Assalamu'alaikum
..
Ustadz bagaimanakah hukum wanita memakai pakaian yg bercorak atau berwarna.
Mohon penjelasannya.
Jawaban.
Wa’akaikumussalam
warahmatullah.
Tasawur
(Gambaran) permasalahan
Ada sebagian kalangan yang beranggapan bahwa pakaian
yang dibolehkan bagi wanita selain lebar dan menutup aurat juga harus
berwarna hitam atau gelap saja. Atau minimal beranggapan bahwa pakaian
yang ‘iffah adalah yangpakaian yang
berwarna gelap tidak selainnya, benarkah demikian ? mari kita simak
penjelasannya.
Hukum
menggunakan pakaian berwarna dan bercorak
Tidak ada dalil syar'i yang secara langsung
mengharuskan warna tertentu untuk pakaian wanita. Hanya secara umum wanita
memang diperintahkan untuk menggunakan pakaian yang tidak mencolok. Sehingga
sebagian ulama berpendapat bahwa tidak mencolok itu adalah yang berwarna
tidak terlalu terang seperti hitam, tapi tetap ini berangkat dari cara pandang
subjektif, bukan ketentuan yang bersifat samawi dan universal.
Al Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah, katanya: “Sesungguhnya
pembuat syariat tidaklah membatasi warna tertentu bagi pakaian laki-laki dan
pakaian wanita. Kadar perhiasan yang serasi pada pakaian tunduk pada tradisi
kaum muslimin pada setiap negara. Dapat dimaklumi dan disaksikan pasa sekarang
ini, dan di semua masa, bahwa hiasan atau warna yang berlaku di antara wanita
mukmin pada umumnya dapat diterima oleh ulama mereka di suatu tempat, mungkin
terasa aneh bagi kaum muslimin di tempat lain, dan mungkin mereka malah
mengingkarinya. Sebagaimana warna dan model berbeda dari satu masa ke masa lain
di satu daerah. Benarlah kata Imam Ath Thabari yang mengatakan, “Sesungguhnya
menjaga model zaman termasuk muru’ah (harga diri) selama tidak mengandung dosa
dan menyelisihi model serupa dalam rangka mencari ketenaran.”[1]
Riwayat pakaian
para shahabiyat berwarna dan bercorak
Dari Ummu Khalid, ia berkata :
أُتي النبيُّ بثيابٍ فيها خَميصةُ سوداءُ صغيرةٌ فقال: مَن تَرَون أن نكسوَ هذهِ ؟ فسكتَ القومُ. قال: ائتُوني بأمِّ خالدٍ، فأتيَ بها تُحمل، فأخذ الخميصةَ بيدهِ فألبَسَها وقال: أبْلِي وأخلِقي. وكان فيها عَلمٌ أخضرُ أو أصفر
Nabi diberikan beberapa baju,
diantaranya ada baju kecil yang
berwarna hitam. Maka Nabipun berkata, "Menurut kalian kepada siapakah kita
berikan kain ini?". Orang-orang pada diam, lalu Nabi berkata,
"Datangkanlah kepadaku Ummu Khalid !", maka didatangkanlah Ummu
Khalid dalam keadaan diangkat, lalu Nabipun mengambil kain tersebut dengan
tangannya lalu memakaikannya kepada Ummu Khalid dan berkata, "Bajumu sudah
usang, gantilah bajumu". Pada kain tersebut ada garis-garis (corak)
berwarna hijau atau kuning.” (HR Bukhari)
أَنَّهُ
كَانَ يَدْخُلُ مَعَ عَلْقَمَةَ، وَالْأَسْوَدِ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَيَرَاهُنَّ فِي اللُّحُفِ الْحُمْرِ»، قَالَ:
وَكَانَ إِبْرَاهِيمُ لَا يَرَى بِالْمُعَصْفَرِ بَأْسًا
Ibrahim bersama ‘Alqamah dan Al Aswad menemui istri-istri Nabi ﷺ: mereka berdua melihat istri-istri nabi memakai mantel berwarna
merah.” (HR. Ibnu Abi Syaibah)
Al Qasim (cucu Abu Bakar Ash Shiddiq) berkata:
أَنَّ عَائِشَةَ، كَانَتْ
تَلْبَسُ الثِّيَابَ الْمُعَصْفَرَةَ، وَهِيَ مُحْرِمَةٌ
“Bahwasanya, Aisyah dahulu memakai pakaian hasil celupan ‘ushfur dan saat
itu dia sedang ihram.” (HR. Ibnu Abi
Syaibah)
Dari ‘Ikrimah ia berkata : “Sesungguhnya Rifa’ah
menceraikan istrinya, lalu mantan istrinya itu dinikahi oleh Abdurrahman bin Az
Zubair Al Qurazhi. ‘Aisyah berkata: “Dia memakai kerudung berwarna hijau,” dia
mengadu kepada ‘Aisyah dan terlihat warna hijau pada kulitnya. Ketika datang
Rasulullah saat itu kaum wanita sedang saling membantu di antara mereka.
‘Aisyah berkata: “Aku tidak pernah melihat seperti apa yang dialami para kaum
mu’minah, sungguh kulitnya lebih hijau (karena luntur, pen) dibanding pakaian
yang dipakainya.” (HR. Bukhari)
Fatwa ulama
Imam Nawawi rahimahullah berkata: "Boleh memakai
pakaian berwarna putih, merah, kuning, hijau, yang bergaris-garis dengan warna
tertentu, dan warna-warna lainnya, tidak ada perbedaan pendapat (dikalangan
ulama) tentang perkara ini, dan tidak ada pula hal makruh didalamnya."[2]
Beliau juga berkata :
"Boleh bagi laki-laki dan wanita untuk memakai pakaian berwarna merah,
hijau atau pakaian yang diwarnai selainnya tanpa dihukumi makruh."[3]
Ibnu Abdil Barr al Maliki rahimahullah berkata: "Adapun terkait
pakaian wanita, maka para ulama tidaklah berbeda pendapat tentang kebolehan
mereka memakai pakaian yang diwarnai merah; Mufaddam (berwarna merah sekali),
Muwarrad (berwarna merah jingga), dan Mumasysyaq (juga berwarna merah karena
diwarnai dengan lumpur merah)."[4]
Ibnu Muflih al Hanbali rahimahullah berkata : "Boleh bagi wanita untuk
memakai pakaian Muza'far (pakaian yang diwarnai dengan warna kunyit: kuning),
Mu'ashfar (berwarna merah karena diwarnai dengan sari tumbuhan 'Ushfur), dan
pakaian merah." Ia juga berkata: "Madzhab Abu Hanifah, Malik dan
Syafi'i; tidak makruhnya memakai pakaian mu'ashfar, dan tidak pula warna merah,
dan ini merupakan pendapat yang dipilih Syaikh (Ibnu Taimiyah)."[5]
Kesimpulan
Tidak ada ketentuan warna tertentu sebagai syarat
sebuah pakaian dikatakan syar’i bagi muslimah, demikianlah pendapat yang
mu'tamad (bisa dipegang) dalam pandangan ulama empat mazhab. Meskipun disaat
yang sama kami tetap menghormati pendapat yang berbeda dalam masalah ini.
Namun, jika sampai taraf mewajibkan dan menganggap bahwa muslimah yang
berbusana dengan kain bermotif adalah kurang imannya, maka tentu pemahaman
keliru ini wajib untuk diluruskan.
Wallahu a’lam.
0 comments
Post a Comment