
Persis seperti yang dikatakan oleh syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah : "Dia adalah penyakit yang menjangkiti banyak orang, tidak ada yang terbebas darinya kecuali sedikit. Tidak
pernah badan manusia terlepas dari hasad. Orang tecela maka dia akan
menampakkan (hasadnya), sedangkan orang yang mulia akan
menyembunyikannya".[1]
Apa dan bagaimana hasad tersebut ? Dan apa kiat-kiat agar kita terselamat darinya ? Pada edisi kali, kita akan membahas tentang hal ikhwal penyakit yang satu ini. Selamat menyimak semoga bermanfaat.
Apa dan bagaimana hasad tersebut ? Dan apa kiat-kiat agar kita terselamat darinya ? Pada edisi kali, kita akan membahas tentang hal ikhwal penyakit yang satu ini. Selamat menyimak semoga bermanfaat.
PENGERTIAN
HASAD
Kata hasad ( الحسد) dalam bahasa indonesia sering
diterjemahkan dengan iri atau dengki. Seseorang yang dikatakan iri, berarti ia
sedang dalam kondisi tidak suka dengan sesuatu berupa nikmat yang didapatkan
oleh orang lain. Awalnya, ia berharap mendapatkan hal serupa untuk dirinya,
lalu berlanjut kepada keinginan untuk memusnahkan nikmat yang ada pada orang
lain tersebut.
Sedangkan dalam istilah agama, hasad diberikan definisi oleh ulama dengan
istilah yang berbeda-beda namun sebenarnya merujuk kepada satu pengertian.[2]
1.
Al-Kafawi
mengatakan : hasad adalah berselisihnya hati kepada orang lain dikarenakan
banyaknya harta benda. (al Kafawi)
2.
Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan: Hasad adalah seseorang berangan-angan hilangnya nikmat
dari orang yang berhak.
3.
An-Nawawi rahimahullah
mengatakan Hasad adalah seorang yang berangan-angan hilangnya nikmat dari
saudaranya, baik nikmat agama ataupun dunia.
4.
Imam Ibnul Manzhur rohimahullah berkata :
“Hasad adalah engkau berangan-angan hilangnya nikmat orang yang engkau dengki.”
Bila kita simak dengan seksama pengertian-pengertian yang dikemukakan di
atas, nampak dengan jelas bahwa perilaku hasad atau dengki adalah penyakit rohani,
yang terkait langsung dengan kejiwaan seseorang dimana ia tidak suka dengan
nikmat yang pada orang lain.
HUKUM HASAD
Bila Hasad dalam rupa kebencian kepada nikmat yang diberikan kepada orang lain sehingga mengharapkan hilangnya nikmat tersebut, maka ini haram. Namun bila sekedar berkeinginan ingin yang mendapatkan nikmat serupa (sekedar iri), tetapi tidak berkeinginan menghilangkan nikmat tersebut dari orang lain, maka ini disebut ghibthah. Ghibthah ada yang dibolehkan ada yang dibenci (makruh).
Imam al Ghazali rahimahullah berkata, “Ketahuilah
tidaklah hasad itu kecuali kepada perkara nikmat. Bila Allah memberikan suatu
nikmat kepada saudaramu, maka engkau akan mengalami salah satu dari dua hal. Hal
pertama, engkau membenci nikmat tersebut dan menginginkan agar nikmat itu
hilang, maka inilah yang dinamakan hasad.
Atau hal kedua, Engkau tidak menginginkan
hilangnya nikmat, engkau juga tidak membenci keberadaan nikmat tersebut pada
saudaramu, tetapi dalam hatimu timbul keinginan memiliki yang semisal nikmat itu,
maka inilah yang disebut ghibthah.[3]
Hukum
ghibthah, bila terkait perkara yang baik (ketaatan) maka ia termasuk perbuatan
terpuji. Bila ghibthah kepada hal maksiat maka ia tercela (dosa), dan bila
untuk perkara mubah, ia boleh-boleh saja.[4]
Contoh ghibthah
yang terpuji misalnya bila ada orang yang bersedekah harta maka ia pun
berkeinginan yang sama. Hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadits
:
لاَ
حَسَدَ إِلاَّ في اثْنَتَيْنِ : رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ القُرْآنَ ، فَهُوَ يَقُومُ
بِهِ آنَاء اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً ،
فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ
“Tidak boleh
ada hasud (iri) kecuali tentang dua hal: lelaki yang didatangkan oleh Allah
Al-Quran (banyak hafalannya) yang kemudian dia shalat pada saat siang dan malam
dengan membacanya dan lelaki yang dikaruniai harta yang kemudian dia bersedekah
pada saat siang dan malam hari dengan harta tersebut…” (HR. Muttafaqun ‘alaih)
Contoh ghibthah yang tercela misalnya ketika ada
orang yang membelanjakan hartanya untuk kemaksiatan, kemudian ia berkata, “Seandainya
saya punya harta seperti dia, tentu saya bisa melakukan hal yang sama.”[5]
Adapun hasad, maka hukumnya haram. Karena seseorang
yang hasad ia tidak senang kepada segala nikmat, kelebihan dan keutamaan
yang dimiliki orang lain, baik hal itu berupa harta benda, kekayaan, kedudukan,
kehormatan, dan lain-lain dan ia berkeinginan menghilangkan nikmat tersebut. Padahal bisa jadi, orang hasad akan membenci orang lain yang sebetulnya
tidak memiliki nikmat atau kelebihan apa-apa, tetapi oleh yang hasad diduga memilikinya.
Dan bisa jadi pula orang hasad akan merasa
senang kalau orang lain terus-menerus dalam kesusahan dan kekurangan, meskipun
ia tahu bahwa yang bersangkutan sudah tidak memiliki kelebihan apa-apa. Jadi,
hasad itu kecenderungan untuk membenci semua orang tanpa alasan yang jelas,
rasional dan dibenarkan oleh ajaran agama.
Karena kebencian dan kedengkiannya, orang hasad kemudian
menginginkan orang yang dibencinya itu celaka. Dan kalau sudah begitu, besar
kemungkinan baik secara langsung maupun tidak langsung kita akan ikut terlibat
dalam usaha mencelakakannya. Maka, timbullah ghibah, fitnah, namimah (mengadu domba) bahkan tindak kedzaliman.
Orang yang hasad, hatinya selalu gelisah.
Kegelisahannya bukan disebabkan oleh kekurangan yang ada pada dirinya semata,
tetapi lebih dari itu karena kelebihan yang ada pada orang lain. Ia lebih fokus
memperhatikan kelebihan orang lain daripada introspeksi atas kekurangan pada
dirinya. Jika berusaha, maka usahanya itu dikerahkan untuk menghilangkan
kelebihan pada orang lain, daripada usaha untuk memperbaiki nasib dirinya
sendiri.
Dalil keharaman hasad adalah :
1. firman Allah Ta'ala :
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ
إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ
لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ
اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena hasad yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al baqarah: 109)
2. Dan juga firmanNya :
أَمْ
يَحْسُدُونَ النَّاسَ عَلَى مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
"Ataukah mereka akan hasad kepada manusia lantaran karunia yang Allah Telah berikan kepadanya?...”(QS. An Nisaa :54)
3. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda :
إيَّاكُمْ وَالظَّن فَإِن الظَّن أكذب الحَدِيث وَلَا تجسسوا وَلَا تنافسوا
وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تباغضوا وَكُونُوا عباد الله إخْوَانًا
"Jauhilah atas kalian perasangka, karena perasangka itu sedusta-dusta perkataan. Dan janganlah kalian saling mendahului dalam penawaran, janganlah saling hasad, janganlah saling membenci, janganlah saling mendahului, janganlah saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Alloh yang bersaudara." (Mutafaqqun ‘alaih)
BAHAYA HASAD
Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya:
1.
Mengancam akidah dan keimanan
Hal ini karena orang yang hasad yakni ketika ia tidak suka dengan nikmat
yang telah Allah ta’ala berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak
suka dengan apa yang telah Allah takdirkan atau dengan kata lain menentang
takdir Allah.
Selanjutnya Rasulullah juga
mengingatkan, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk
saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Menghapus kebaikan
Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu
bakar yang kering. Sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits :
إِيَاكُمْ
وَالْحَسَدَ، فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كما تَأْكُلُ النَّارُ
الْحَطَبَ
“ Jauhilah olehmu sifat hasad, karena sesungguhnya hasad itu dapat
menghilankan segala kebaikan sebagaimana api yang membakar kayu yang kering.” (HR. Abu Dawud)
Hal ini karena biasanya
orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan
menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya,
merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap
habis berbagai kebaikan yang ada.
- Menyengsarakan dan mengotori hati
Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia
saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa
sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan
setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka
dan sengsaralah hatinya. Lambat
laun hatinya akan terisi dengan kebencian, kemarahan, dan tidak suka kepada
hal-hal baik. Jika sudah demikian adanya, maka hati itu sudah hitam legam oleh
dosa-dosa dan penyakit.
Padahal tidak tahukah kita ?
seberapapun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya
untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika ini sudah disadari, mengapa masih ada hasad di dalam hati.
- Menyebabkan menolak kebenaran
Iblis menolak bersujud kepada
Adam ‘alaihissalam Karena sifat takabbur dan hasadnya kepada beliau.
Demikian juga orang-orang Yahudi menolak kenabian Muhammad rasulullah karena
sifat hasad diri Nabi shalallahu’alaihi wasallam.
Demikianlah, orang yang hasad
akan terhalang dari menerima hdiayah kebenaran karena kebencian yang bersemayam
dalam hatinya. Karena itulah Allah ta’ala berfirman : "Sebahagian besar ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, Karena hasad yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka
kebenaran…QS. Al baqarah: 109)
- Menjadikan diri menyerupai karakter Iblis dan orang-orang Yahudi
Diantara ciri yang paling
melekat pada Iblis dan diri orang-orang Yahudi adalah sifat hasad yang melekat
kepada kedua. Iblis Hasad kepada Adam sedangkan Yahudi hasad kepada umat Islam
dari dahulu hingga sekarang. Hendakkah kita menyerupai Iblis dan kaum terlaknat
yang sudah banyak membuat kedurhakaan di muka bumi ini ? padahal Rasulullah shalallahu’alaihi
wasallam mengingatkan:
مَنْ تَشَبَّهَ
بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan
Abu Daud)
6.
Menyebabkan kufur nikmat
Hal ini karena orang yang hasad akan selalu melihat
nikmat yang ada pada orang lain dan ia lupa terhadap nikmat yang diberikan Allah kepadanya. Ia
lupa untuk mensyukuri, bahkan kemudian meremehkan dan mengingkari nikmat Allah ta’ala yang dikaruniakan kepadanya. Dan bila sudah demikian
kondisinya Allah ta’ala mengancam :
لَئِنْ شَكَرْتُمْ
لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
"Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
(QS. Ibrahim:7)
SEBAB-SEBAB HASAD
Dalam kitabnya Adab Dunya wa Din al imam Mawardi rohimahulloh menyebutkan bahwa penyakit hasad itu muncul biasanya disebabkan karena kebencian dan permusuhan. Ini berlanjut dengan rasa sakit hati dengan keutamaan yang diperoleh orang lain, dari sinilah
hasadnya timbul. Orang yang ia dengki mempunyai keutamaan dan kelebihan yang tidak bisa
ditandingi oleh pelaku hasad tersebut. Dia benci apabila saingannya maju, dan
berhasil. Jenis hasad ini adalah hasad yang pertengahan. Karena ia tidak hasad
pada orang yang selevel atau yang lebih rendah darinya, dia hanya hasad pada
orang yang lebih tinggi dan berhasil darinya.
Sedangkan syaikh Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa-nya menjelaskan, " Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang-orang yang berserikat dalam kepemimpinan atau harta. Yakni jika salah seorang dari mereka mendapatkan bagian dan yang lainnya luput dari bagian tersebut. Demikian juga hasad terjadi diantara orang-orang yang setara karena salah seorang diantara mereka lebih dari pada yang lain. Sebagaimana para saudara nabi Yusuf, demikian juga hasadnya salah seorang anak Adam kepada yang laiinya. Ia hasad kepada saudaranya karena Allah menerima korbannya sementara kurbannya tidak diterima. Ia hasad kepada kelebihan yang Allah berikan berupa keimanan dan ketakwaan –sebagaimana hasadnya yahudi terhadap kaum muslimin- sehingga iapun membunuh saudaranya karena hasad tersebut"
Jadi menurut
syaikhul Islam, seseorang itu lebih berpeluang saling hasad karena ada kesamaan
profesi. Itulah terkadang kepada seorang pedagang barang kelontong memiliki
hasad yang sangat besar kepada penjual semisalnya, terlebih lagi jika penjual yang lain tersebut
berjualan di areal yang sama. Padahal meskipun di dekat areal tersebut ada show
room motor yang
pemiliknya memperoleh keuntungan puluhan juta tiap hari, akan tetapi ia
tidak hasad kepada sang
pemilik show room, karena segmen dan profesi yang berbeda.
Demikian
juga seorang karwayan perusahaan hasad kepada karyawan yang lain jika dalam
penglihatannya karyawan lain lebih enak dan nyaman hidupnya.
Tukang
ojek hasad
kepada tukang ojek
lainnya, dan ia tidak hasad kepada para supir taksi yang mungkin untung mereka
berlipat-lipat ganda daripada untuk si tukang ojek.
Demikian
pula tetangga hasad kepada tetangga yang lain, tatkala melihat
rumah tetangganya tersebut lebih mewah dan
isi rumah tetangganya lebih banyak dari yang ia miliki.
Demikian juga bahkan seorang ustadz, kiyai atau ulama, bisa hasad kepada sesamanya, karena menganggap ustadz atau kiyai selainnya tersebut lebih mendapat tempat di masyarakat, atau lebih banyak jama’ah dan muridnya.
Demikian juga bahkan seorang ustadz, kiyai atau ulama, bisa hasad kepada sesamanya, karena menganggap ustadz atau kiyai selainnya tersebut lebih mendapat tempat di masyarakat, atau lebih banyak jama’ah dan muridnya.
KIAT MENGHINDARI HASAD
1.
Ilmu syariat yang cukup
Dengan Ilmu
yang dimiliki seseorang akan mengetahui balasan kebaikan dan akibat keburukan. Termasuk dalam masalah ini,
akan membuatnya menyadari bahwa hasad hanya akan membahayakan
dunia dan agamanya. Bahaya bagi agamanya karena dengan hasad dia akan menentang
takdir Allah. Bahaya bagi dunianya, karena hati orang yang hasad akan merasakan pedih
manakala orang lain mendapatkan nikmat.
2.
Banyk bertaubat dan berdoa
Taubat adalah hal yang sangat menakjubkan. Menghapus
dosa sehingga tidak tersisa sedikitpun. Taubatan nasuha adalah dengan menyesali dosa hasadnya, meninggalkan
dan bertekat untuk tidak mengulanginya kembali di masa yang akan datang.
Apabila hasad muncul bersegeralah minta ampun kepada Allah, berdoalah agar kedengkian dalam dada hilang.
Dan bentuk
doa yang diutamakan adalah hendaknya berdoa untuk kebaikan orang yang dihasadi.
Karena doa akan menimbulkan keajaiban, merubah keadaan
yang buruk menjadi baik. Pertanda bahwa dirinya tidak dengki dan tidak ada
tujuan kecuali kebaikan bagi saudaranya.
3. Berfikir positif dan merenungi
akibat jelek hasad
Dengan melakukan hal diatas, akan menahan jiwa
seseorang dari hasad kepada orang lain. Paling tidak harus disadari bahwa hasad tidak membawa kebaikan sedikitpun.
Nabi shalallahu’alihi
wasallam mengingatkan, “Akan menjalar kepadamu suatu penyakit
yang menjalar kepada umat sebelummu,yaitu hasad dan kebencian. Kebencian itu
mencukur,aku tidak katakan mencukur rambut,akan tetapi mencukur agama. Demi(Allah)
yang jiwaku berada ditangannya,sesumgguhnya kalian tidak masuk surga sampai beriman,dan kalian tidak beriman sampai kalian saling
mencintai.Maukah aku ceritakan dengan suatu hal yang menguatkan kecintaan
diantara kalian? Sebarkanlah salam diantara kalian.” ( HR
at-Tirmidzi)
4. Terimalah taqdir Allah dengan lapang dada
Diantara sebab timbulnya hasad adalah rasa cemburu
terhadap nikmat yang luput darinya dan didapatkan orang lain. Sehingga timbul
rasa tidak suka kepada orang yang menerima nikmat tersebut. Perasaan ini harus
dibuang jauh-jauh, karena apapun yang diterima oleh makhluk adalah karunia Allah
dan sudah menjadi ketentuanNya. Rasulullah shalallohu’alaihi wasallam bersabda :
وَارْضَ بِمَا قَسَمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ
أَغْنَى النَّاسِ
“Terimalah apa yang Allah berikan
padamu, niscaya engkau menjadi manusia yang paling kaya.” (HR. Tirmidzi)
Ibnu Sirin rohimahullah mengatakan : “ Aku tidak pernah hasad kepada
seorangpun dalam urusan dunia. Karena apabila ia ahli surga, bagaimana mungkin
aku hasad padanya dalam urusan dunia yang itu tidak ada nilainya di surga
nanti. Apabila ia termasuk ahli neraka, maka bagaimana mungkin pula aku hasad
padanya dalam urusan dunia sedangkan dia akan masuk neraka?”[6]
8.Meminta nasehat darinya
Apabila
muncul sifat hasad baik pada diri kita ataupun orang lain, mintalah nasehat pada orang tersebut. Ketika ada orang yang hasad dan kita mintakan darinya nasehat, berarti kita telah
menanamkan nilai kecintaan dan pengagungan dalam dirinya. Hal ini akan membantu
hilangnya penyakit hasad pada dirinya.
Sebaliknya
juga demikian, diri kita yang memiliki hasad akan terobati dengan nasehat
kebaikan yang diberikan kepada kita. Karena kita telah merubah kebencian dengan
cinta (nasehat menasehati).
Ibnu Abbas rodhiyallahu anhuma berkata : “Tiga perkara yang aku tidak dapat membalasnya kecuali doa
: Seorang yang masuk menemuiku dalam suatu majelis, dia berdiri dengan senyum
dan gembira. Seorang yang memberi kelapangan kepadaku dalam majelis. Seorang
yang tertimpa masalah, kemudian dia minta pendapatku. Mereka adalah orang-orang
yang aku tidak dapat membalas kebaikannya kecuali dengan doa.” [7]
PENUTUP
Sebagai penutup
bahasan ini, mari kita simak sebuah riwayat yang dituturkan oleh sahabat Anas
bin Malik radhiallahu 'anhu berikut ini :
"Kami sedang duduk bersama Rasulullah shalalahu'alaihi
wasallam, maka beliaupun berkata : "Akan muncul
kepada kalian sekarang seorang penduduk surga". Maka munculah
seseorang dari kaum Anshar, jenggotnya masih
basah terkena air wudhu, sambil menggantungkan kedua sendalnya di tangan
kirinya. Tatkala keesokan hari Nabi shalallahu'alaihi wa sallam
mengucapkan perkataan yang sama, dan munculah orang itu lagi dengan kondisi
yang sama seperti kemarin. Tatkala keesokan harinya lagi (hari yang ketiga)
Nabi shalallahu'alaihi wasallam juga mengucapkan perkataan yang sama dan
muncul juga orang tersebut dengan kondisi yang sama pula. Tatkala Nabi berdiri
(pergi) maka Abdullah bin 'Amr bin Al-'Aash mengikuti orang tersebut lalu
berkata kepadanya : "Aku bermasalah dengan ayahku dan aku bersumpah untuk
tidak masuk ke rumahnya selama tiga hari. Jika menurutmu aku boleh menginap di
rumahmu hingga berlalu tiga hari?. Maka orang tersebut berkata,
"Silahkan".
Anas bin Malik melanjutkan tuturan kisahnya : "Abdullah bin 'Amr bin 'Ash bercerita bahwasanya iapun menginap bersama orang tersebut selama tiga malam. Namun ia sama sekali tidak melihat orang tersebut mengerjakan shalat malam, hanya saja jika ia terjaga di malam hari dan berbolak-balik di tempat tidur maka iapun berdzikir kepada Allah dan bertakbir, hingga akhirnya ia bangun untuk shalat subuh. Abdullah bertutur : "Hanya saja aku tidak pernah mendengarnya berucap kecuali kebaikan.
Dan tatkala berlalu tiga hari –dan hampir
saja aku meremehkan amalannya- maka akupun berkata kepadanya : Wahai hamba
Allah (fulan), sesungguhnya tidak ada permasalahan antara aku dan ayahku,
apalagi boikot. Akan tetapi aku mendengar Rasulullah berkata sebanyak tiga kali
: Akan muncul sekarang kepada kalian seorang penduduk surga", lantas
engkaulah yang muncul, maka akupun ingin menginap bersamamu untuk melihat apa
sih amalanmu untuk aku contohi, namun aku tidak melihatmu banyak beramal. Maka
apakah yang telah menyampaikan engkau sebagaimana sabda Nabi shalallahu'alaihi
wasallam ?". Orang itu berkata : "Tidak ada, amalanku Cuma apa
yang kau lihat".
Abdullah bertutur : "Tatkala aku
berpaling pergi maka iapun memanggilku dan berkata : Amalanku hanyalah yang
engkau lihat, hanya saja aku tidak menemukan perasaan dengki (jengkel) dalam
hatiku kepada seorang muslim pun dan aku tidak pernah hasad kepada seorangpun
atas kebaikan yang Allah berikan kepadanya.”
Abdullah bin Amru bin ‘Ash berkata,
"Inilah amalan yang mengantarkan engkau (menjadi penduduk surga), dan
inilah yang (kebanyakan) kami tidak mampu."
(HR. Ahmad)
Semoga Allah menyelamatkan kita dari penyakit
perusak yang bernama hasad ini. Sehingga terjagalah dunia dan akhirat kita dari
kerusakan dan kebinasaan. Amiin.
Wallahu a’lam bis shawwab