AMALAN NISFU SYA’BAN

Mohon penjelasan tentang amalan Nisfu Sya’ban ustadz
Jawaban
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang terletak sebelum bulan suci Ramadhan. Di antara keistimewaannya, bulan tersebut adalah waktu dinaikkan amalan dan bulan dimana Rasulullah memperbanyak puasa sunnah.

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Bulan Sya’ban –bulan antara Rajab dan Ramadhan- adalah bulan di saat manusia lalai. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An-Nasa’i)
Bagaimana dengan keutamaan nisfu Sya’ban ?
Nisfu Sya’ban artinya separuh sya’ban, yakni tanggal 15 dari bulan tersebut. ulama berbeda pendapat tentang kedudukan malam nisfu Sya’ban, menurut sebagian ulama malam nisfu Sya’ban tidak memiliki kekshususan tersendiri, karena hadits- hadits yang menyebutkan tentang keutamaan malam nisfu Sya’ban lemah bahkan sebagiannya palsu. Sedangkan mayoritas ulama umumnya berpendapat bahwa malam ini memiliki fadhilah tersendiri karena ad hadits tentang Nisfu Sya’ban yang derajatnya bagus diantaranya :
يَطَّلِعُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ لِعِبَادِهِ إِلَّا اِثْنَيْنِ مُشَاحِنٍ وَقَاتِلِ نَفْسٍ
Allah ‘azza wa jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Hukum menghidupkan malam nisfu Sya’ban dengan ibadah umum
Mayoritas ulama berpendapat bahwa menghidupkan malam nisfu Sya’ban tanpa ada pengkhususan amalan tertentu hukumnya mandub, seperti dengan shalat malam, membaca al Qur’an, dzikir dan doa.[1]
Bagaimana dengan  ibadah tertentu pada Nisfu Sya’ban
1.      Puasa
Mayoritas ulama mazhab Hanafiyyah, Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat tentang kebolehan berpuasa nisfu Sya’ban dan sehari setelahnya. Hal ini didasarkan kepada sebuah hadits :

أَنَّ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال: يَا فُلاَنُ أَمَا صُمْتَ سُرَرَ هَذَا الشَّهْرِ؟ قَال الرَّجُل: لاَ يَا رَسُول اللَّهِ، قَال: فَإِذَا أَفْطَرْتَ فَصُمْ يَوْمَيْنِ مِنْ سُرَرِ شَعْبَانَ
Rasulullah bertanya kepada seseorang : "Apakah kamu telah berpuasa di surar bulan Sya’ban?" ia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda: "Jika kamu telah usai menunaikan puasa Ramadlan, maka berpuasalah dua hari." (HR. Bukhari)[2]
Sedangkan kalangan mazhab al Hanabilah memakruhkan puasa Nisfu Sya’ban, berdasarkan hadits : “Apabila sudah masuk pada pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kamu berpuasa sampai menjelang bulan Ramadhan.” (HR. Ahmad)[3]

2.      Berjama’ah dalam menghidupkan malam Nisfu Sya’ban
Menurut mayoritas ulama makruh hukumnya melakukan ibadah Nisfu Sya’ban dengan ibadah yang dikerjakan dengan berjama’ah. Bahkan sebagiannya diantaranya imam Atha dan Ibnu Abi Mulaikah tegas mengatakan hal ini sebagai bentuk ibadah yang hukumnya  bid’ah munkarah.
Berkata imam Ibnu Rajab al Hanbali :Dimakruhkan berkumpul di masjid untuk shalat dan membacakan cerita (manaqib), serta berdoa. Akan tetapi tidak dimakruhkan melakukan shalat sendiri. Dan ini pendapat imam al-Auza’iy Imamnya penduduk Syam, serta ulama fiqih mereka dan juga para ahli ilmu mereka. dan ini pendapat yang lebih dekat/baik (untuk diamalkan) insyaAllah.”[4]
Menurut jumhur ulama dalil larangan ini karena tidak ada dasar dari amalan Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam untuk melakukan amalan Nisfu Sya’ban secara berjama’ah.[5]
Namun ada sebagian ulama berpendapat bolehnya qiyam nisfu Sya’ban dikerjakan secara berjama’ah.[6]

3.      Melakukan amalan tertentu
 Mayoritas ulama mazhab berpendapat tidak adanya amalan khusus di malam nisfu Sya’ban dan menegaskan larangan melakukannya. Sebagian ulama diantaranya al Imam Ghazali memang ada menyebutkan beberapa ibadah khusus di malam Nisfu Sya’ban, namun ditentang oleh para ulama bahkan dari kalangan mazhab Syafi’iyyah sendiri.[7]
Berkata al imam Nawawi rahimahullah : “shalat yang disebut dengan shalat raghaib, yakni 12 rakaat antara maghrib dan isya di malam jumat pertama bulan Rajab. Dan juga shalat yang dilakukan di malam nisfu sya’ban 100 rakaat; keduanya adalah bid’ah dan kemungkaran yang buruk.”[8] 
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah : “malam nisfu sya’ban di dalamnya terdapat keutamaan, dan ulama salaf melakukan shalat di malam tersebut, akan tetapi berkumpul di masjid untuk bersama-sama menghidupkan itu adalah bid’ah, sama bid’ahnya seperti shalat 100 rakaat.”[9]

Kesimpulannya, menurut mayoritas ulama mekakukan ibadah malam Nisfu Sya’ban tanpa pengkhususan hukumnya boleh. Wallahu a’lam.


[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (2/235), Bahr al Raiq (2/56), Hasyiah Ibn Abidin (1/460), Mawahib al Jalil (1/74), al Furu’ (1/440).
[2] Sarar/surar dalam hadits ini, maknanya adalah akhir bulan. Akhir bulan dinamakan sarar karena istisrarnya bulan (yakni tersembunyinya bulan).
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (24/292).
[4] Lathaif al-Isyarat hal. 137.
[5] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (2/236).
[6] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (2/236
[7] Ittihaf as Sa’datul Muttaqin bis Syarh al Ihya al Ulumiddin (3/423).
[8] Al Majmu’ asy Syarhul Muhadzdzab (4/56).
[9] Al Fatawa al Kubra (5/344).

0 comments

Post a Comment