Ustadz ana
membaca disebuah artikel bahwa menyebut orang yang sudah meninggal dunia dengan
sebutan ‘almarhum’ itu tidak dibolehkan. Alasannya karena penyebutan itu
memastikan orang yang mati tersebut telah mendapat rahmat kasih sayang Allah,
padahal bisa saja dia pelaku maksiat dan fajir semasa hidupnya. Kepastian ampunan atau rahmat Allah kepada
seseorang yang meninggal dunia itu merupakan perkara ghaib. Di mana yang tahu
hanyalah Allah dan makhluq yang di beritahu oleh Allah, seperti Malaikat dan
para Nabi-Nya.
Mohon
penjelasan dari ustadz.
Jawaban
Kata almarhum (المرحوم) adalah bentuk objek (maf’ul) dari kata
kerja rahima-yarhamu (رحم – يرحم)
yang artinya merahmati atau memberikan rahmat. Jadi almarhum (المرحوم) secara bahasa maknanya adalah orang yang
dirahmati, yakni dirahmati oleh Allah ta’ala.
Penggunaan
dalam bahasa Indonesia
Di Indonesia atau
masyarakat rumpun melayu pada umumnya kata almarhum itu sudah menjadi semacam ‘gelar
khusus’ bagi orang yang sudah meninggal dunia. Jadi kata almarhum atau
almarhumah yang mengiringi sebuah nama, bisa dipastikan bahwa itu adalah orang
yang sudah meninggal dunia. Nah, karena kata ini begitu akrab dengan bau-bau
kematian, orang Indonesia yang masih hidup tidak akan mau disebut almarhum.
Penggunaan
yang salah kaprah
Penggunaan
kata almarhum sebagai kata pengganti orang yang telah mati tentu saja tidak tepat. Karena esensi kata
almarhum itu sendiri bukanlah gelar, melainkan sebagai doa dari yang hidup
kepada yang meninggal dunia.Sebagaimana kata almarhum itu sendiri artinya orang
yang dirahmati. Jadi penyebutan almarhum bermakna : Semoga Allah merahmatinya.
Demikianlah
yang lazim ada dalam kitab-kitab para ulama kita temui. Biasanya bila
disebutkan nama mereka, diberikan embel-embel gelar. Allahu yarham, al
Marhum, atau rahimahullah. Yang
terakhir ini lebih lazim dan popular : rahimahullah. Misalnya kita dapati dalam
kitab-kitab kata : al Imam al Ghazali rahimahullah, al Imam Nawawi rahimahullah
artinya : al Imam al Ghazali yang semoga Allah merahmatinya, al Imam Nawawi
yang semoga Allah merahmatinya Tapi almarhum juga digunakan, hanya biasanya ini
diperuntukkan untuk ulama-ulama kontemporer Semisal yang kita temui dalam al
Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (1/38) dan kitab al Fiqh al Islami
waadillatuhu ( 1/37) ketika menyebut almarhum Fadhilatussyaikh Muhammad Abu
Zuhrah.
Hukum
pengunaannya
Kata almarhum
jika diniatkan sebagai bentuk doa kepada orang yang meninggal doa maka hukumnya
boleh. Asalkan yang disebut itu adalah orang islam, terlebih bila semasa
hidupnya dia dikenal sebagai orang yang shalih apalagi ulama.[1] Adapun bila kata almarhum itu digunakan
kepada orang kafir maka hukumnya haram, sebagaimana hukum haramnya mendoakan
orang kafir yang telah meninggal dunia.
مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ
كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ
الْجَحِيمِ
"Dan
tidaklah layak bagi Nabi dan dan orang-orang beriman memohon ampun (kepada
Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun mereka itu orang-orang itu
kerabatnya, setelah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu penghuni
neraka jahanam" (Qs. At-Taubah 113)
Wallahu a’lam.
[1] Demikian
sebenarnya juga fatwa dari ulama-ulama yang dinukil oleh kalangan yang
mengharamkan penggunaan kata almarhum, lihat Kutub wa Rasail Syaikh Ibnu Utsaimin 82/15-16, Liqa’ Al Bab Al Maftuh
11/28, Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin 3/85).
0 comments
Post a Comment