Ustad saya mau bertanya, apakah
hukum mahar nikah menggunakan ‘seperangkat alat shAlat’? Dan apakah
makna dari mahar seperangkat alat shalat itu? Mohon
penjelasannya, Terimakasih Ustadz.
Jawaban
Dalam
tradisi jahiliah wanita tidak memiliki hak kepemilikan termasuk dalam hal mahar
atau mas kawin. Ketika mereka dinikahkan, orang tuanya atau walinya-lah
yang kemudian
menentukan mahar, menerima dan menggunakannya.
Maka
datanglah Islam untuk mengangkat harkat para wanita, diantaranya dengan memberikan
hak menerima mahar dan mempergunakan
sesuai keinginan mereka. Dalam syariat Islam mahar itu murni milik wanita yang menikah tersebut,
tidak ada seseorangpun yang berhak mencampuri masalah kepemilikan mahar
termasuk suami atau ayahnya.
Pengertian
mahar
Mahar adalah
pemberian seorang suami kepada istrinya yang terkait akad pernikahannya.[1]
Pensyariatannya
Ulama
sepakat tentang disyariatkannya mahar dalam pernikahan, berdasarkan firman
Allah ta’ala :
وَآتُواْ النَّسَاء صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن
شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
“Berikanlah
maskawin kepada wanita sebagai pemberian dengan penuh kerelaan...” (QS. An-Nisa: 4)
Hukum mahar dalam pernikahan
Mahar hukumnya
wajib dalam pernikahan bahkan sebagian ulama
menyebutkan wajib pula disebutkan ketika akad nikah.[2]
Nilai
minimal Mahar
Secara asal,
mahar itu kaitannya dengan nominal dan memiliki harga, sebab mahar adalah harta
yang bisa digunakan /dibelanjakan. Dan boleh saja seorang wanita meminta
sejumlah mahar kepada pihak calon suaminya sesuai keinginannya. Misalnya emas, uang tunai, kendaraan,
tanah, rumah, kontrakan,
perusahaan atau pakaian
kesukaannya.
Karena
bila seorang wanita sudah memahami, dia tahu betul bahwa mahar atau maskawin itu
adalah nafkah awal, sebelum nafkah rutin berikutnya yang diberikan suaminya
nanti. Jadi sangat wajar bila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta
yang punya nilai nominal tertentu.
Tentu ini
sangat bertolak belakang dengan sebagian pemahaman masyarakat yang seakan-akan
menjadikan mahar hanya sebatas simbol pernikahan belaka.
Bahkan
sebagian Fuqaha menetapkan bahwa mahar itu memiliki batas minimal. Kalangan Mazhab Hanafiyah berpendapat minimal mahar
itu adalah 10 dirham. Sedangkan Malikiyah berpendapat minimal mahar itu 3 dirham. Sedangkan
dari kalangan madzhab Syafi’iyah dan Hanabilah tidak menetapkan batas minimal.[3]
Apakah seperangkat
alat shalat bisa digunakan untuk mahar ?
Memang ada
sebagian kalangan yang mempermasalahkan penamaan ‘seperangkat alat shalat’,
karena dianggap tidak tepat. Karena alat
shalat itu sendiri sebenarnya tidak ada, seorang muslim maupun muslimah tidak
membutuhkan peralatan khusus untuk shalat. Cukup dengan pakaian yang melekat
dibadan yang menutup aurat, shalat sudah bisa dilaksanakan. Adapun mushaf al
Qur’an, tasbih dan peralatan lainnya yang dikaitkan dengan ‘seperangkat alat
shalat’ ketika pernikahan, justru tidak
ada kaitannnya dengan shalat.
Kita tidak akan terjebak dan berumit-rumit dengan
mempermasalahkan istilah ‘seperangkat alat shalat’, karena dalam islam hukum
itu bukan pada nama tetapi esensinya. Jika yang dijadikan mahar itu benda :
mushaf al Qur’an, tasbih, mukena, sajadah dan semisalnya. Maka tentu hukumnya sah dan boleh saja menurut jumhur ulama. Apalagi
bila harganya sudah diatas 10 dirham (standar minimal mazhab Maliki) tentu sudah
keluar dari khilaf ulama. Karena yang disebut ‘sperangkat alat shalat’ itu barang
yang memiliki nilai atau harga.
Namun
meskipun sah, jika kita perhatikan, mahar seperangkat alat shalat ini agak
sedikit melenceng dari maksud mahar itu sendiri. Karena kalau dikaitkan dengan
nilai, seperangkat shalat itu tentu nilai yang sangat kecil. Entah Karena memang
tidak butuh atau takut dibilang mata duitan, banyak wanita muslimah di negeri
kita menikah dengan mensyaratkan ‘hanya’ seperangkat alat shalat.
Namun jika murahnya mahar ketika
wanita menikah ini karena ingin mengamalkan hadits “Nikah yang paling besar berkahnya
yaitu yang paling ringan maharnya”maka tentu ini baik sekali.
0 comments
Post a Comment