru menciptakan kemunkaran baru. Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam bersabda : “Barangsuiapa diantara kalian melihat kemungkaran
maka hilangkanlah dengan kekuasaannya, bila tidak mampu maka dengan ucapannya,
bila ia tidak mampu maka dengan hatinya.’’ (HR. Muslim)
Dalil keharamannya adalah, sebuah hadits dari Jabir, Rasulullah
shalallahu’alaihi wasallam bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari Akhir, maka janganlah dia duduk ditempat hidangan yang disediakan
khamar.” (HR. Tirmidzi)
Sehingga menurut mayoritas ulama,
mereka yang telah mengetahui terlebih dahulu bahwa undangan pernihakan
ini nanti ada kemaksiatan haram untuk menghadirinya. Sedangkan yang mengetahui adanya
kemunkaran setelah acara berlangsung, wajib merubah kemunkaran tersebut dengan
kemampuannya. Dan kemampuan minimal adalah membenci dalam hatinya serta
meninggalkan tempat tersebut.
Sedangkan sebagian ulama ada yang masih memberikan keringanan dengan membolehkan
menghadiri acara yang ada kemunkaran. Dengan
catatan bahwa kemunkaran tersebut tidak terlalu besar, semisal adanya musik
yang haram dimainkan, dihidangkan makanan haram namun terpisah khusus untuk
orang non muslim dll.
Menurut ulama yang membolehkan, seseorang tetap bisa hadir diundangan
tersebut bila dikhawatirkan ketidakhadirannya menimbulkan fitnah dan rusaknya
hubungan. Dia menghadiri dengan cara tidak melihat kemunkaran dan mengingkari
dalam hatinya. Ini dikiaskan ketika seseorang memiliki tetangga yang berbuat
munkar dengan memutar musik yang diharamkan, ia tidak serta merta diwajibkan
menghentikan kemunkaran tersebut, dengan sebab suara musik yang sampai kerumahnya.
Diriwayatkan bahwa Imam Hasan al Bashri rahimahullah
mengajak Muhammad bin Ka’ab dalam sebuah undangan walimah. Lalu mereka berdua
mendengar musik yang munkar dalam acara tersebut. Maka Muhammad bin Ka’ab
berdiri hendak meninggalkan majelis. Maka imam Hasan mencegahnya seraya
berkata, “Duduklah ! Jangan kemaksiatan yang mereka perbuat menghalangi
keta’atanmu/ibadahmu.” (yang dimaksud ketaatan/ibadah adalah menghadiri
undangan walimah).[3]
Demikian pembahasan tentang masalah ini. Semoga
bermanfaat. Wallahua’lam.