Belum Shalat Haidh Keburu Datang

Pertanyaan :
Bagaimana hukumnya ustadz, saya pas masuk waktu dzuhur menunda shalat rencana satu jam lagi saya mau mengerjakannya. Tapi tiba-tiba sekitar 14.30 ‘tamu’ saya datang. Bagaimana nasib shalat saya, apakah wajib untuk di qadha ?

Jawaban :
Muqadimah
Sebagaimana yang kita ketahui, haidh menyebabkan beberapa konsekuensi dalam syariat, termasuk di dalamnya gugurnya kewajiban shalat.  Hal ini didasarkan kepada hadits :

إِذَا أَقْبَلَتِ الْحَيْضَةُ فَدَعِي الصَّلاَةَ

 “Bila kamu mendapatkan haid maka tinggalkan shalat.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadits diatas, ulama sepakat bahwa wanita yang sedang haidh hukumnya bukan boleh tidak shalat, tapi diharamkan untuk mengerjakannya.[1]

Namun bagaimana bila terjadi kasus seperti yang ditanyakan, seorang wanita ketika masuk waktu shalat tidak segera mengerjakannya, ia tunda sampai sekian waktu,  namun ketika ia akan shalat keburu haidh datang. bagaimana nasib shalatnya ? Wajibkah ia mengqadha’ shalat dzuhur itu setelah suci dari haidnya nanti ? Berikut penjelasan para ulama tentang permasalahan ini.

Kasus wanita belum shalat keburu datang haidh

Terjadi khilaf pendapat ulama tentang permasalahan wanita menunda shalat sampai datangnya Haidh. Sebagiannya mewajibkan qadha, sedangkan sebagiannya lagi menganggap bahwa gugur kewajiban shalatnya dan tidak perlu ada qadha.[2]

1.     Wajib Qadha

Para ulama dari kalangan mazhab  Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat wajibnya qadha shalat, yakni dikerjakan setelah tiba masa suci.  Dalilnya adalah keumuman firman Allah ta’ala dalam surah an Nisa 103 :

  إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا

“Sesungguhnya shalat itu sudah ditentukan waktunya sebagai kewajiban bagi kaum mukminin.”

Juga sebuah hadits riwayat Al-Bukhari dan Muslim : “Siapa yang ketiduran dari suatu shalat atau lupa, maka hendaklah dia mengerjakannya ketika ingat, dan tidak ada kaffarah baginya selain itu.”

Sebagian qaul mengatakan bahwa pendapat pertama ini dipegang oleh mayoritas kalangan tabi’in.

2.     Tidak wajib mengqadha

Sedangkan menurut kalangan Hanafiyyah, Malikiyah dan ulama mazhab ad Dzahiri, apabila terjadi seperti kasus seperti ini,  kewajiban shalat gugur dan tidak perlu adanya qadha shalat.

Dari kalangan tabi’in diperoleh riwayat yang mendukung dari Sa’id bin Jubair sebagaimana disebutkan dalam sunan Ad-Darimi: “Sa’id bin Al-Mughirah menceritakan kepada kami, Ibnu Al-Mubarak berkata, Ya’qub menceritakan kepada kami, dari Abu Yusuf, dari Sa’id bin Jubair yang berkata, “Apabila seorang wanita terkena haidh di waktu shalat maka dia tidak perlu mengqadha shalat tersebut.”

Argumen dan pembelaan pendapat ini diantaranya disampaikan oleh Ibnu Hazam rahimahullah : “Dalil bagi pendapat kami adalah bahwa Allah Ta’ala menjadikan shalat itu punya waktu-waktu tersendiri dari awal hingga akhir. Telah shahih bahwa orang yang mengundur pelaksanaan shalat di akhir waktu tidak bisa dikatakan bermaksiat, karena Nabi saw tidak pernah melakukan maksiat. Kalau dianggap bukan maksiat maka tidaklah wajib shalat atasnya setelah suci nanti karena dia memang diperbolehkan mengundur shalat itu sendiri. Ketika si wanita ini tidak diwajibkan melaksanakan shalat di awal waktu lalu dia haidh berarti otomatis kewajiban shalat itu gugur darinya.[3]

Penutup
Demikian perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang permasalahan ini. Silahkan kita memilih pendapat yang kita yakini dan lebih maslahah. Mau memilih pendapat kedua nampaknya lebih ringan bagi para wanita mukminah, tapi pendapat pertama lebih berhati-hati.

 Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fqihiyah al Kuwaitiyah (18/315)
[2] Fath al Qadir (1/152), al Qawanin a Fiqhiyyah (1/60), Nihayatul Muhtaj (1/397), Mughni al Muhtaj (1/132) Kasyaful Qina’ (1/259).
[3] Al Muhalla,( 2/175-176)