BARANG TEMUAN



Izin bertanya ustadz tentang uang temuan dijalan itu halal atau harus dikemanakan uang tersebut ustadz ?

Jawaban
Islam adalah agama kasih sayang  dan keadilan,  melarang segala bentuk  kedzaliman dalam segala hal, sampai masalah harta.  Diwasiatkan dalam sebuah hadits :

إِنَّهُ لَا يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ إِلَّا بِطِيبِ نَفْسٍ مِنْهُ،
Tidak halal harta seorang muslim (buat orang lain) kecuali dengan kerelaan hatinya’’ (HR. Ahmad)

Hak kepemilikan harta seseorang dijamin dalam Islam meskipun sempat lenyap dari tangannya dan ditemukan oleh orang lain, yang dalam syariat dikenal dengan hukum luqathah (temuan). Mari kita simak pembahasannya.

Pengertian
Luqathah (اللقطة) berasal dari kata luqath ( (لقطyang artinya memungut.Sedangkan secara istilah adalah setiap harta yang lepas dari pemiliknya dan ditemukan oleh orang lain.[1]

Hukum memungut luqathah
Berikut penjelasan para ulama mazhab tentang hukum mengambil luqathah[2] :
Menurut Kalangan Hanafiyah dianjurkan mengambil luqathah jika yang mengambil amanah dan sanggup memberitakannya, jika tidak sanggup maka yang lebih utama tidak mengambilnya, jika ia mengambilnya untuk dimanfaatkan oleh dirinya sendiri maka haram karena ia seperti orang yang ghasab.
Namun wajib mengambilnya jika ditakutkan hilang, karena harta seorang muslim wajib dijaga seperti menjaga harta dirinya sendiri, jika ia meninggalkannya sehingga tersia-siakan/hilang maka ia berdosa.
Menurut Malikiyyah bahwa jika yang menemukan mengetahui bahwa ia tidak akan bisa amanah maka mengambilnya adalah haram. Jika ia takut syaitan menggodanya dan ia tidak sanggup memberitahukannya maka itu makruh, namun jika ia amanah, baik ketika dengan orang-orang dan tidak takut bahwa yang lain hianat maka maka tidak apa-apa mengambilnya, namun jika ia takut yang lain hianat maka mengambilnya adalah wajib.
Sedangkan menurut kalangan Syafi’iyyah  jika ia mendapatkannya dan takut hilang maka jika ia amanah mengambilnya adalah lebih utama. Sedangkan dalam riwayat lain ia wajib mengambilnya karena untuk menjaga harta agar tidak hilang. Sebagaimana firman-Nya :

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ

Seorang mu’min itu adalah penolong bagi yang lainnya maka wajib menjaganya dan tidak meninggalkannya agar tidak hilang/tersia-siakan.” (at Taubah :71)

Sedangkan Hanabilah lebih baik meninggalkannya, ini juga diriwayatkan dari Ibn ‘Abbas dan Ibn Umar, Jabir, Ibn Zaid dan ‘Atha. Dalil pendapat ini adalah :

عَنْ الْجَارُودِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ضَالَّةُ الْمُسْلِمِ حَرَقُ النَّارِ

 “Harta benda seorang mukmin yang hilang, adalah bahan bakarnya api neraka.” (at-Tirmidzi)

Dengan mengambilnya bisa meyebabkan ganti rugi bagi dirinya, memakannya adalah haram, menyia-nyiakan kewajiban dalam memberitahukannya dan melaksanakan amanah oleh karena itu meninggalkannya lebih utama dan lebih selamat.

Jenis-jenis Luqathah
Secara umum Luqathah terbagi menjadi 2 jenis, barang temuan yang kecil nilainya dan yang bernilai besar.

1.      Yang nilainya kecil
Luqathah kategori kecil terbagi menjadi 2, pertama yang bernilai kecil yang harus dicari pemiliknya namun tidak wajib diumumkan selama 1 tahun, sedangkan kategori kecil kedua boleh langsung dimanfaatkan.
Kategori 1 : Tidak diumumkan
Barang temuan  yang masuk kategori tidak perlu diumumkan menurut Syafi’iyyah adalah dibawah 1 dinar. Menurut kalangan Hanafiyyah 10 dirham sedangkan menurut mayoritas ulama adalah ¼ dinar. Setelah dicari pemiliknya dengan kadar secukupnya, bila pemiliknya tidak ada, maka boleh dimanfaatkan.
Kategori 2  : Langsung dimanfaatkan
Ulama sepakat bahwa temuan yang ringan seperti kurma, pecahan barang, dan barang sederhana boleh langsung dimanfaatkan.[3] Sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat Rasulullah menemukan buah kurma yang jatuh dan beliau bersabda :

لولا أني أخاف أن تكون من الصدقة لأكلتها

“Seandainya aku tidak takut bahwa pada kurma-kurma ini ada kewajiban shadaqah (zakat) tentu aku sudah memakannya.” (HR. Bukhari).  

2.      Yang nilainya besar
Barang temuan yang bernilai besar yakni menurut Jumhur ulama diatas 1 dinar wajib dijaga, dipersaksikan kepada 2 saksi dan diumumkan selama setahun. Jika setelah berlalu satu tahun, boleh dimanfaatkan menurut mayoritas ulama.[4]
Sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits berikut ini :

سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ اللُّقَطَةِ الذَّهَبِ أَوْ الْوَرِقِ فَقَالَ اعْرِفْ وِكَاءَهَا وَعِفَاصَهَا ثُمَّ عَرِّفْهَا سَنَةً فَإِنْ لَمْ تَعْرِفْ فَاسْتَنْفِقْهَا وَلْتَكُنْ وَدِيعَةً عِنْدَكَ فَإِنْ جَاءَ طَالِبُهَا يَوْمًا مِنْ الدَّهْرِ فَأَدِّهَا إِلَيْهِ

Rasulullah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak, lalu beliau berkata,’’Kenalilah wadah/tutupnya, dan pengikatnya, lalu umumkan satu tahun, jika diketahui (pemiliknya) maka gunakanlah dan hendaknya barang itu bagaikan titipan di sisimu tetapi jika jika datang pemiliknya mencari barang itu suatu hari dari masa, maka serahkanlah barang itu padanya.’’  (Mutafaqqun ‘Alaih)

من وجد لقطة فليشهد ذا عدل أو ذوي عدل ولا يكتم ولا يغيّب فإن وجد صاحبها فليردها عليه وإلا فهو مال الله عز و جل يؤتيه من يشاء

“Barangsiapa yang menemukan luqathah, maka hendaklah ia mengangkat saksi seorang atau beberapa orang jujur, kemudian tidak boleh menyembunyikannya, jika datang pemiliknya, maka (pemiliknya) lebih berhak dengan barangnya, jika tidak (dijumpai pemiliknya) maka barang itu adalah milik Allah yang diberikan kepada orang yang Dia kehendaki.’’ (HR.Abu Dawud)
Pengumuman menurut para ulama dilakukan ditempat-tempat umum, seperti pasar, pintu-pintu mesjid dan warung-warung dengan memberitahukan jenis dan sifatnya, namun tidak secara terperinci, karena kalau secara terperinci orang yang mendengar pasti akan mengetahuinya, maka sifatnya itu tidak akan menjadi bukti kepemilikannya.

Memanfaatkan bukan memiliki
Semua Jenis Luqathah diatas boleh dimanfaatkan bila telah ditunaikan hak-haknya. Tapi yang perlu diingat, kebolehannya hanya memanfaatkan, bukan memiliki. Jika misalnya kita menemukan mangga jatuh, kemudian kita kupas dan langsung kita makan. Setelah 10 tahun pemiliknya memintanya dari kita, kita harus bersedia mengganti mangga tersebut. Lho koq bisa, kan mangga tersebut bisa busuk sia-sia kalau kita biarkan , setelah dimakan supaya tidak mubazir koq  lagi ? Jawabannya  : Masalah buat Elu ? Kan tuh mangga punya orang kenapa kita yang pusing.
Wallahu a’lam.


[1] Mu’jam al Wasith (2/834), Lisan al Arab pada alpabeth
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (35/295-296).
[3] Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu (6 /4866).
[4] Fiqh al Islam wa Adillatuhu ( 6/4863), Nail al Authar (5/405).

0 comments

Post a Comment