Para
ulama salaf dan khalaf sepakat tentang wajibnya dilaksanakannya syariah Islam baik
bagi individu, masyarakat, atau negara bagi kaum muslimin. Ketetapan berdasarkan Ijma kaum
muslimin berdasarkan landasan nas Al Quran dan As Sunnah.
Kaitannya
dengan kehidupan bermasyarakat, rasanya tidak ada satupun seorang muslim beraqidah
lurus, tidak merindukan kehidupan indah seperti
zaman Rasulullah dan salaful ummah hidup di bawah naungan syariah.
Namun
kenyataannya sekarang, kita hidup dalam tatanan yang berbeda. dengan sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara yang tidak menjadikan syariah sebagai sumber
hukum. Ini kenyataan yang sekarang terjadi dan suka atau tidak suka kita hidup
dalam sistem tersebut. Selain syariah agama berbicara tentang hal ideal, kita
juga dikenalkan kondisi darurat. Dan kalau kita belajar dari sejarah sebagian
salaful ummah, sebagian mereka ada yang pernah hidup di bawah nangunan
pemerintah yang bisa dikatakan lebih buruk dari yang kita alami sekarang.
Begitulah, dalam menghadapi kenyataan ini, umat Islam bisa
dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar pendapat .
Pertama, yang
menolak mutlak dan memandang bahwa sistem yang sekarang digunakan oleh negara
adalah sistem kufur. Mereka memandang
tidak ada sedikitpun kebaikan dari demokrasi.
Kalangan ini sama sekali menafikan latar belakang, kenapa hukum Allah
Ta’ala tidak ditegakkan, dan tanpa mau mempertimbangkan adanya penghalang seperti ketidakpahaman
, takwil dan hal lainnya.
Puncak dari pemahaman
kalangan ini adalah munculnya kelompok menyimpang khawarij dan adanya teror yang mengatasnamakan
jihad dan keinginan menerapkan hukum Allah.
Kedua,
kelompok yang secara tegas menolak hukum Islam. Menurut mereka, ayat-ayat
yang memerintahkan berhukum dengan hukum Allah tersebut bukan untuk umat Islam,
tetapi untuk Yahudi dan Nasrani saja. Sedangkan untuk umat Islam, bebas
menggunakan sistem apapun dalam mengaturt kehidupan bermasyarakat. Dengan
berbagai takwil batil mereka mencoba mengalihkan nas-nas agama yang sudah tegas
memerintahkan diterapkannya syariah dalam setiap lini kehidupan kepada makna
lain. Kalangan pendapat ini-lah yang
kemudian melahirkan sekulerisme dan kelompok apatisme syariah di tubuh umat
Islam.
Ketiga,
kelompok moderat (mutawasith) dalam menyikapi sistem hari ini, dan inilah
pendapat Jumhur kaum Muslimin. Dan inilah pendapat yang juga kami ikuti
insyallah, kaum yang mimpi indah tidak membuat mereka terlelap dan lalai dari kenyataan,
sebagaimana kenyataan tidak membuat mereka patah arang dari cita-cita dan
impian.
Kalangan
ini ada dalam beberapa faksi pendapat. Berada dalam frekuensi perjuangan yang
berbeda satu sama lain namun memiliki visi besar yang sama. Sama-sama
merindukan tegaknya hukum Allah di bumi tercinta, sama-sama mendambakan
indahnya kehidupan Islami dibawah naungan Syariah. Hanya saja untuk mewujudkan
itu semua mereka menempuh jalan dan menaiki kendaraan yang berbeda. Sama dalam
ghayah (tujuan) berbeda dalam washilah (sarana). Perbedaan yang wajar dan
manusiawi sekali.
Hanya saja sayang seribu sayang, masih ada saja
kelompok atau oknum ditubuh umat Islam yang hobinya mencaci maki faksi
perjuangan umat yang berbeda dengannya. Mengkerdilkan peran perjuangan
saudaranya, hanya karena tidak sependapat dan berbeda sarana dakwah. Sehingga
yang terjadi dalam kancah perjuangan, umat ini sering jatuh terjungkal gagal,
bukan karena medan perjuangannya yang terjal, tapi karena terjegal dikaki kawan
sendiri.
Kalau yang mengganjal dakwah itu dari kalangan radikal
atau liberal, atau kufar dan munafikun kita tentu tidak mempersoalkan. Toh itu
sudah kita pahami sebagai resiko perjuangan. Tapi ini datangnya dari kita
sendiri, hanya karena fanatik buta kelompok dan golongan, minimnya ilmu dan
kejahilan, akhirnya washilah (perantara)
mengorbankan ghayah (tujuan).
Jika
kita belajar dari sejarah, maka kita akan tahu bahwa umat ini kalah bukan
karena musuhnya yang tangguh. Tidak usah jauh kita melihat, liriklah sejenak
sejarah bangsa Indonesia yang dijajah habis-habisan selama 4 Abad oleh musuh yang berbeda,
mulai dari Portugis, Belanda, Inggris sampai Jepang. Logikanya, bangsa ini pasti hancur dan Islam hanya
tinggal nama di negeri ini.
Tapi
kenyataan menunjukkan sebaliknya, bangsa ini terus bangkit melawan, alih-alih
musnah, justru para penjajah dibuat hengkang tunggang langgang.
Kalau
kemudian kemerdekaan begitu lama diperjuangkan, dan sejarah mencatat kita
berkali-kali jatuh dalam kekalahan, hal itu ternyata karena faktor kita
tertarung dikaki kawan. Politik devide et impera lawan efektif mengadu domba
antar kita. Ini fakta sekaligus pelajaran dari sejarah yang tidak bisa kita
pungkiri.
Kini, sudah saatnya umat Islam dewasa dan belajar dari
buruknya perpecahan yang melemahkan, sudah saatnya kita lebih mengutamakan
persatuan, mencari persamaan ketimbang mencari-cari celah perbedaan. Mari kita maknai sebuah
nasehat indah seorang hukama abad ini ‘Kita bersatu padu untuk hal yang kita
sepakati, dan kita saling bertoleransi untuk hal yang tidak kita sepakati.”
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah
kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Anfaal 46).
Wallahu
a’lam.
0 comments
Post a Comment