Isbal bagian II

HUKUM ISBAL

1. Isbal Karena Sombong

Isbal yang dilakukan karena kesombongan maka ulama telah ijma’ tentang keharamannya. Sebagaimana yang disebutkan Ibnu Raslan dalam Syarah Sunan dan al Imam Nawawi dalam Syarah Minhaj (14/88).
Dalil tentang keharamannya sudah jelas dan tegas berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan sebelumnya.

2. Isbal Bukan Karena Sombong
 
Adapun Isbal apabila dilakukan bukan karena niat kesombongan, ulama berbeda pendapat tentang hukumnya. Ada yang tetap mengharamkan secara mutlak, baik dengan sombong atau tidak. Ada yang membolehkan, sedangkan mayoritas ulama menghukumi sebagai perbuatan yang boleh tapi dibenci (makruh). (Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah 3/144, 34/170)

Berikut penjelasan masing-masing pendapat :

Kelompok ulama yang mengharamkan

Kalangan ini berpendapat bahwa keharaman Isbal bersifat mutlaq,  baik karena sombong maupun tidak, sesuai dzahir hadits yang banyak menyebutkan hal ini.

Diantara jajaran ulama yang termasuk mengharamkan Isbal secara mutlaq, dari kalangan ulama Hanabilah muta’akhirin dan Ibnu Hajar al Asqalani dari mazhab as Syafi'i, sebagaimana perkataan beliau : "Isbal itu melazimkan terjadinya menjulurnya pakaian, dan menjulurkan pakaian melazimkan terjadinya kesombongan, walau pun pemakainya tidak bermaksud sombong. Hal ini dikuatkan oleh riwayat Ahmad bin Mani’ : “Jauhilah oleh kalian menjulurkan kain sarung, karena sesungguhnya menjulurkan kain sarung merupakan kesombongan.” Ath Thabarani meriwayatkan dari Abu Umamah, “Ketika kami bersama Rasulullah, kami berjumpa dengan Amru bin Zurarah al Anshari yang mengenakan mantel secara isbal, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengambil bagian tepi pakaiannya merendahkan dirinya kepada Allah, lalu berdoa: “Ya Allah hambaMu, anak hambaMu, anak hambaMu yang perempuan.” Sampai akhirnya Amru mendengarkan itu, lalu dia berkata: “Ya Rasulullah sesungguhnya aku merapatkan kedua betisku karena kecil.” Maka Nabi shalallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Wahau Amru, sesungguhnya Allah telah menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang musbil.”

Kelompok Ulama yang membolehkan

Rata-rata dalam permasalahan ini, ulama’  mazhab menggunakan kaidah  usul fiqh : “Hendaklah ditarik yang Muthlaq kepada yang Muqayyad apabila keduanya sama sebab dan hukumnya.”  Sehingga  dalil-dalil larangan isbal yang global (muthlaq), harus dibatasi oleh dalil yang spesifik (muqayyad). Secara global isbal memang dilarang yaitu haram, tetapi ada sebab (‘illat) yang men-taqyid¬-nya yaitu karena sombong (khuyala’). 

Hanya kemudian mereka terbagi menjadi 2 kelompok yang memakruhkan dan yang membolehkan (mubah). Berikut diantara daftar ulama yang membolehkan Isbal bila bukan karena sombong.
Imam Abu Hanifah rahimahullah.
 
Diriwayatkan bahwa Abu Hanifah memakai mantel mahal seharga empat ratus dinar, yang menjulur hingga sampai tanah. Maka ada yang berkata kepadanya: “Bukankah kita dilarang melakukan itu?” Abu Hanifah menjawab: “Sesungguhnya larangan itu hanyalah untuk yang berlaku sombong, sedangkan kita bukan golongan mereka.” (Al Adab Asy Syar’iyyah, 4/ 226)
Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah.
Beliau berkata :  “Menjulurkan kain sarung, dan memanjangkan selendang (sorban) di dalam shalat, jika tidak ada maksud sombong, maka tidak mengapa (selama tidak menyerupai wanita), jika demikian maka itu berbuatan keji.” (Kasysyaf Al Qina’, 2/304.)
Demikian juga Ibnu Taimiyah termasuk yang berpendapat tidak haramnya Isbal jika bukan karena kesobongan.  

Kelompok Ulama yang memakruhkan

Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama dahulu dan sekarang. Kaidah yang digunakan dalam memahami hadits-hadits tentang Isbal adalah sama dengan kelompok yang membolehkan, yakni larangan isbal mesti dibatasi oleh khuyala (sombong).
Hanya saja kalangan ini tetap menganggap bahwa menghindari Isbal adalah sesuatu yang lebih utama sedangkan melazimi Isbal perbuatan makruh, tapi tidak sampai derajat haram.
Pendapat ini diantaranya dipegang oleh al Imam Asy Syafi’i dan mayoritas ulama syafiiyah seperti Imam Nawawi, at Tirmidzi, Abdil Barr dan lainnya. Sedangkan dari kalangan Hanabilah adalah al Imam Ibnu Qudamah rahimahumullah.
Imam Nawawi berkata, “Tidak boleh Isbal di bawah mata kaki jika sombong, jika tidak sombong maka itu makruh. Secara zhahir hadits-hadits yang ada memiliki pembatasan (taqyid) jika menjulurkan dengan sombong, itu menunjukkan bahwa pengharaman hanya khusus bagi yang sombong.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/168)
Imam Ibnu Qudamah berkata:  Dimakruhkan Isbal dari gamis (baju kurung), kain sarung, dan celana panjang. Karena Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan menaikannya. Tetapi jika isbal karena sombong maka haram.” (Al Mughni, 3/ 21)

Penutup

Demikian bahasan tentang permasalahan ini. Semoga Allah memberikan kearifan kepada kita semua dalam meyikapi perbedaan pendapat.

Wallahu a'lam.

0 comments

Post a Comment