Hukum Sujud Kepala Terhalang Kopiah atau Rambut

Pertanyaan :
Apakah hukumnya sujud seseorang yang terhalang dengan rambut yang menjuntai atau kopiah yang dipakai terlalu ke bawah sehingga menutup dahi ?

Jawaban :
Ulama Sepakat bahwa dahi adalah bagian yang wajib menyentuh tempat sujud dikala bersujud. Dalam makna, tidak sah shalat seseorang yang melakukan sujud dengan sengaja tidak meletakkan wajahnya ke tempat sujudnya.

Hal ini berdasarkan dalil :


قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ

            Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan (yaitu) dahi –dan beliau menunjuk hidungnya dengan tangannya-, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lantas bagaimana bila wajah yang diletakkan dilantai untuk sujud itu terhalang benda semisal kain, kertas dan lainnya ?

Penghalang wajah dengan dengan tempat sujud terbagi menjadi dua ; Pertama penghalang yang diletakkan dilantai, semisal sejadah yang tidak turut bergerak bersama orang yang sedang shalat, dan kedua penghalang yang menghalangi wajah dari tempat sujud yang turut bergerak bersama orang yang shalat, seperti surban, kopiah atau rambut.

Untuk penghalang kategori pertama, semisal sajadah atau karpet yang dihamparkan untuk shalat,  ulama sepakat bahwa itu tidak menghalangi sahnya sujud seseorang. Karena yang demikian ia dianggap sebagai bagian tempat sujud itu sendiri dan ada riwayat yang menjadi legalitas kebolehannya.

عنْ جَابِرٍ قال : حَدَّثَنِي أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ أَنَّهُ دَخَلَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : فَرَأَيْتُهُ يُصَلِّي عَلَى حَصِيرٍ يَسْجُدُ عَلَيْهِ.قَالَ : وَرَأَيْتُهُ يُصَلِّي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ مُتَوَشِّحًا بِهِ.

Jabir berkata: "Abu Said al-Khudry pernah masuk ke rumah Rasulullah shalallahu ’alaihi wasallam Abu Sa'id berkata: "Aku melihat Rasulullah sedang shalat di atas tikar, tempat beliau bersujud di atasnya. Abu Said berkata kembali: "Saya melihat Rasulullah shalat dalam satu baju yang menyelimutinya." (HR. Muslim).

Lalu bagaimana dengan penghalang sujud kategori yang kedua, yakni yang ikut bergerak bersama badan seseorang ? Ulama mazhab berselisih pendapat mengenai hukumnya. Berikut penjelasannya.

Hukum bersujud diatas kain yang bergerak bersama mushalli

Kain yang dikenakan oleh orang yang shalat, yang berpotensi menghalangi kening dari tempat sujud adalah imamah (surban) dan kopiah yang dikenakkan atau bisa pula rambut seeorang yang panjang dan kemudian menjuntai ke depan.

Permasalahan ini secara rincian hukum juga terbagi menjadi dua kasus : pertama, Kopiah atau surban tersebut menghalangi secara keseluruhan dahi dari tempat sujud dan kedua, Penghalang hanya menutupi sebagian wajah/dahi.

1.      Penghalang menutupi semua bagian dahi.

Mayoritas ulama mazhab yaitu dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah berpendapat bahwa hal ini tidak menghalangi sahnya shalat. Sujud diperkenankan meskipun semua bagian dahi terhalang oleh kain atau rambut dari tempat sujud.[1]

Hal ini didasarkan kepada adanya dalil-dalil yang menunjukkan keabsahan sujud dalam kondisi seperti yang disebutkan.

Anas radhiyallahu anhu, dia berkata :


كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي شِدَّةِ الْحَرِّ فَإِذَا لَمْ يَسْتَطِعْ أَحَدُنَا أَنْ يُمَكِّنَ جَبْهَتَهُ مِنَ الأْرْضِ يَبْسُطُ ثَوْبَهُ فَيَسْجُدُ عَلَيْهِ

 “Kami dahulu shalat bersama Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam pada waktu sangat panas. Jika seseorang dari kami tidak mampu meletakkan dahinya ke tanah, dia menghamparkan bajunya lalu bersujud di atasnya.” (HR. Bukhari)



Dan berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma , dia berkata:


لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمٍ مَطِيرٍ وَهُوَ يَتَّقِي الطِّينَ إِذَا سَجَدَ بِكِسَاءٍ عَلَيْهِ يَجْعَلُهُ دُونَ يَدَيْهِ إِلَى الأْرْضِ إِذَا سَجَدَ

“Aku telah melihat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari yang hujan, beliau menjaga diri dari tanah ketika bersujud dengan selimutnya, beliau menjadikannya di bawah tangannya ke bumi jika bersujud.” (HR. Ahmad)

Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bahwa beliau bersujud di atas lipatan sorban. (HR. Abdurrazaq)

Sedangkan mazhab Syafi’iyyah berpendapat bahwa sujud dengan kening terhalang secara keseluruhan oleh kain atau benda apapun menyebabkan tidak sahnya sujud tersebut, sebagian riwayat menyebutkan ini juga pendapat imam Ahmad bin Hanbal.[2] Pendapat ini didasarkan kepada keumuman dalil : “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan (yaitu) dahi –dan beliau menunjuk hidungnya dengan tangannya-, dua telapak tangan, dua lutut dan ujung-ujung jari kedua kaki.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Juga sebuah hadits :

إِذَا سَجَدْتَ، فَمَكِّنْ جَبْهَتَكَ

“Ketika kamu sujud, tetapkanlah keningmu.” (HR. Ibnu Hibban)

Kalangan syafi’iyyah memaknai hadits-hadits yang dijadikan dalil oleh jumhur diatas, dilakukan karena adanya udzur bukan kondisi normal, sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits itu sendiri : “Kami dahulu shalat bersama Rasûlullâh Shallallahu‘alaihi wasallam pada waktu sangat panas. Jika seseorang dari kami tidak mampu meletakkan dahinya ke tanah, dia menghamparkan (ujung-red) bajunya lalu bersujud di atasnya.” (HR. Bukhari) [3]

2.      Penghalang menutupi sebagian dahi

Adapun bila kain surban, kopiah  atau rambut hanya menutupi sebagian kening/ dahi, ulama sepakat bahwa ini tidak merusak keabsahan sujud tersebut.

Berkata al Imam Asyafi’i rahimahullah : “Kalau seandainya seseorang bersujud dengan  sebagian  penghalang ke tempat sujudnya  maka itu makruh, namun tidak perlu mengulang sujudnya.”[4]

Berkata imam an Nawawi rahimahullah : “Tetapi bila masih ada sebagian dahi yang terbuka sehingga ada sebagian yang menempel pada tempat sujud. maka sujudnya sah. Namun  sunnahnya terbuka semua dan bisa menempel dengan sempurna.[5]

Wallahu a’lam bi ash shawwab.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (24/208)
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (24/208)
[3] I’aanah at-Thalibiin (I/194)
[4] Al Umm (1/136),
[5] Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, (1/ 145)