KRITIK TERHADAP KITAB IHYA



Dalam tulisan ustadz terdahulu sempat disampaikan bahwa tidak semua ulama setuju dengan apa yang ada dalam kitab Ihya al Imam al Ghazali. Saya jujur agak terkejut ustadz, karena di dunia pesantren kitab Ihya memiliki posisi yang luar biasa, yang orang seperti antum pasti tahu itu. Bisakah saya minta qaul sebagian ulama yang mengkritik isi kitab Ihya al Ulumuddin ? Sekedar untuk sebagai referensi, karena kalau tentang sanjungan ulama tentang kitab Ihya saya sudah sering dengar bahkan sudah saya koleksi. Jazakallah.


Jawaban

Memang benar ada beberapa kritikan yang dilayangkan oleh sebagian ulama terhadap kalarangan ulama besar hujatul Islam al Imam Ghazali. diantaranya oleh :
            Imam adz Dzahabi berkata, “Adapun al Ihya’, padanya terdapat sejumlah hadis yang batil dan padanya ada kebaikan yang banyak jika padanya tiada adab-adab, ritual-ritual, dan zuhud dengan cara Ahli Hikmah (Falsafah) dan Sufi yang menyeleweng.”
Beliau juga berkata, “Dan di dalamnya (kitab Ihya) terdapat banyak atsar dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam yang dihiasi dengan apa yang tidak berasal dari beliau shallallahu'alaihi wasallam. Begitu juga dengan apa yang ia sebutkan dari ulama salaf tidak mungkin bahwa semua itu benar datangnya dari mereka.[1]

Al Qadhi Iyadh berkata,  “Syaikh Abu Haamid (Al Ghazali) memiliki karangan-karangan yang berlebihan dalam membahas tarekat sufinya dan memuat berita-berita yang keji  yang tiada bandingnya dalam rangka membela mazhabnya. Sehingga ia menjadi seorang penyeru kepada jalan tersebut. Beliau telah menyusun karangan (Ihya) sehingga ia harus menerima celaan karena beberapa perkara yang ada pada tulisannya itu, sehingga buruklah sangkaan umat terhadapnya.”[2]

Ibnul Jauzi  berkata, “Ketahuilah, bahwa kitab Ihya’ Ulumuddin di dalamnya terdapat banyak penyimpangan yang tidak diketahui kecuali oleh para ulama. Penyimpangannya yang paling ringan adalah hadits-hadits palsu dan batil (yang termaktub di dalamnya), juga hadits-hadits mauquf (ucapan shahabat atau tabi’in) yang dijadikan sebagai hadits marfu’ (ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Semua itu dinukil oleh penulisnya dari referensinya, meskipun bukan dia yang memalsukannya.”[3]

Imam As-Subki berkata, Beliau (imam al Ghazali) mengumpulkan hadits-hadits dalam kitab Ihya’ Ulumiddin yang tidak ada asalnya dan setelah dihitung semuanya berjumlah 923 hadits.[4]

Ibnu Katsir berkata, “Ketika berada di Damaskus dan Baitul Maqdis, al-Ghazali mengarang kitabnya Ihya' Ulumuddin. Ia sebuah kitab yang luar biasa, mengandung banyak ilmu yang berkaitan dengan syari’at, dan bercampur dengan kehalusan tasawuf serta amalan hati. Namun sayang, di dalamnya banyak hadits yang gharib, mungkar dan bahkan palsu.”[5]

Bahkan sebagian ulama ada yang mengarang kitab bantahan untuk Ihya al ulumiddin, dianataranya oleh Imam al-Mazari, beliau mengarang kitab yang berjudul : al-Kasyfu wal Inba’ fil Raddi ‘alal Ihya’.

Penutup
Kritikan ulama diatas terhadap kitab Ihya Ulumiddin karangan hujjatul Islam al Imam Abu Hamadi al Ghazali rahimahullah secara khusus dan kepada semua literatur-literatur karangan ulama salaf yang lain secara umum,  harus diimbangi dengan pengetahuan kita berupa pendapat sebaliknya dari ulama, yakni yang berisi sanjungan dan apresiasi.  Jangan sampai kekurangan yang ada dalam sebuah kitab membuat kita antipati, sebagaimana juga jangan sampai sanjungan dan pujian terhadapnya membuat kita tidak menerima setiap kritik dan koreksi.
  Para Ulama telah berbuat semampu mereka untuk dakwah.  Sumbangsih orang seperti al Ghazali untuk agama ini tidak diragukan lagi. Kekurangan mereka tidak akan membuat kita buta dari jasa dan keutamaan mereka, yang tidak sembarang orang bisa menyamainya.
Walhasil. Saling mengkritik dalam dunia keilmuan itu sesuatu yang ada dan wajar terjadi. Hanya kita sebagai orang awam harus mampu menempatkan diri secara bijak dalam menyikapai khilaf dan ‘sengketa’ dikalangan ulama. Paling tidak kita bisa mengambil hikmah, satu-satunya kitab yang tanpa kekurangan dan kelemahan hanyalah al Qur’an.

Wallahu a’lam.


[1]  Siyar A’lam an Nubala’, (19/339-340)
[2] Siyar A’lam an Nubala’, (19/327)
[3] Talbis Iblis, hlm 149.
[4] Thabaqat Asy Syaafi’iyyatil Kubra (6/287)
[5] Al-Bidayah wa al-Nihayah  (12/214)

0 comments

Post a Comment