BERCIUMAN DENGAN ISTRI SAMPAI KELUAR MANI ; BATALKAH PUASA ?




Ustadz saya mau bertanya tentang kasus puasa saya tahun lalu. Saya mencium istri saya dengan sedikit bermesraan. Lalu hal tersebut menyebabkan saya inzal (keluar mani). Ada sebagian orang yang mengatakan kalau puasa saya batal dan wajib juga wajib membayar kafarat. Benarkah ? Sedangkan sepengetahuan saya yang membatalkan puasa itu bila onani hingga keluar mani. Sedangkan saya tidak melakukan onani. Dan saya juga tidak melakukan jima’ yang mengharuskan membayar kafarat. Saya Cuma ‘khilaf’ karena keluar tiba-tiba, biasanya juga enggak kalau Cuma cium istri. Mohon pencerahan dari ustadz.


Jawaban :
Ulama sepakat bahwa bermesraan seperti berciuman dengan istri adalah termasuk perkara yang dibolehkan dan tidak membatalkan puasa. Hal ini berdasarkan riwayat bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wassalam pernah mencium istri-istrinya selagi beliau berpuasa.[1]
Namun, bila aktivitas tersebut menyebabkan Inzal  (keluarnya mani), maka ulama 4 mazhab sepakat berpendapat bahwa  hal tersebut membatalkan puasa dan tentu saja mewajibkan untuk diqadha.[2]
Pernyataan  anda bahwa ciuman  dan aktivitas bermesraan bukan sebagai onani itu ternyata keliru alias tidak benar. Karena para ulama mendefinisikan bahwa yang dimaksud onani itu bukan hanya apabila dilakukan dengan tangan seperti yang umum dipahami, tapi termasuk gesekan dan hal semisalnya, yang secara umum bermakna sebagai aktivitas menyalurkan syahwat.[3]
Wajibkah membayar kafarat ?
 Ulama berbeda pendapat apakah keluarnya mani dengan sebab diatas mewajibkan membayar kafarah atau hanya qadha puasa saja.
            Mayoritas ulama dari kalangan mazhab Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kasus istimna’ (bersenang-senang hingga keluar mani) seperti kasus diatas tidak mewajibkan kafarat. Karena dipandang sebagai onani, bukan jima’.[4]
Sedangkan ulama mazhab Malikiyyah dan sebagian Hanabilah berpendapat bahwa kasus istimna’ diatas mewajibkan qadha dan sekaligus kafarat bagi pelakunya. Kalangan pendapat ini memandang bahwa bermesraan dengan istri hingga keluar mani termasuk jima’, sehingga hukum kafarat berlaku. Yakni memerdekakan budak, jika tidak mampu berpuasa 2 bulan berturut-turut dan jika tidak mampu juga memberi makan 60 fakir miskin.[5]

Wallahu a’lam.





[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (35/57).
[2] Badai’ As-Shanai’ Fi Tartibi Asy-Syarai’  (2/93) Al-Mudawwanah Al-Kubra, (1/268), Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdab, (6/ 322)  Al-Mughni (3/127).
[3] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (39/144).
[4] Bidayatul Mujtahid (1/298), Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (39/144).
[5] Hasyiah ad Dusuki (1/523), al Mudawanah (1/195).

0 comments

Post a Comment