Bagaimana hukum membaca basmallah dalam surah al Fatihah ?
Jawaban :
Muqadimah
Kita sering
menjumpai imam shalat disatu masjid terkadang mengeraskan bacaan basmallah (bismillahirrahmanirrihim)
ketika membaca surah al Faitihah, namun ada yang juga mensirrkan atau bahkan
tidak membacanya. Dan permasalahan ini termasuk khilafiyyah yang sering menjadi
polemik antar kelompok umat islam bahkan tidak sedikit yang memantik kericuhan
dan keributan jama’ah masjid.
Melalui
tulisan ini, mari kita coba menelisik penjelasan para ulama 4 mazhab yang telah
disepakati sebagai rujukan dunia islam dulu hingga sekarang.
Kedudukan basamallah dalam
surah al Qur’an
Para ulama
ternyata berbeda pendapat tentang kedudukan basmallah dalam surah-surah al
Qur’an termasuk surah al Fatihah. [1]Berikut
klasifikasi pendapat tentang
permasalahan ini.
1. Basmallah awal dari setiap surah dalam al Qur’an
Ini adalah
pendapat yang masyhur dari kalangan syafi’iyyah. Menurut mazhab ini, basmallah
adalah awal dari surah al Fatihah dan juga surah-surah lainnya.
2. Basmallah awal surah al Fatihah bukan surah yang lain
Menurut kalangan Hanabilah,
basmallah itu adalah termasuk awal dari surah al Fatihah, namun bukan awal
surah lainnya.
3. Basmallah bukan awal surah al Fatihah dan surah lainnya.
Sedangkan menurut dua mazhab, yakni Hanafiyyah
dan Malikiyyah, basmallah itu bukan awal dari surah manapun termasuk surah 1al
Fatihah.
Dalil yang digunakan
Kalangan yang menyatakan bahwa
basmallah adalah awal dari setiap surah
berdalilkan kepada dicantumkannnya basmallah diawal semua surah al Qu’ran. Jika
basmallah itu bukan bagian dari surah tersebut, tentu tidak akan dicantumkan
dalam al Qur’an, karena memang Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam mewasiatkan
: “Jangan kalian menuliskan dariku kecuali al Qur’an.”
Sedangkan jumhur ulama memandang
bahwa pencantuman basmallah itu hanya sebagai pemisah antar surah. Dan
digunakannya basmallah karena ini adalah kalimat yang diperintahkan untuk
banyak dibaca disetiap awal pekerjaan. Dan basmallah tidak mengapa dicantumkan
karena dia termasuk ayat al Qur’an juga. Dalil yang digunakan jumhur juga
adanya sebuah hadits yang berbunyi :
قَالَ
اللهُ تَعَالَى : قَسَمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى نِصْفَيْنِ. وَ
لِعَبْدِى مَا سَأَلَ فَاِذَا قَالَ اْلعَبْدُ : الحَمْدُ لِلهِ رَبِّ
اْلعَالَمِيْنَ, قَالَ اللهُ تَعَالَى : حَمِدَنِى عَبْدِى. وَ اِذَا قَالَ :
الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ, قَالَ اللهُ تَعَالَى : اَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِى وَ اِذَ
قَالَ : مَالِكِ يَوْمِ الدِّيْنِ قَالَ: مَجَّدَنِى عَبْدِى ( وَقَاْلَ مَرَّةً :
فَوَّضَ اِلَيَّ عَبْدِى ) فَاِذَا قَالَ : اِيَاكَ نَعْبُدُ وَ اِيَّاكَ
نَسْتَعِنُ , قَالَ : هذَا بَيْنِى وَ بَيْنَ عَبْدِى وَلَعَبْدِى مَا سَأَلَ.
فَاِذَا قَالَ : اِهْدِنَا الصِّرَاطَ المُسْتَقِيْمَ صِرَاطَ الَّذِيْنَ
اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ المَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَ لاَالضّالِّيْنَ قَالَ:
هذَا لِعَبْدِى وَ لِعَبْدِى مَا سَأَلَ
Allah
Ta’ala berfirman “Aku membagi Ash- Shalah
( Al-Fatihah) antara-Ku dan antara hambaku menjadi dua bagian, dan untuk
hambaku akan mendapatkan apa-apa yang ia minta. Maka apabila hamba mengucapkan Alhamdulillāhirobbil
ālamīn, Allah Ta’ala menjawab: hambaku telah memujiku. Apabila ia mengucap Ar-Rahmānirrahīm
Allah Ta’ala menjawab Hambaku telah menyanjungku. Apabila ia mengucap māliki
yaumiddīn, Allah menjawab, hambaku telah mengagungkan Aku dan juga
berfirman hambaku berserah diri kepadaku. Apabila ia mengucap iyyāka na’budu
wa iyyāka nasta’īn Allah menjawab Ini adalah antara aku dan antara hambaku
dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yeng ia minta. Dan apabila ia
mengucapkan Ihdinash-shirāthal mustaqīm shirāthalladzīna an’amta ‘alaihim
ghoiril maghdhūbi ‘alaihim waladhdhāllīn, Allah menjawab: ini adalah untuk
hambaku dan untuk hambaku akan mendapatkan apa-apa yang ia minta ( H.R.
Muslim)
Cara membaca basmallah dalam shalat
Jahriyyah
Sebagaimana ulama berbeda
pendapat tentang permasalahan kedudukan
basmallah bagi setiap surah al Qur’an, mereka juga berbeda pendapat cara
membacanya di dalam shalat. Apakah ketika membaca surah al Fatihah basmallah
turut dibaca atau tidak ? sebagian berpendapat dibaca dengan Jahr, sebagian
ulama berpendapat dibaca dengan sir, sedangkan sebagian ulama berpendapat tidak
dibaca sama sekali.[2]
Mari kita simak penjelasan pendapat
masing-masing.
1. Basmallah
dibaca dengan dijahrkan.
Kalangan mazhab Syafi’iyyah
berpendapat bahwa basmallah tetap dibaca dengan bacaan keras sebagaimana bacaan
setiap ayat dari surah al Fatihah yang lainnya juga dibaca jahr. Pendapat ini
didasarkan kepada dalil-dalil diantaranya :
عَنْ قَتَادَةَ قَالَ سُئِلَ أَنَسٌ كَيْفَ كَانَتْ
قِرَاءَةُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَتْ مَدًّا ثُمَّ
قَرَأَ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ يَمُدُّ بِبِسْمِ اللهِ وَيَمُدُّ بِالرَّحْمَنِ
وَيَمُدُّ بِالرَّحِيمِ. (رواه البخاري)
Qatadah berkata: “Anas ditanya
tentang bagaimaca cara Nabi membaca al-Qur’an?” Ia menjawab:
“Nabi membacanya dengan panjang”. Lalu Anas membaca
bismillahirrahmanirrahim, memanjangkan bismillah, memanjangkan arrahman dan
memanjangkan arrahim.” (HR. al-Bukhari).
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَرَأَ فِي الصَّلاَةِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَعَدَّهَا آَيَةً
“Dari Ummu Salamah, bahwa
Rasulullah membaca dalam shalat, bismillahirrahmanirrahim, dan
menghitungnya sebagai satu ayat (dari al-Fatihah).”
2. Basmallah
tidak dibaca
Sedangkan sebagian ulama yakni yang
diwakili kalangan ulama Malikiyyah berpendapat bahwa basmallah tidak boleh
dibaca karena bukan bagian dari surah al Fatihah. Dasar pendapat ini adalah
hadits-hadits berikut ini :
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عليه وسلّم و
أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَ عُثْمَانَ فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Berkata Anas bin Malik ia berkata: “ Aku shalat
bersama Nabi shalallahu‘alaihi wasslam, Abu Bakar, Umar dan Usman r.a. Namun
tidak seorangpun dari mereka yang aku dengar membaca bismillāhirrahmānirrahīm.”
(HR. Ahmad dan Muslim)
Dan dalam riwayatnya yang lain : “Di belakang Nabi shalallahu‘alaihi wasslam maka dia tidak membaca bismillāhirrahmānirrahīm”.
3. Basmallah
dibaca dengan disirrkan
Sedangkan sebagian ulama, yakni
kalangan Hanafiyyah dan Hanabilah cenderung mengkompromikan dalil kedua kubu
diatas, sehingga hasil fatwa dari kedua mazhab, basmallah tetap dibaca namun
dengan disirrkan.
Kesimpulan
Berkata slaah seorang
imam panutan kita, Ibnu Katsir rahimahullah : “Demikianlah dasar-dasar rujukan pendapat para imam mengenai masalah ini,
namun meski demikian mereka sama sepakat, menjahrkan atau yang mensirrkan
basmalah tidak merusak keabsahan shalat.”[3]
Demikianlah perbedaan masalah basamallah ini, sebuah permasalahan yang murni khilafiyyah dan tidak ada untungnya kita ributkan. Sudah layaknya kita berusaha mencari titik temu dalam masalah perbedaan- seperti ini, sehingga energi dan potensi umat tidak habis terkuras habis, padahal masih banyak garapan yang sangat membutuhkan perhatian dan kerja keras kita semua.
0 comments
Post a Comment