HUTANG APAKAH DIWARISKAN ?




Ustadz , apakah hutang itu diwariskan ke ahli waris ? Dan bila hutang itu sudah diikhlaskan oleh yang dihutangi apakah tetap wajib untuk dibayar ? Pendapat saya sih harus tetap dibayar karena jumlah hutangnya yang besar.

Jawaban :
Hutang tidak diwariskan. Dalam artian, bila seseorang misalnya meninggal, maka ahli waris seperti anak-nakanya tidak berkewajiban membayar hutang orang tuanya tersebut. Namun yang wajib adalah harta yang ditinggalkan oleh si mayit wajib hukumnya untuk digunakan melunasi hutang-hutangnya.[1] Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala :

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ

(Pembagian-pembagian warisan itu) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.” (QS. An Nisa’: 11)

Jadi, harta yang ditinggalkan oleh mayit wajib hukumnya digunakan terlebih dahulu untuk membayar hutang dan menunaikan wasiat-wasiatnya, sebelum dibagi oleh ahli warisnya.

Bagaimana bila hutang itu sudah direlakan ?

Jika memang hutang itu benar-benar sudah direlakan oleh orang yang menghutangi, tentu saja sudah tidak wajib dibayar, baik hutang tersebut dalam jumlah kecil maupun besar. Tidak ada bedanya. 

Hanya saja penting bagi ahli waris untuk memastikan apakah ‘pengikhlasan’ hutang tersebut karena kerelaan atau terpaksa atau sebab lain. Misalnya ia mengaku  merelakan hutangnya, karena menurutnya kecil  saja, Cuma Rp100.000, ternyata setelah diusust matanya rabun sehingga terlewat dari melihat ada tiga nol dibelakanganya. Jadi sebenarnya hutang mayit Rp 100.000.000. Nah, kalau seperti ini wajibnya dilunasi.

            Bagaimana kalau tidak ada warisan ?

Jika memang seseorang meninggal tidak meninggalkan warisan apapun maka tidak ada kewajiban siapapun untuk melunasi hutang-hutangnya. Itu murni menjadi tanggungan dan beban dia di akhirat.  Hanya bila kemudian anak-anaknya atau saudaranya melunasinya, itu tentu sebuah keutamaan. Karena anak atau saudaranya tersebut tidak rela melihatnya sengsara diakhirat karena hutangnya.

Wallahu a’lam.




[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (11/217).

0 comments

Post a Comment