Pak ustadz saya ingin bertanya tentang hukum dzikir
selesai shalat, apakah boleh dibaca bersama-sama dan suara yang keras seperti
yang biasa kami lakukan dimushala kami ? karena kemarin ada ustadz yang
berpendapat bahwa ini Bid’ah yang harus ditinggalkan. Lalu ustadz tersebut
membaca hadits-hadits perintah memelankan dzikir.
Saya tahu amalan kami pasti ada dasarnya, Cuma kalmi
tidak tahu, minta dalil-dalil yang bisa saya gunakan untuk penyeimbang ustadz. Jazakallah
khoir.
Jawaban
Apa yang ditanyakan ini memang sering mengusik
keharmonisan jama’ah masjid. Dimana ada sebagian pemahaman kelompok umat Islam
yang menilai dzikir berjama’ah adalah bid’ah tercela, yang seakan-akan harus dihapus dari
muka bumi.
Padahal, jika kita mau sedikit meneliti, kalangan yang
menjaharkan dzikir, yakni mereka yang duduk dalam suatu majelis lalu
melafadzkan tahlil, tahmid, tasbih, takbir dan semisalnya dengan suara keras
bukannya tidak memiliki dalil.
Berikut ini dalil-
dalil kalangan yang mengamalkan dzikir Jahr, kami bagi menjadi dua bagian :
Pertama dalil bolehnya membaca dzikir secara bersama-sama dan kedua dalil
bolehnya mengeraskan dzikir.
A.
Dalil kebolehan dzikir bersama.
Secara pengamalan,
aktivitas dzikir adalah amalan yang dikerjakan secara sendiri-sendiri. Ini bisa
kita lihat dari format dzikir itu sendiri dan juga praktek dan contoh langsung
dalam sunnah Nabawiyyah. Namun bukan berarti ini menjadi dalil larangan membaca
dzikir secara bersama-sama. Karena ternyata terdapat sejumlah dalil yang
menyebutkan kebolehan dzikir yang berjama’ah alias dibaca bersama-sama. Berikut diantaranya :
Sebuah hadits qudsi dari Mu’az bin Anas secara marfu’:
Allah swt.berfirman:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ
ذَكّرْتُهُ فِي مَلاٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ
ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ الاَعْلَي.
“Tidaklah
seseorang berdzikir pada-Ku dalam hatinya kecuali Akupun akan berdzikir
untuknya dihadapan para malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berdzikir pada-Ku
dihadapan orang-orang kecuali Akupun akan berdzikir untuknya ditempat yang
tertinggi’.[1]
Hadits
dari Abu Sa’id Khudri dan Abu Hurairah Nabi shallahu’alaihi wassalam bersabda :
لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ
المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ
وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidak
satu kaumpun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan
dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan
akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”.
(HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).
Hadits
dari shahabat Mu’awiyah
:
خَرَجَ رَسُولُ الله عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا
اَجْلَسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا
هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ
إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا
إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ
فَأخْـبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ
المَلآئِكَةَ.
“Nabi
shalallahu’alaihi wassalam pergi mendapatkan satu lingkaran
dari sahabat-sahabatnya, beliau bertanya ‘Mengapa kamu duduk disini?’
Ujar mereka : ‘Maksud kami duduk disini adalah untuk dzikir pada Allah Ta’ala
dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang telah diberikan-Nya pada kami
dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi ‘Demi Allah tak salah sekali !
Kalian duduk hanyalah karena itu. Mereka berkata : Demi Allah kami duduk
karena itu. Dan saya, saya tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh
curiga pada kalian, tetapi sebetulnya Jibril telah datang dan menyampaikan
bahwa Allah ta’ala telah membanggakan kalian terhadap
Malaikat’ .“ (HR.Muslim)
Hadits
riwayat al imam
Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah, bahwa
Rasulallah shalallahu’alaihi wassalam bersabda :
إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلتَمِسُونَ أهْلِ
الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا
إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا
تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم (
وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا
مِنْ عِنْدِ عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ
وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ
: لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً,
وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا
يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ
رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟
فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ
اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا
يَتَعَوَّذُوْنَ ؟ فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟
فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ : لَوْ
رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ : اُشْهِدُكُمْ اَنِّي
قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ
مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.
“Sesungguhnya
Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil
mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemu- kan sekolompok
orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru :'Kemarilah kepada
apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang
berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga kelangit. Apabila orang-orang
itu telah berpisah maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit. Maka
bertanyalah Allah kepada mereka . Allah berfirman : Darimana kalian
semua ? Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hambaMu dibumi. Mereka
bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepadaMu. Allah berfirman : Apakah
mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Tidak pernah ! Allah
berfirman : Seandainya mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Andai mereka
pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepadaMu, lebih
bersemangat memujiMu dan lebih banyak bertasbih padaMu. Allah berfirman: Lalu
apa yang mereka pinta padaKu ? Malaikat berkata: Mereka minta syurga kepadaMu. Allah berfirman : Apa
mereka pernah melihat syurga
? Malaikat berkata : Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka
pernah melihatnya? Malikat berkata: Andai mereka pernah melihanya niscaya
mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan
semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka
minta perlindungan ? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa
mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah
berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata:
Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan
diri darinya. Allah berfirman: Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah
mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada seseorang
yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada
satu keperluan. Allah
berfirman : Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana
orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa".
B.
Mengeraskan
suara
Mayoritas ulama berpendapat, pada asalnya dzikir adalah
amalan khofi yang afdhalnya dibaca sirr, Karena dzikir adalah wujud kedekatan
dengan Allah yang maha dekat yang cukup dibaca denganb pelan agar tidak
menimbulkan ria.[2]
Namun, bukan berarti dzikir secara jahar (keras)
terlarang dan hukumnya haram, karena ada juga sebagian ulama yang lain
berpendapat bahwa jika dikhawatirkan riya memang dzikir afdahlnya sirr, namun
jika tidak maka Jahr lebih afdhal karena bisa mengusir kemalasan dan kelalaian.[3] Hal ini didasarkan dengan
ada beberapa riwayat yang menyebutkan justru dzikir ketika shalat dibaca dengan
suara keras. Berikut diantaranya :
Hadits
dari Zaid bin Aslam dari sebagian sahabat, dia berkata :
اِنْطَلَقْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ
يِرْفَعُ صَوْتَهُ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا
مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَكِنَّهُ اَوَّاهُ
“Aku pernah berjalan dengan
Rasulallah saw. disuatu malam. Lalu beliau melewati seorang lelaki yang sedang
meninggikan suaranya disebuah masjid. Akupun berkata : Wahai Rasuallah,
jangan-jangan orang ini sedang riya’. Beliau berkata : “Tidak ! Akan tetapi dia
itu seorang awwah (yang banyak mengadu kepada Allah)”. (HR.Baihaqi)
Hadits
dari Amar bin Dinar, dia berkata : Aku dikabarkan oleh Abu Ma’bad bekas budak
Ibnu Abbas yang paling jujur dari tuannya yakni Ibnu Abbas dimana beliau
berkata :
اَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ
المَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
“Sesungguhnya
berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai melakukan shalat fardhu
pernah terjadi dimasa Rasulalla.” (HR.Bukhari dan Muslim)
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma, beliau berkata :
أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ
يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا
انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ
“Sesungguhnya mengeraskan suara
dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan
yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Ibnu Abbas
menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku
mendengarnya.” (HR. Bukhari)
Beberapa fatwa
ulama yang membolehkan dzikir Jahr
Ibnu Huzaiman memasukkan hadits riwayat imam Bukhari diatas ke dalam bab :
Raf’u al-Shaut bi al-Takbiir wa al-Dzikr ‘inda Inqidha’ al-Shalah (Bab:
meninggikan (mengeraskan) suara takbir dan dzikir ketika selesai shalat
(wajib).. hal ini menunjukkan bahwa beliau memahami bolehnya mengeraskan takbir
dan dzikir sesudah shalat.
Ibnu Daqa’iq dalam kitabnya Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam, juga
menyatakan hal yang sama, “Dalam hadits ini, terdapat dalil bolehnya mengeraskan
dzikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk dalam kategori
dzikir."[4]
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, bahwa hadits
ini (riwayat Bukhari Muslim diatas) adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama
salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan dzikir sesudah shalat
wajib. Dan
di antara ulama muta’akhirin yang menyunahkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri.[5]
Sedangkan Imam al-Syafi’i rahimahullah, memaknai hadits di atas
dengan mengatakan, bahwa beliau shallallahu'alaihi wasallam mengeraskan
(dzikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka
tentang sifat dzikir, bukan mengeraskan terus menerus. Imam Syafi’i
berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir kepada Allah Ta’ala sesudah
shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar darinya, maka dia
mengeraskan dzikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar darinya, lalu
melirihkannya. Dan beliau memaknai hadits tersebut dengan ini.[6]
bnu Hajr dalam kitabnya Khatimatul Fatawa mengatakan:
“Wirid-wirid, bacaan-bacaan secara jahar, yang dibaca oleh kaum Sufi (para
penghayat ilmu tasawwuf) setelah sholat menurut kebiasaan dan suluh
(amalan-amalan khusus yang ditempuh kaum Sufi) sungguh mempunyai akar/dalil
yang sangat kuat”.
Al-Imam
al-Hafidz Al-Maqdisiy dalam kitabnya ‘Al-Umdah Fi Al-Ahkaam’ hal.25
berkata: “Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa berdzikir dengan meng- angkat
suara dikala para jemaah selesai dari sembahyang fardhu adalah diamalkan
sentiasa di zaman Rasullullah shalallahu’alaihi wasslam.”
Pendapat
yang sama bisa kita temukan dari Imam Abd Wahab Asy-Sya'rani dalam kitabnya
Kasyf al-Ghummah, Imam Al-Baghawiy dalam kitabnya Mashaabiih as-Sunnah dan Imam
as-Syaukani dalam Nail al-Autar dan lainnya.
Kesimpulan
Berdzikir secara
jahr dalam shalat adalah amalan yang disandarkan kepada dalil yang sharih, bukan
bentu ibadah yang merupakan bid’ah yang tercela. Apalagi bila tujuannya untuk
mengajarkan jama’ah seperti yang dilakukan di Pesantren- pesantren guna
mengajarkan kepada para thulab maka ini lebih baik lagi. Meskipun secara perintah umum dzikir secara
sirr lebih afdhal dan yang menjadi amalan Tsabit dari Nabi.
Berkata Imam Syafi’i
dalam kitabnya Al-Umm berkata sebagai berikut : “Aku memilih untuk imam dan
makmum agar keduanya berdzikir pada Allah sesudah salam dari shalat dari
keduanya melakukan dzikir secara lirih kecuali imam yang menginginkan para
makmum mengetahui kalimat-kalimat dzikirnya, maka dia boleh melakukan jahar.”[7]
[1] Ada dalam kitab
At-Targib wat-tarhib
3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al Mundziri berkata : ‘Isnad hadits diatas ini
baik (hasan).
0 comments
Post a Comment