Bapak
ustadz, apa hukumnnya bermakmum kepada masbuk. Kasusnya ada dua :
1.
Beberapa
orang masbuq shalat berjama’ah, setelah
imam salam, salah seorang dari masbuq maju untuk menjadi imam bagi para masbuq
yang lain.
2.
Seseorang
yang telah menemui shalat berjama’ah telah selesai ditunaikan, kemudian ia
bermakmum kepada masbuq yang ada.
Mohon
penjelasan bapak ustadz.
Jawaban :
Tentang hukum mengikuti imam yang
merupakan seseorang yang tadinya makmum dari suatu shalat berjama’ah (masbuq).
Ulama berbeda pendapat, sebagian mengatakan sah sedangkan yang lain berpendapat
bahwa ini tidak dibolehkan alias tidak sah.
Kalangan yang melarang
Kalangan Hanafiyah dan malikiyah
berpendapat, bahwa seseorang yang masbuq tidak sah dijadikan imam. Karena ia
dipandang sebagai seorang makmum dalam shalatnya, maka tidak sah menjadi imam
bagi yang lain. (perlu diingat : diantara syarat-syarat menjadi imam adalah
tidak sedang bermakmum kepada imam lain).
Orang yang masbuq menurut kedua mazhab
ini adalah orang yang telah berniat menjadi makmum kepada seorang imam.
Kemudian Karena suatu hal –yakni tertinggal raka’at- ia harus mennyempurnakan
shalatnya. Sehingga ia tetap berstatus sebagai makmum, dan bukan sebagai orang
yang shalat sendiri.[1]
Kalangan yang membolehkan
Ulama dari kalangan mazhab Syafi’i dan
Hanbali berpendapat sahnya bermakmum kepada masbuq. Karena orang yang masbuq
menurut kedua mazhab ini telah terlepas hubungannya dengan imam. Syafi’iyah mengatakan
: “Mengikuti imam akan terputus oleh sebab-sebab seperti hadats, imam telah
salam dan sebab-sebab lainnya. sehingga orang yang masbuq adalah orang yang
tidak memiliki lagi ikatan dengan imam. Sehingga, setelah itu ia sah untuk
mengikuti (menjadi makmum lagi) atau diikuti oleh orang lain.”[2]
Sedangkan kalangan Hanabilah
menjelaskan : “Situasi ini (yakni menjadikan masbuq sebagai imam) adalah
perkara yang dibolehkan. Sebagaimana bolehnya melakukan pergantian imam dalam
shalat. Dalam hadits diriwayatkan bahwa Abu Bakar yang sedang mengimami shalat
pernah mundur kebelakang karena datangnnya Rasululah shalallahu’alaihi
wassalam, kemudian Rasul menjadi imam menggantikan Abu Bakar (HR. Bukhari-Muslim).[3]
Tetapi untuk kasus shalat jum’at,
ulama sepakat menyatakan tidak boleh bermakmum kepada masbuq shalat jum’at.[4]
Penutup
Kesimpulannya, kalangan Ulama mazhab Hanafiyah
dan Malikiyah mengatakan tidak boleh seorang masbuq untuk dijadikan imam,
sedangkan kalangan mazhab Syafi’iyyah dan Hanabilah mengatakan boleh. Sebab
perbedaan para ulama adalah dalam memandang status masbuq, apakah ia masih
sebagai makmum sebuah shalat berjama’ah atau telah terlepas hubungannya. Syaikh
Wahbah Zuhaili mengatakan bahwa pendapat yang rajih adalah pendapat yang
membolehkan bermakmum kepada masbuq.
Bila untuk kehati-hatian, lebih
baiknya untuk kasus pertama yang ditanyakan, seseorang tidak perlu lagi
bermakmum kepada orang lain (sesama masbuq), selain agar selamat dari khilaf,
toh dia juga telah mendapat pahala berjama’ah.
Wallahu
a’lam.
0 comments
Post a Comment