Ustadz ane mau
bertanya, apa yang bisa dilakukan ketika gairah sedang memuncak sedangkan istri
sedang haidh ? Apakah dibolehkan
melakukan onani atau berhubungan badan
dengan istri selainmelakukan penetrasi ?
Atau apalah untuk menghilangkan keinginan tersebut ? Syukran atas
jawabannya.
Jawaban :
Sebagaimana
yang kita ketahui, bahwa hubungan badan ( Jima’) ketika istri haidh hukumnya
adalah haram, dan ulama sepakat tentang hal ini.[1]
Berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا
النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا
تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
Mereka
bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”.
Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah
Suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.
(QS. Al-Baqarah: 222)
Namun, adanya
keharaman Jima’ ketika haidh bukan berarti suami istri mutlak tidak bisa bermesraan
dan bersenang-senang. Karena maksud ayat menjauhi disini hanya khusus untuk
jima’, adapun selainnya, aktivitas saling memuaskan suami istri hukumnya halal
dan dibolehkan, sebagaimana ditegaskan oleh sabda beliau shalallahu’alaihi
wassalam :
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Lakukanlah segala
sesuatu (dengan istri kalian yang sedang haidh) kecuali nikah.” (HR. Muslim).
Makna
nikah yang dimaksud dalam sabda beliau
tersebut adalah jima’, Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam menyebut
dengan nikah untuk menghaluskan.
Dan lebih
lanjut ini dijelaskan dalam riwayat hadits-hadits berikut ini :
A’isyah
radhiyallahu ‘anha
menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا حِضْتُ
يَأْمُرُنِي أَنْ أَتَّزِرَ، ثُمَّ يُبَاشِرُنِي
“Apabila
saya haid, Rasulullah shallallahu‘alaihi
wassallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu
denganku.” (HR.
Ahmad).
Hal
yang sama juga disampaikan oleh Maimunah
radhiyallahu‘anha,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَاشِرُ
نِسَاءَهُ فَوْقَ الْإِزَارِ وَهُنَّ حُيَّضٌ
“Rasulullah shallallahu‘alaihi
wassallam bercumbu dengan istrinya di daerah di atas sarung,
ketika mereka sedang haid.” (HR. Muslim)
Apa saja yang
dibolehkan ?
1. Onani
Ulama sepakat
bahwa istri boleh memuaskan suami dengan tangannya ( onani).[2]
2. Istimna’ selain anggota antara pusat dan lutut
Ulama sepakat bahwa suami istri boleh bercumbu dengan melibatkan anggota
badan selain area antara pusat dan lutut istri. Sedangkan Istimna’ anggota
antara pusat dan lutut menutur jumhur hukumnya haram. Semisal menggesek-gesekkan
farji dipaha dan lainnya, berdasarkan hadits :
عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ
قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَمَّا يَحِلُّ
لِلرَّجُلِ مِنْ امْرَأَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ قَالَ فَقَالَ مَا فَوْقَ الْإِزَارِ
"Dari Mu'adz bin Jabal saya pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam tentang apa yang dibolehkan bagi seorang suami terhadap
istrinya yang sedang haidl. Maka beliau menjawab: "Boleh apa yang ada di
atas kain sarung." (HR. Abu Dawud)
مَنْ حَامَ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَقَعَ فِيهِ
“Siapa yang berada di sekitar batasan yang diharamkan maka
ditakutkan dia akan terperosok ke dalamnya.” (Mutafaqqun ‘alaih)
Sedangkan kalangan
Hanabilah membolehkan dalilnya karena nas hanya melarang adanya penetrasi bukan
selainnya. Berkata Ibnu Qudamah rahimahullah :
. فتخصيصه موضع الدم بالاعتزال دليل على إباحته فيما عداه
Ketika Allah hanya
memerintahkan untuk menjauhi tempat keluarnya darah, ini dalil bahwa selain
itu, hukumnya boleh.[3]
Sebagian ulama
lagi mengambil jalan tengah, bila ia mampu mengontrol nafsunya sehingga tidak
sampai melakukan hubungan intim, sebaliknya jika ia tidak mampu maka hal
tersebut dilarang. Imam Nawawi menyatakan bahwa pendapat ini adalah pendapat
yang baik.[4]
Demikian
semoga bermanfaat dan tetap semangat menjalani fitrah kehidupan. Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment