KUBURAN



Bagaimana hukum membaguskan kuburan orang tua ?
Jawaban
Mungkin yang dimaksud dengan membaguskan Kuburan adalah meninggikan kuburan dengan membuat kijing atau bangunan-bangunan lain diatasnya. Mari simak penjelasannya.
Hukum Meninggikan kuburan
Yang dimaksud meninggikan kuburan disini harus diperjelas dan dipertegas dahulu batasannya. Karena ada bebrapa pengertian, (1) meninggikan dengan membuat gundukan tanah (2) Membuat atau meletakkan batu sebagai penanda  (3) Membuat bangunan diatasnya.
1.      Meninggikan dengan membuat gundukan tanah
Mayoritas ulama menentapkan kesunnahan membuat gundukan tanah satu jengkal atau lebih agar dikenali bahwa itu adalah kuburan.[1] Hal ini didasarkan kepada beberapa riwayat diantaranya riwayat dari sahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُلْحِدَ وَنُصِبَ عَلَيْهِ اللَّبِنُ نَصَبًا، وَرُفِعَ قَبْرُهُ مِنَ الْأَرْضِ نَحْوًا مِنْ شِبْرٍ
Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimakamkan dalam liang lahat, diletakkan batu nisan di atasnya, dan kuburannya ditinggikan dari permukaan tanah setinggi satu jengkal.
Sufyan bin Dinar at-Tammar – seorang ulama tabiin – mengatakan :
أَنَّهُ رَأَى قَبْرَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُسَنَّمًا
”Bahwa beliau melihat makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk gundukan.” (HR. Bukhari).
2.      Membuat bangunan diatasnya.
            Adapun meninggikan kuburan dengan memplesternya dengan semen kemudian membuatnya menjadi permanen, atau membangun sebuah bangunan dalam rupa kubah dan lainnya maka secara hukum asal menurut para ulama 4 mazhab adalah dimakruhkan.[2]
Dalilnya adalah sebuah hadits dari sahabat Jabir bin Abdullah yang berbunyi :
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ
"Rasul melarang untuk meninggikan/memplester kuburan dan memabangun diatasnya sebuah bangunan." (HR Muslim)
           
Namun bila kijing atau bangunan itu dilakukan dipemakaman umum, hukumnya disepakati keharamananya oleh para ulama mazhab.[3] Mari kita simak penjelasan dan penjabaran masing-masing mazhab :

1.      Hanafiyyah

Mazhab ini menetapkankemakruhan meninggikan atau juga membangun sebuah bangunan diatas kuburan, entah itu sebuah kamar atau juga kubah. Dan menjadi haram kalau diniatkan sebagai penghiasan, atau juga sebagai pamer atau kesombongan dan bila dilaukan di pemakaman umum.

Madzhab Maliki

Salah satu ulama Malikiyyah, al Imam Al-Dasuqi mengatakan: "Memagari atau mendirikan bangunan di atas kuburan atau sekitarnya di 3 tanah (milik sendiri / milik orang lain dengan izin / pemakaman umum) adalah haram jika diniatkan untuk ajang pamer dan kesombongan. Dan boleh jika sebagai penanda (agar tidak hilang), dan kalu tidak ada unsur itu semua, maka hukumnya makruh.”

Madzhab Syafi'i

Memang ada dua riwayat dari mazhab ini tentang asal meninggikan bangunan di kuburan, sebagian qaul membolehkan sedangkan pendapat yang tsabit memakruhkan.. Imam Nawawi mengatakan:  "Para sahabat kami  (ulama syafiiyah) berkata: tidak ada bedanya dalam hal bangunan di atas kuburan, baik itu kubah atau rumah atau selain keduanya (hukumnya tetap makruh), namun ditinjau. Kalau itu di pemakaman umum, maka hukumnya haram. Para sahabat kami berkata: wajib dihancurkan tanpa (ada) perbedaan"

Madzhab Hanbali

Berkata al Imam Al-Mardawi : "Adapun mendirikan bangunan, makruh hukumnya. Dan ini pendapat madzhab yang sah. Baik itu bangunan menempel dengan tanah atau tidak sama saja.”

Khatimah

Kesimpulannya bahwa ulama sepakat bahwa meninggikan kuburan dengan membuat bangunan dengan berbagai jenisnya hukumnya makruh jika makam itu berada di tanah milik sendiri dan haram bila niatannya untuk kesombongan dan kebanggaan, dan juga diharamkan bila dilakukan dipekuburan umum. Namun boleh jika hanya mebuat gundukan dari tanah atau batu sebagai penanda. Wallahu a’lam.



[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (11/361)
[2] Hasyiyah Ibnu 'Abdin (1/601), Hasyiayh al Dasuqi (1/424), al Majmu' asy Syarh al Muhaddzab (5/296), Kasysyaful Qina' (2/139)
[3]Hasyiyah Ibnu 'Abdin (1/601), Hasyiyah al Dasuqi (1/424), al Majmu'  asyarhul Muhadzdzab (5/298), al Inshaf (2/549-550)

0 comments

Post a Comment