Rajin Shalat dan Tilawah Tapi Hati Masih Kasar



Pertanyaan :
Ustadz saya mau bertanya  tentang penyakit hati. Kalau kita rajin shalat, tentu akan banyak pengaruhnya bagi diri kita. Tapi kenapa kadang sudah rajin shalat berjama’ah, tilawah, seperti tidak membuat hati makin lembut, malah kasar dan pemarah. Apa yang harus dilakukan lagi ustadz ?

Jawaban :
Pertanyaan antum akan saya jawab menjadi 3 bagian pembahasan : pertama tentang shalat seperti apa yang mencegah dari perbuatan keji dan munkar, kedua Fadhilah dan faidah membaca al Quran untuk melembutkan hati, dan ketika kita melembutkan hati dan menghilangkan prilaku kasar.

1.      Shalat Seperti Apa Yang Mencegah Dari Perbuatan Keji Dan Munkar
Asumsi bahwa bahwa dengan mengerjakan shalat otomatis akan membuat hati dan prilaku seseorang akan menjadi baik, memang tidak sepenunhnya keliru. Hal ini karena memang ada firman Allah ta’ala yang jelas menyebutkannya :  
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
 “…dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.” (QS. Al Ankabut: 45)

            Tapi yang juga harus kita pahami adalah, tidak semua shalat itu bisa mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan munkar.Hanya orang yang menunaikan shalat dengan benar  saja yang akan mendapat hikmah dan faidah dari shalatnya. Shalat itu bukan  hanya sekedar ucapan dan gerakan yang hampa  tanpa makna. Sebagaimana Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam pernah menegur seseorang  usai shalat, “Ulangilah shalatmu, sesungguhnya engkau belum shalat”. Beliau bahkan mengulang ucapannya  sebanyak 3 kali.
Berikut perkataan salaful ummah dan para ulama tentang shalat yang bisa mencegah pelakunya dari berbuat keji dan munkar.

Abul Aliyah berkata : “Di dalam shalat itu ada tiga unsur penting, yaitu Ikhlas, khasyah ( takut ) dan dzikrullah ( ingat kepada Allah ). Maka jika tiap shalat tidak ada ketiganya, tidaklah disebut shalat. Karena dengan kandungan ikhlas akan mengajak kepada yang ma’ruf, khasy-yah akan mencegah kepada yang mungkar dan dzikrullah akan mencakup makna mengajak ma’ruf dan mencegah mungkar.


 Al Hasan berkata : “Hai anak Adam, shalat itu hanyalah mencegah keji dan mungkar, jika shalatmu tidak mencegahmu dari keji dan mungkar, maka sesungguhnya kamu tidak shalat.”

             Al Maraghi sangat tegas mengingatkan :  “Sesungguhnya Allah telah memerintah kita untuk menegakkan shalat, yaitu dengan mendatanginya secara sempurna dzahir dan batin.’

Al Baidhawi berkata : “Shalatnya yang menjadi sebab terhentinya maksiat-maksiat, adalah ketika dia sibuk dengan shalatnya  dan kesibukannya itu akan mewariskan kepada dirinya perasaan takut kepada Allah.”

An Nashir as Sa’di berkat, “Sisi keberadaan shalat mencegah dari perbuatan fahsya dan mungkar yaitu; ketika seorang hamba yang mendirikan shalat, menyempurnakan akan rukun-rukun, syarat-syarat dan kekhusyu’annya, maka hatinya akan bersih, perasaannya akan jernih, imannya akan bertambah, bertambah kuat keinginannya untuk melaksanakan kebaikan dan berkurang atau hilang keinginannya untuk mengerjakan keburukan.”

Jadi permasalahannya bukan pada informasi ayatnya,  tetapi lebih kepada pelaku shalat itu sendiri yang kurang menyempurnakan rukun, kewajiban atau khusyu’nya sehingga shalatnya tidak berfungsi sebagaimana yang ditegaskan di dalam ayat tersebut.

Analogi 

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda : 

أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا لَا يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا

"Apa pendapat kalian, jika di depan pintu salah seorang dari kalian ada sungai (mengalir); dia mandi darinya lima kali dalam sehari, apakah tersisa kotoran darinya?” Para sahabat menjawab: “Tidak akan tertinggal kotoran sedikitpun”. Beliau bersabda: “Demikianlah shalat lima waktu, Allah menghapuskan dengannya kesalahan-kesalahan”. (HR Bukhâri dan Muslim)

Pertanyaannya, kalau ada seseorang yang sehari semalam mandi sampai 5 kali. Katakan pagi hari sekali, siang hari, sore hari, lalu di waktu maghrib sekali, dan di waktu malam juga sekali. Ini pun masih ditambah dengan mandi-mandi lain yang ia lakukan. Tetapi kemudian penampilan orang tersebut meskipun rajin  (baca ; maniak) mandi tetap dekil, kotor dan bau, pertanyaannya, yang salah mandinya atau cara mandinya ?

Pasti jawaban tepatnya adalah cara mandinya yang keliru. Mungkin itu yang dikenal dengan istilah mandi bebek. Mandi yang sekedar mencelupkan sebagian tubuh ke air. Asal ada yang basah.
Demikian pula dengan shalat. Jika dengan shalatnya dia tetap jahat dan keji, itu mungkin yang disebut dengan shalat ‘bebek’. 

Wallahu a’lam.

0 comments

Post a Comment