MAKNA TERGADAI DARI ANAK YANG TIDAK DIAKIKAHKAN





Ustadz mau bertanya, kemarin saya ikut acara aqiqahan anak saudara saya di salah satu panti asuhan. Dan saya dengar dari ustadz di panti asuhan tersebut bahwa doa seorang anak yang tidak di aqiqahkan oleh orang tuanya tidak akan sampai untuk orangtuanya. Bagaimana pendapat ustadz?
Mohon pencerahannya ustadz. Terimakasih

Jawaban :
Pertanyaan tersebut berkaitan tentang penafsiran para ulama  terhadap hadits berikut ini
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى 
Dari Samurah bin Jundub dari Rasulullah shallallahu‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Setiap anak laki-laki tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh dan dicukur kepalanya serta diberi nama.” 

Takhrij Hadits

Al-Hasan bin ‘Ali al-Shan’ani mengatakan bahwa Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Yang Lima (Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasai dan Ibn Majah) dan disahihkan oleh al-Tirmidzi, al-Hakim dan Abdul Haq (Fath al-Ghaffar, 2:1127).
Dalam Musnad Ahmad yang ditahqiq oleh ‘Abdul Qadir al-Arnaut, dan kawan-kawan, para pentahqiq/peneliti kitab tersebut mengatakan bahwa hadits ini sahih.(Musnad Ahmad bin Hanbal, 33:318).
Penjelasan Hadits
Dalam memaknai kata ‘tergadai’ para ulama terbagi menjadi beberapa kelompok pendapat[1], yakni  :
1.      Yang tergadai adalah doa dan amal anak
Sebagian ulama memaknai bahwa anak yang tidak diaqiqahkan akan terhalang dari memberi syafa’at kepada orang tuanya, yakni doa dan amal shalihnya tidak akan sampai kepada keduanya. Pendapat ini dipegang oleh al imam Ahmad bin Hanbal, Atha’  al Khurasani, Al Baghawi dan lainnya.
Imam al-Baihaqi rahimahullah meriwayatkan dari Yahya bin Hamzah yang mengatakan, “Aku bertanya kepada Atha al-Khurasani, apakah makna ‘tergadai dengan aqiqahnya’, beliau menjawab, ‘Terhalangi syafa’at anaknya’.[2]
2.      Tidak sempurnanya nikmat memperoleh anak
            Sebagian ulama dari kalangan Hanafiyyah berpendapat bahwa makna tergadai dari hadits diatas adalah anak yang tidak diakikahkan maka orang tua tidak bisa secara sempurna mendapatkan kenikmatan dari keberadaan anaknya.
            Berkata Mula Ali Qari, “Tergadaikan dengan aqiqahnya, artinya jaminan keselamatan untuknya dari segala bahaya, tertahan dengan aqiqahnya. Atau si anak seperti sesuatu yang tergadai, tidak bisa dinikmati secara sempurna, tanpa ditebus dengan aqiqah. Karena anak merupakan nikmat dari Allah bagi orang tuanya, sehingga keduanya harus bersyukur.[3]
3.      Kekangan Setan.
Sebagian ulama berpendapat bahwa makna gadai dari hadits diatas adalah kekangan Setan. Allah jadikan aqiqah bagi bayi sebagai sarana untuk membebaskan bayi dari kekangan setan. Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti setan dan dihalangi untuk melakukan usaha kebaikan bagi akhiratnya. Dengannya, aqiqah menjadi sebab yang membebaskan bayi dari kekangan setan dan bala tentaranya. Ini merupakan pendapat Ibnul Qayyim.[4]
Wallahu a’lam.


[1] Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (1/ 462-463).
[2] Sunan al Kubra (9/299).
[3] Mirqah al Mafatih (12/412),.
[4] Tuhfah al Maudud, halaman 73.

0 comments

Post a Comment