A.
Pengertian
Musik
dalam bahasa Arab dewasa ini juga
disebut al-musiqa (الموسيقى) adalah termasuk perbendaharaan kata baru
dalam bahasa Arab. Sedangkan dalam kitab-kitab fiqih klasik Musik lebih dikenal
dengan istilah Ma’azif (المعازف ) berasal
dari kata عزف
– يعزف - عزفا
yang artinya bermain.[1]
Meskipun
sebenarnya Ma’azif itu sendiri maknanya cendrung kepada alat-alat musik.[2]
B.
Hukumnya memainkan
alat music (Ma’azif).
Secara umum
ulama terbagi menjadi dua pendapat, yakni kalangan yang melarang secara mutlak
segala alat musik, baik dengan memainkannya, mendengarkannya atau bahkan
memperjualbelikannya. Sedangkan sebagian ulama lagi membolehkan dengan
syarat-syarat tertentu. Mari kita simak penjelasannya.
1.
Kalangan yang
mengharamkan.
Jumhur ulama dari kalangan
Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat
tidak bolehnya bermain alat musik. [3]
Berkata Ibnu
Hajar, “Dosa besar yang ke 446, 447, 448, 449, 450, 451 adalah memainkan
nada-nada, mendengarkannya, meniup seruling, mendengarkannya, menabuh
gendang, dan mendengarkannya .”[4]
Berkata imam
an Nawawi, “Bernyanyi dengan alat-alat music, ini merupakan syi’ar para
peminum khamr. Yaitu alat musik yang dipukul seperti tunbur, banjo, simbal dan alat-alat
musik yang lainnya dan juga alat musik dengan senar, semuanya diharamkan
menggunakannya dan mendengarkannya.”[5]
Berkata al
Imam Qurthubi, “Adapun seruling, gitar, dan gendang maka tidak ada
perselisihan mengenai keharaman mendengarkannya. Dan belum pernah saya
mendengar ada yang membolehkannya di kalangan ulama yang didengarkan
ucapannya dari para salaf dan khalaf. Maka bagaimana mungkin tidak haram? Dan
alat-alat musik ini juga merupakan syiar para pemabuk, orang fasik, pecinta syahwat,
orang-orang bobrok dan cabul. Dan ini membuat keharamannya semakin tidak
diragukan lagi, serta tidak ragu memvonis fasiq dan dosa bagi pelakunya.”[6]
Dalil-dalil yang digunakan
1. Al Qur’an.
Berikut adalah dalil-dalil yang
digunakan oleh jumhur ulama dalam mengharamkan musik.
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ
عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ
تَكْفُرُونَ
“Sembahyang mereka di
sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka
rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.”
(QS. Al Anfal : 35)
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ
اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan hasunglah siapa
yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu.” (QS. Al-Isra’ : 64)
Dari Mujahid
rahimahullah berkata, “(Maksudnya) meminta mereka turun dengan suara anda”. Dia
berkata, “Yang dimaksud suaranya adalah nyanyian batil.”
سَمِعوُاُ اللَغُوَ
أَعُرَضواُ عَنُه وَقَالواُ لَنا أَعُمَالنَا وَلَكمُ أَعُمَالَكمُ سَلَم عَلَيُكمُ
لَا نَبُتَغِي الُجَاهِلِيُنَ
“Dan
apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling
daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu
amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang
jahil". (QS. Al Qashash :
55)
إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي
خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ وَعَدَّ مِنْهَا : وَاتَّخَذَتِ
الْقَيْنَاتِ وَالْمَعَازِفَ
”Apabila
umatku telah mengerjakan lima belas perkara, maka telah halal bagi mereka
bala’. Dan beliau menghitung salah satu di antaranya adalah budak wanita penyanyi
dan alat-alat musik”. (HR.
Tirmidzi)
إِنَّ اللَّهَ بَعَثَنِي
رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ
وَالْكِنَّارَاتِ
“Sesungguhnya
Allah ta’ala telah mengutusku menjadi rahmat dan petunjuk bagi alam semesta.
Allah telah memerintahkan aku untuk menghancurkan seruling dan alat-alat
musik”. (HR. Ahmad)
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي
أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالخَمْرَ وَالمَعَازِفَ
“Akan
ada dari umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamar dan alat
musik.” (HR. Bukhari)
Apa
hukumnya larangan tersebut ? Haram atau makruh ?
Umumnya
kalangan ini mengharamkan alat musik dari jenis seruling, gitar dan kebanyakan
alat musik[8]. Adapun
Rebana boleh untuk wanita makruh bagi laki-laki menurut Hanafiyyah dan
Hanabilah. Sedangkan alat semisal Dram boleh menurut Hanafiyyah, Malikiyyah dan
Syafi’iyyah. Dan kalangan ini juga berpendapat mandub (disukai) hukumnya
memukul rebana ketika merayakan pernikahan atau acara kegembiraan lainnya.[9]
Bersambung…
[1]Al-Majmu,
(11/577), Lisan al-‘Arab (9/189).
[2]
Itihaf as Sa’adatul Muttaqiin (6/502).
[3]
Hasyiah Ibnu Abidin (5/222), al Fatawa al Hindiyyah (5/352), al
Mughni (9/173).
[4] Fathul
Bari ( 10/55).
[6]
Az Zawajir min Iqtirafil Kabair (2/193).
[8] Al
Mughni (10/173).
[9] Al
Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (38/169), Rad al Mukhtar
(2/261).
0 comments
Post a Comment