MENYALURKAN ZAKAT



Ada pertanyaan bagi orang yang merantau seperti saya ini : (1) Kemanakah zakat kita salurkan, apakah di daerah perantauan ataukah daerah asal ? (2) Sebaiknya disalurkan sendiri atau lewat amil ? (3) JIka lewat amil, apakah ahrus lewat Baznas atau boleh lembaga amil mana saja ? Syukran sebelumnya ustadz.

Jawaban
Sebenarnya zakat boleh dan sah disalurkan dimana saja. Asalkan diberikan kepada 8 asnaf yang memang berhak menerima zakat. Tapi bila berbicara keafdhalan, umumnya ulama berpendapat afdhalnya disalurkan di tempat ia menetap sekarang ini. Berdasarkan keumuman hadits yang menyatakan ”Hendaknya zakat dibagikan kepada masyarakat yang ada di antara mereka”. Rasulullah bersabda: ”Ambillah zakat dari orang-orang kaya mereka dan berikanlah kepada orang-orang fakir di antara mereka”. (HR. Bukhari)[1]
Sehingga seorang yang mencari rizkinya di negeri orang sebaiknya menunaikan zakat di tempat mereka bekerja tersebut.
Namun ulama khilaf tentang hukum mendistribusikan zakat dari satu daerah/negeri ke daerah lain. Sebagian ulama membolehkan sedangkan mayoritas ulama berpendapat tidak diperbolehkan.[2]

Pendapat yang melarang
Mayoritas ulama mazhab  dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah melarang pendistribusian zakat dari satu daerah/negeri ke daerah /negeri lain. Karena prinsipnya zakat itu harus dibagikan di tempat harta kekayaan tersebut diambil. Berikut rincian pendapat pertama ini.
Menurut Hanafiyyah makruh zakat disalurkan keluar dari negeri diambilnya kekayaan tersebut. Kecuali bila penduduk negeri tersebut sudah kaya dan disalurkan ke yang membutuhkan. Kalangan Hanaiyyah mengecualikan zakat yag disalurkan kepada keluarga, ini hukumnya boleh meskipun berada diluar daerah, karena ada tambahan fadhilah menyambung silaturahim. Juga ke suatu kaum yang paling membutuhkannya, yang lebih baik, yang lebih wirai, yang lebih bermanfaat buat kalang muslim, atau dari dar al-harb (wilayah perang) ke dar al-islam, kalangan penuntut ilmu, orang-orang yang zuhud. Dalam konteks ini maka tidak makruh untuk memindahkan distribusi zakat ke wilayah lain.

Sedangkan kalangan ulama mazhab Malikiyyah, syafi’iyyah dan Hanabilah mengharamkan zakat dipindah dari satu negeri ke negeri lain melebihi  perjalanan yang diperbolehkan shalat qashar (89 km). terkecuali adanya udzur  atau hal lain semisal kelaparan dan peperangan namun dengan catatan negeri asal sudah berkecukupan. Pendapat ini didasarkan kepada hadits :
صَدَقَةٌ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ ، فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ
"Shadaqah (Zakat) itu diambilkan dari orang-orang yang kaya, kemudian zakat tersebut dikembalikan (diberikan) kepada orang-orang faqir dari golongan mereka". (HR. Bukhari)

 Pendapat yang membolehkan
Sedangkan sebagian ulama  dari kalangan  Syafi’iyyah seperti Ibnu Shalalh, Ibnu Hajar al Asqalani, Zakariya al Anshari dan lainnya membolehkan pemindahan zakat demi mashlahat yang kuat. Misalnya disalurkan ke negeri yang lebih miskin atau kepada para penuntut ilmu, mujahidin dan lainnya.
Pendapat ini didasarkan kepada keumuman ayat Allah: “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk para fakir, miskin ….” (QS. At-Taubah : 60) 

Apakah zakat harus lewat Amil ?
Sepanjang yang pernah berlaku secara umum di zaman salaful Ummah, lalu berlanjut sampai maza dinasti Umawiyyah, Abasiyyah dan yang terekam dalam kitab-kitab fiqih, zakat memang disalurkan kepada Amil zakat yang ditunjuk pemerintah kala itu. Terkecuali adanya kasus-kasus khusus, seperti harta yang tersembunyi memang ada riwayat yang menyebutkan  sayidina Utsman memerintahkan langsung membayarkan zakatnya sendiri-sendiri.
Jika memang ada lembaga yang amanah  mengelola zakat apalagi telah resmi ditunjuk pemerintah, baiknya disalurkan lewat amil zakat. Karena keuntungannya adalah begitu zakat diserahkan kepada amil, maka selesailah urusan menunaikan zakatnya.  Sedangkan apabila zakat diserahkan secara langsung dia tetap wajib bertanggung jawab apabila dalam menetapkan siapa yang berhak dianggap sebagai bagian dari 8 ashnaf itu ternyata salah.
Namun bukan berarti itu adalah kewajiban apalagi menjadi syarat sahnya zakat. Boleh saja zakat disalurkan langsung karena sebab tertentu semisal tidak adanya amil, atau amil /badan zakat tidak melakukan fungsinya dengan baik. Semisal adanya lembaga zakat, tapi yang dibantu hanya ‘teman-teman dekat’ dalam lingkaran mereka saja.
Wallahu a’lam.


[1] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/892).
[2] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwatiyyah (23/331), Fiqh ‘ala Mazhab al ‘Arba’ah (1/563).

0 comments

Post a Comment