Mengambil Sikap Dalam Muamalah




Maaf ustadz mau nanya . Bila ada yang usaha dengan menyewakan rumah dan sudah disepakati akadnya. Namun dengan berjalannya waktu ada alasan yang bermacam-macam dari penyewa belum bisa membayar kontrakannya . Bahkan sampai 8 bulan belum juga membayar .  Sudah kita berikan solusi namu diabaikan. Selanjutnya saya kasih ketegasan dalam masalah ini, apakah salah sikap saya tersebut ustadz ?

Jawaban
Tentang pertanyaan yang penanya ajukan ada beberapa point yang sebenarnya perlu kejelasan. Namun sayangnya disampaikan dalam bahasa yang masih umum seperti :
1.      Disepakati akadnya  (Apa saja akadnya ?)
2.      Sudah kita berikan solusi ( Apa solusinya ?)
3.      Saya kasih ketegasan (Ketegasan seperti apa)
Namun secara umum, saya sudah bisa menerka seperti apa dan kearah mana masalahnya. Intinya bahwa si penyewa tidak melaksanakan akad yang disepakati diawal, terbukti : (1) Tidak membayar sewa sekian lama (2) Telah diberikan solusi namun tidak diindahkan. Dan ibu sebagai pemilik sewa merasa dirugikan, dan hendak mengambil sikap tegas, mungkin dengan memintanya keluar dari rumah tersebut, atau mungkin dengan menuntut pembayaran hutangnya secara jalur hukum.
Dari paparan masalah diatas ada beberapa hal yang akan saya jelaskan, yang semoga saja bisa menjawab pertanyaan yang penanya ajukan.

1.      Seorang mukmin terikat dengan perjanjian
Seorang muslim itu terikat dengan peraturan dan perjanjian yang telah disepakatinya. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits :

الْمُسْلِمُونَ عَلَى شُرُوطِهِمْ وَالصُّلْحُ جَائِزٌ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ
“Muslim itu terikat dengan persyaratan (yang dibuat oleh) mereka, mengadakan perjanjian adalah diperbolehkan sesama muslim.” (HR Hakim)
Maka seorang muslim yang sengaja melanggar perjanjiannya dengan terang terangan, ia telah berbuat aniyaya dan pelanggaran.

2.      Perintah untuk memberi hutang dengan baik
Dalam syariat agama yang mulia ini, kita diperintahkan untuk berbuat ihsan dalam masalah hutang piutang.  Jika kita memiliki hutang, maka diperintahkan untuk segera melunasi. Dan apabila kita yang dihutangi, maka dianjurkan untuk memberikan tenggat waktu yang cukup.
من أنظر معسرًا فله بكل يوم صدقة قبل أن يحل الدين فإذا حل الدين فأنظره كان له بكل يوم مثلاه صدقة
Barangsiapa memberi tenggang waktu pada orang yang berada dalam kesulitan, maka setiap hari sebelum batas waktu pelunasan,  dia akan dinilai telah bersedekah. Jika utangnya belum bisa dilunasi lagi, lalu dia masih memberikan tenggang waktu setelah jatuh tempo, maka setiap harinya dia akan dinilai telah bersedekah dua kali lipat nilai piutangnya.” (HR. Ahmad)

يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ
“Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad)

3.      Bisnis dalam Islam bukan semata laba oriented, tapi juga pahala akhirat.
Dalam dunia bisnis termasuk sewa menyewa, seorang muslim bukan hanya mencari keuntungan dunia semata dari usahanya. Lebih besar dari itu, ia mengejar fadhilah besar yang dijanjikan oleh Allah dan Rasulnya, diantaranya :
التَّاجِرُ الأَمِينُ الصَّدُوقُ الْمُسْلِمُ مَعَ الشُّهَدَاءِ – وفي رواية: مع النبيين و الصديقين و الشهداء
 Seorang pedagang muslim yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti). (HR. Ibnu Majah)
Dan selanjutnya,
يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ
“Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berkata (yang artinya), “Lihatlah amalannya.” Kemudian orang tersebut berkata, “Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.” Lantas Allah pun berkata (yang artinya), “Aku lebih berhak memberi kemudahan”. Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad)
Yang tentu saja seorang muslim yang sudah paham hal ini,  ia tidak ingin merusak nilai akhirat yang begitu agung dengan perbuatannya yang  hanya memburu keuntungan dunia semata.
4.      Boleh mengambil hak
Hak milik diakui dalam islam. Dan hak seseorang boleh dimanfaatkan selama tidak menimbulkan kemudaratan bagi orang lain, jika itu terjadi, maka hukumnya haram. Ketika barang sewaan tersebut ingin dimanfaatkan lagi (Karena tidak ada untungnya disewakan kepada orang yang bermasalah tadi) boleh saja hak menempati rumah itu diambil dari si penyewa. Jadi boleh saja pemilik membatalkan akad sewa menyewa tersebut. Adapun hutangnya sewaan yang belum dibayar tetap bisa ditagih, karena hutang tetap hutang.  

Khatimah
Demikian sekelumit solusi yang dapat kami berikan.

0 comments

Post a Comment