ANTARA SHALAT ATAU MEMENUHI HAJAT



Lebih utama ustadz, ketika makanan telah terhidang lalu mendengar adzan, atau sedang ngantuk berat, memenuhi hajat atau perfi shalat berjama’ah ?

Jawaban
Dalam kondisi seperti yang ditanyakan, mayoritas ulama mensunnahkan agar memenuhi hajat terlebih dahulu daripada mengerjakan shalat.[1] Hal ini didasarkan kepada hadits-hadits berikut ini :
إِذَا قُدِّمَ الْعَشَاءُ فَابْدَءُوا بِهِ قَبْلَ أَنْ تُصَلُّوا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ، وَلَا تَعْجَلُوا عَنْ عَشَائِكُمْ
 Apabila makan malam telah tersedia, dahulukan makan malam sebelum engkau melaksanakan shalat Maghrib. Dan jangan engkau tergesa-gesa dari makan malam kalian.” (Mutafaqqun ‘alaih)
لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ، وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الأَخْبَثَانِ
 Tidak sempurna shalat seseorang apabila makanan telah dihidangkan atau menahan buang air besar atau kecil.” (HR. Muslim)
إِذَا وُضِعَ الْعَشَاءُ وَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ فَابْدَءُوا بِالْعَشَاءِ " قَالَ: وَتَعَشَّى ابْنُ عُمَرَ وَهُوَ يَسْمَعُ قِرَاءَةَ الْإِمَامِ
 Apabila makan malam telah dihidangkan sedangkan shalat sudah ditegakkan (iqamat), maka dahulukan makan malam”. Naafi’ berkata : “Ibnu ‘Umar pernah makan malam sedangkan ia mendengar bacaan imam.(HR. Tirmidzi)
Penjelasan ulama tentang hal ini
Abu Darda radhiyallahu’anhu berkata : “Diantara tanda kedalaman pemahaman fiqih seseorang adalah dia menyelesaikan kebutuhannya dahulu hingga datang waktu shalatnya dan hatinya menjadi tenang.”[2]

            Imam Waki’ berkata: “Hendaknya dia mendahulukan makan malam saja jika dia khawatir makanan itu merusak kekhusyu’an shalatnya.”[3]
At Tirmidzi berkata : “Demikianlah madzhab sebagian Ahli Ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan yang mengikuti mereka. Mereka memahami bahwa janganlah seseorang shalat sedangkan hatinya sibuk disebabkan sesuatu.”[4]
Ibnu Qudamah Rahimahullah berkata  : “Karena jika seseorang mendahulukan shalat daripada makan, hatinya akan disibukkan oleh makanan dibanding kekhusyu’an shalat.”[5]
Imam An Nawawi Rahimahullah juga berkata : “Dimakruhkan shalat pada saat menahan kencing, buang air besar, kentut, atau ketika makanan sudah tersedia, atau minuman sudah tersedia untuknya. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anhai bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak ada shalat saat makanan tersedia dan ketika menahan dua hal yang paling busuk.”[6]

Khatimah
Sebagian orang ada yang salah sangka dengan ketentuan ini. Yakni dengan  mendahulukan makanan, maka maka berarti mendahulukan hak makhluk di atas hak Khaliq. Padahal hikmahnya, jika seseorang mendahulukan shalat dibandingkan makanan, maka hatinya akan disibukkan memikirkan makanan dan terganggu oleh rasa lapar ketika sedang shalat, sehingga bisa mengurangi kekhusyuan.
 Dan memilih untuk mendahulukan  menyantap makan dari shalat disini tentu bukanlah rutinitas. Tentu kasusnya akan sangat berbeda bila sengaja seseorang merencanakan, semisal ia sengaja memberikan saran ke istrinya agar makanan dihidangkan begitu adzan berkumandang.
Wallahu a’lam.



[1] A-Jaami’ At-Kabiir (1/381), Fiqhus Sunnah (1/270), Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab (4/105), Syarh An Nawawi ‘Ala Muslim, (2/ 321), Faidlul-Qadiir (6/557).
[2] Shahih Bukhari (3/ 70)
[3] Sunan At Tirmidzi (2/88)

[4] Ibid.
[5] Syarh al Kabir (1/604).
[6] Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab (4/105).

0 comments

Post a Comment