Cara Menegur Imam

Pertanyaan :
Bagaimana cara menegur kekeliruan imam  ?

Jawaban :
Ulama sepakat tentang kesunnahan untuk menegur imam atau mengingatkan imam yang terlupa ketika shalat semisal kekurangan, kelebihan raka’at  atau apa saja dari amaliyah shalat.[1]

Menurut jumhur ulama cara mengingatkannya adalah bagi laki-laki dengan membaca tasbih, sedangkan bagi wanita dengan bertepuk tangan. Hal ini di dasarkan kepada hadits :

إِذَا نَابَكُمْ شَيْءٌ فِي صَلاَتِكُمْ فَلْيُسَبِّحِ الرِّجَال وَلْتُصَفِّقِ النِّسَاءُ

“Barangsiapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, ucapkanlah tasbih (Subhanallah), adapun bertepuk tangan itu hanya dilakukan oleh perempuan (ketika ingin menegur imamnya).”(HR. Abu Dawud)

Bagaimana tata cara bertepuk tangan bagi wanita dalam shalat?

Menurut Hanafiyah dan Syafiiyah ada dua  cara :[2]
1. Memukulkan punggung jari jemari kanan ke telapak tangan kiri.
2. Memukulkan bagian dalam jari jemari kanan ke punggung tangan kiri. Ini yang banyak dipakai karena lebih sedkit gerakan.

Sedangkan menurut Hanabilah adalah dengan memukulkan telapak tangan ke punggung telapak tangan lainnya (boleh kanan atau kiri dan sebaliknya)[3]

Sedangkan menurut malikiyah caranya adalah dengan membaca tasbih, baik untuk laki-laki maupun untuk perempuan.[4] Dalilnya adalah hadits riwayat imam Bukhari yang berbunyi :

مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلاَتِهِ فَلْيَقُل سُبْحَانَ اللَّهِ

“Barangsiapa yang terjadi sesuatu dalam shalatnya, ucapkanlah tasbih (Subhanallah)".

Menurut malikiyah lafadz tasbih ini meliputi perempuan juga,adapun  bunyi hadits, ‘Tepuk tangan itu untuk  perempuan’ adalah kalimat celaan agar tidak seperti perempuan (yang gemar bertepuk tangan) sebagaimana kalimat : “Laki-laki hendaknya seperti ini, kalau seperti itu perempuan.”

Sedangkan mayoritas ulama menyanggah pendalilan kalangan malikiyah dengan beberapa bantahan diantaranya : Perintah bertepuk tangan di dalam hadits sangat jelas bukan bertasbih, hal tersebut dikarenakan suara wanita itu adalah aurat di dalam shalat.

Demikian. Wallahu a’lam.

[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (12/78)
[2] Ibn Abidin (1/429), Minhajul Thalibin ( 1/190), Nihayatul Muhtaj (2/44)
[3] Kasyaful Qina (1/380).
[4] Syarh al Kabir (1/85)